Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto setuju dengan wacana mantan narapidana kasus korupsi tidak boleh maju sebagai calon legislatif. Namun, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus diubah terlebih dahulu.
"Seandainya itu memang harus diterapkan, saran kami harus dibuat aturan perundang-undangan supaya memiliki payung hukum yang kuat dan jelas, sehingga ke depan mempunyai posisi yang cukup kuat," ujar Agus di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 4 April 2018.
Menurut Agus, UU sudah cukup jelas mengatur pencalonan eks napi korupsi. Yakni, narapidana yang dituntut di atas 5 tahun tidak dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Rata-rata untuk kasus korupsi itu dituntutnya sudah di atas 5 tahun, sehingga tidak bisa menjadi caleg.
"Peraturan perundang-undangan bisa berbentuk apa saja, misalnya UU, mungkin perppu juga bisa, tetapi yang jelas bahwa di dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara kita harus memiliki payung UU yang jelas," pungkasnya.
Hal senada disampaikan pakar hukum tata negara Mahfud MD. Menurut dia, PKPU saja tidak cukup untuk melarang mantan napi menjadi caleg. "Saya setuju substansinya. Tapi, pengurangan hak asasi manusia itu jadi kewenangan legislatif," cetus Mahfud di Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengaku heran dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuat Peraturan KPU (PKPU) terkait calon presiden dan calon wakil presiden petahana ikut Pemilu Presiden 2019 wajib cuti ketika kampanye.
"Saya tidak tahu motivasi KPU membahas dan mengambil keputusan itu dasarnya apa. Dari pan-dangan pribadi saya, cukup mengada-ada kalau misalnya KPU memajukan presiden yang sedang menjabat untuk cuti, karena dampaknya cukup rumit juga nanti," ujarnya.
Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto setuju dengan wacana mantan narapidana kasus korupsi tidak boleh maju sebagai calon legislatif. Namun, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus diubah terlebih dahulu.
"Seandainya itu memang harus diterapkan, saran kami harus dibuat aturan perundang-undangan supaya memiliki payung hukum yang kuat dan jelas, sehingga ke depan mempunyai posisi yang cukup kuat," ujar Agus di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 4 April 2018.
Menurut Agus, UU sudah cukup jelas mengatur pencalonan eks napi korupsi. Yakni, narapidana yang dituntut di atas 5 tahun tidak dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Rata-rata untuk kasus korupsi itu dituntutnya sudah di atas 5 tahun, sehingga tidak bisa menjadi caleg.
"Peraturan perundang-undangan bisa berbentuk apa saja, misalnya UU, mungkin perppu juga bisa, tetapi yang jelas bahwa di dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara kita harus memiliki payung UU yang jelas," pungkasnya.
Hal senada disampaikan pakar hukum tata negara Mahfud MD. Menurut dia, PKPU saja tidak cukup untuk melarang mantan napi menjadi caleg. "Saya setuju substansinya. Tapi, pengurangan hak asasi manusia itu jadi kewenangan legislatif," cetus Mahfud di Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengaku heran dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuat Peraturan KPU (PKPU) terkait calon presiden dan calon wakil presiden petahana ikut Pemilu Presiden 2019 wajib cuti ketika kampanye.
"Saya tidak tahu motivasi KPU membahas dan mengambil keputusan itu dasarnya apa. Dari pan-dangan pribadi saya, cukup mengada-ada kalau misalnya KPU memajukan presiden yang sedang menjabat untuk cuti, karena dampaknya cukup rumit juga nanti," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)