medcom.id, Jakarta: Reklamasi Pantai Utara Jakarta sempat menuai pro dan kontra. Hal ini diperkirakan berlanjut karena pasangan Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno ingin reklamasi disetop.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman bersikap tegas, reklamasi Teluk Jakarta harus dilanjutkan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Namun, bagaimana pandangan dari sisi lingkungan hidup terhadap proyek yang menuai kontroversi ini? Metrotvnews.com mendapat kesempatan berbicara dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Gedung Mangala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, awal Agustus 2017.
Siti mengatakan, reklamasi tak pernah mendapatkan penolakan dan menimbulkan masalah di negara mana pun. Bahkan, Siti melihat bagaimana Belanda menjadikan proyek reklamasi untuk membuat wilayah hunian baru.
"Saya bahkan melihat ada provinsi baru di Belanda pada 1987 atau 1988, itu justru dari reklamasi," kata Siti.
Tapi, beberapa masalah memang terjadi dalam reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini membuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus turun tangan. Karena, proyek reklamasi itu telah meresahkan masyarakat.
Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian LHK harus turut campur bila terjadi kerusakan, pencemaran, dan keresahan sosial di masyarakat.
"Menterinya harus turun, beresin. Itu sebabnya saya terlibat," kata Siti.
Kementerian LHK pun mendalami pulau C, D, E, dan G, yang dianggap bermasalah. Setelah didalami, Kementerian LHK memutuskan Pulau E tak boleh dilanjutkan pembangunannya. Selain itu, masalah juga ditemukan di Pulau C dan D.
"Masalahnya rata-rata 6 sampai 11 item, sehingga kita kenakan sanksi tidak boleh dilanjutkan dulu sampai sanksinya diselesaikan, dipenuhi persyaratannya," jelas Siti.
Pulau C dan D pun dinilai telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Namun, masih ada satu syarat yang belum dipenuhi. "Tentang amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)," tambah Siti.
Tim yang dibentuk Kementerian LHK meminta amdal harus sesuai dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dibikin oleh Pemerintah DKI. KLHS ini sudah diberikan catatan oleh Kementerian LHK.
"Amdalnya kemarin sudah dikeluarkan lagi izin, tapi belum mengacu kepada KLHS, makanya ini kita koreksi," jelas mantan Sekretasi Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini.
Selain persoalan amdal, pembangunan proyek reklamasi belum boleh dilanjutkan karena dinilai belum mengintegrasikan kepentingan rakyat, khususnya nelayan. Siti pun telah bertemu dengan Sekretaris Daerah DKI Jakarta untuk menjelaskan berbagai hal yang harus dilakukan.
"Sebetulnya kalau dari syarat sanksi di amdal itu diselesaikan, seharusnya tidak ada masalah dan tugas saya dalam hal ini selesai," kata Siti.
medcom.id, Jakarta: Reklamasi Pantai Utara Jakarta sempat menuai pro dan kontra. Hal ini diperkirakan berlanjut karena pasangan Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno ingin reklamasi disetop.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman bersikap tegas, reklamasi Teluk Jakarta harus dilanjutkan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Namun, bagaimana pandangan dari sisi lingkungan hidup terhadap proyek yang menuai kontroversi ini?
Metrotvnews.com mendapat kesempatan berbicara dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Gedung Mangala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, awal Agustus 2017.
Siti mengatakan, reklamasi tak pernah mendapatkan penolakan dan menimbulkan masalah di negara mana pun. Bahkan, Siti melihat bagaimana Belanda menjadikan proyek reklamasi untuk membuat wilayah hunian baru.
"Saya bahkan melihat ada provinsi baru di Belanda pada 1987 atau 1988, itu justru dari reklamasi," kata Siti.
Tapi, beberapa masalah memang terjadi dalam reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini membuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus turun tangan. Karena, proyek reklamasi itu telah meresahkan masyarakat.
Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian LHK harus turut campur bila terjadi kerusakan, pencemaran, dan keresahan sosial di masyarakat.
"Menterinya harus turun, beresin. Itu sebabnya saya terlibat," kata Siti.
Kementerian LHK pun mendalami pulau C, D, E, dan G, yang dianggap bermasalah. Setelah didalami, Kementerian LHK memutuskan Pulau E tak boleh dilanjutkan pembangunannya. Selain itu, masalah juga ditemukan di Pulau C dan D.
"Masalahnya rata-rata 6 sampai 11 item, sehingga kita kenakan sanksi tidak boleh dilanjutkan dulu sampai sanksinya diselesaikan, dipenuhi persyaratannya," jelas Siti.
Pulau C dan D pun dinilai telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Namun, masih ada satu syarat yang belum dipenuhi. "Tentang amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)," tambah Siti.
Tim yang dibentuk Kementerian LHK meminta amdal harus sesuai dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dibikin oleh Pemerintah DKI. KLHS ini sudah diberikan catatan oleh Kementerian LHK.
"Amdalnya kemarin sudah dikeluarkan lagi izin, tapi belum mengacu kepada KLHS, makanya ini kita koreksi," jelas mantan Sekretasi Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini.
Selain persoalan amdal, pembangunan proyek reklamasi belum boleh dilanjutkan karena dinilai belum mengintegrasikan kepentingan rakyat, khususnya nelayan. Siti pun telah bertemu dengan Sekretaris Daerah DKI Jakarta untuk menjelaskan berbagai hal yang harus dilakukan.
"Sebetulnya kalau dari syarat sanksi di amdal itu diselesaikan, seharusnya tidak ada masalah dan tugas saya dalam hal ini selesai," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)