medcom.id, Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia, hari ini, mengadu ke Dewan Pertimbangan Presiden. Mereka kembali mengadukan penghilangan paksa tahun 1997/1998.
Setelah 17 tahun menanti dan terus berusaha, baru kali ini mereka mendapat jawaban yang memuaskan.
"Baru kali ini, saya dapat jawaban tidak basi-basi dari pak Sidarto Danusubroto dan Sri Adiningsih. Jawabannya alami dan tidak basa-basi bahwa mereka akan menyampaikan sungguh-sungguh kepada pak Jokowi," kata Utomo Rahardjo di Kantor Wantimpres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (19/8/2015).
Utomo yang merupakan ayah dari orang hilang Petrus Bimo Anugerah, mengatakan, pihaknya sudah lama bolak-balik ke pemerintah untuk mengadukan hal yang sama. Setidaknya sudah tiga kali mengadu. Ketiganya saat rra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun hingga rezim berganti, tidak ada jawaban yang memuaskan. Hanya pemandangan berkas kasus bolak balik yang ia saksikan. Berkas tersebut terkesan diping-pong antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dan sebaliknya.
"Ini yang perdana, audiensi yang kami lakukan," tukas Utomo.
Utomo menyadari, tidak mudah menyelesaikan kasus penghilangan orang secara paksa tersebut. Presiden Jokowi pun diyakininya mengalami tantangan yang sangat berat. Sebab, terduga pelaku penghilangan ini, masih memiliki kekuatan yang signifikan dan tak mudah disentuh.
"Tapi saya optimis, Pak Jokowi bisa selesaikan kasus yang sudah terjadi sejak 17 tahun 5 bulan ini," ujar dia.
Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Yati Andriani mengaku akan memberi masukan kepada Wantimpres. Pihaknya mengapresiasi Presiden Jokowi yang kembali menegaskan itikad baiknya terkait penyelesaian kasus ini dalam Pidato Kenegaraan di Paripurna DPR dan DPD beberapa hari yang lalu.
Salah satunya dorongan Presiden untuk segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, meminta Presiden Jokowi untuk melakukan pencarian terhadap 13 orang yang statusnya masih dinyatakan hilang, melakukan pemberian kompensasi kepada keluarga korban, memulihkan hak-hak korban dan meratifikasi konvensi anti penghilangan orang secara paksa sebagai komitmen ke depan.
"Presiden Jokowi harus beda dong dengan SBY. Karena, Wantimpres sekarang lebih mudah bertemu dengan Jokowi yang mau meluangkan waktu untuk mendengar lebih banyak," tukas dia.
Hadir juga, dalam kesempatan ini perwakilan dari Asian Federation Against Involuntary Disappearances dengan Munir Said Thalib sebagai presiden pertamanya. "Saat Munir meninggal, beliau masih menjabat sebagai presiden," kata Yati.
medcom.id, Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia, hari ini, mengadu ke Dewan Pertimbangan Presiden. Mereka kembali mengadukan penghilangan paksa tahun 1997/1998.
Setelah 17 tahun menanti dan terus berusaha, baru kali ini mereka mendapat jawaban yang memuaskan.
"Baru kali ini, saya dapat jawaban tidak basi-basi dari pak Sidarto Danusubroto dan Sri Adiningsih. Jawabannya alami dan tidak basa-basi bahwa mereka akan menyampaikan sungguh-sungguh kepada pak Jokowi," kata Utomo Rahardjo di Kantor Wantimpres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (19/8/2015).
Utomo yang merupakan ayah dari orang hilang Petrus Bimo Anugerah, mengatakan, pihaknya sudah lama bolak-balik ke pemerintah untuk mengadukan hal yang sama. Setidaknya sudah tiga kali mengadu. Ketiganya saat rra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun hingga rezim berganti, tidak ada jawaban yang memuaskan. Hanya pemandangan berkas kasus bolak balik yang ia saksikan. Berkas tersebut terkesan diping-pong antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dan sebaliknya.
"Ini yang perdana, audiensi yang kami lakukan," tukas Utomo.
Utomo menyadari, tidak mudah menyelesaikan kasus penghilangan orang secara paksa tersebut. Presiden Jokowi pun diyakininya mengalami tantangan yang sangat berat. Sebab, terduga pelaku penghilangan ini, masih memiliki kekuatan yang signifikan dan tak mudah disentuh.
"Tapi saya optimis, Pak Jokowi bisa selesaikan kasus yang sudah terjadi sejak 17 tahun 5 bulan ini," ujar dia.
Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Yati Andriani mengaku akan memberi masukan kepada Wantimpres. Pihaknya mengapresiasi Presiden Jokowi yang kembali menegaskan itikad baiknya terkait penyelesaian kasus ini dalam Pidato Kenegaraan di Paripurna DPR dan DPD beberapa hari yang lalu.
Salah satunya dorongan Presiden untuk segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, meminta Presiden Jokowi untuk melakukan pencarian terhadap 13 orang yang statusnya masih dinyatakan hilang, melakukan pemberian kompensasi kepada keluarga korban, memulihkan hak-hak korban dan meratifikasi konvensi anti penghilangan orang secara paksa sebagai komitmen ke depan.
"Presiden Jokowi harus beda dong dengan SBY. Karena, Wantimpres sekarang lebih mudah bertemu dengan Jokowi yang mau meluangkan waktu untuk mendengar lebih banyak," tukas dia.
Hadir juga, dalam kesempatan ini perwakilan dari Asian Federation Against Involuntary Disappearances dengan Munir Said Thalib sebagai presiden pertamanya. "Saat Munir meninggal, beliau masih menjabat sebagai presiden," kata Yati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)