Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin. (Foto: Rommy)
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin. (Foto: Rommy)

Polemik Helikopter VVIP

Anggota Komisi I DPR Minta Bubarkan Industri Pertahanan

Misbahol Munir • 28 November 2015 08:42
medcom.id, Jakarta: Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriyatna menjelaskan rencana pembelian helikopter AgustaWestland AW101 untuk Kepresidenan dan penumpang very very important person (VVIP). Menurutnya rencana pembelian itu bukan dari Presiden, melainkan sudah tercantum dalam rencana strategis TNI AU 5 tahunan.
 
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menyesalkan langkah TNI AU tersebut. Selain melanggar Undang-undang, rencana pembelian helikopter dari Italia itu justru berpotensi merugikan negara.
 
Hanasanuddin menjelaskan, sesuai dengan rencana strategis (renstra) pengadaan helikopter tahun 2009, DPR menyetujui pengadaan itu dari produk PT Dirgantara Indonesia sebanyak 16 unit (satu squadron), yang terdiri dari helikopter angkut/SAR dan helikopter angkut VVIP.

"Dari 16 unit itu, diprogram dalam 2 tahap yaitu renstra 2009/2014 dan renstra 2015/2019, semua direncanakan akan dibeli dari dalam negeri produk PT DI. Dalam renstra 2009/2014 telah terpenuhi sebanyak 6 unit heli Super Puma dan sisanya 10 unit lagi akan diselesaikan dalam renstra 2015/2019," ujar TB Hasanuddin, Jumat 27 November 2015 malam .
 
TNI AU dalam hal ini lanjut dia, tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Untuk memenuhi 10 unit lagi, demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu, PT DI telah melakukan investasi dalam rangka persiapan pembuatan kesepuluh helikopter itu.
 
"Tapi sangat disesalkan kalau kemudian muncul ide merubah pembelian helikopter Super Puma produk PT DI menjadi Agusta Westland AW101 buatan Italia-Inggris. Disamping merugikan negara dalam hal ini PT DI yang sudah berinvestasi banyak, juga telah melanggar UU Nomor 16/2012 Pasal 43 Ayat 1; bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," tegas dia .
 
Kebijakan mengganti Super Puma dengan AW 101 lanjut dia, sejatinya tidak sesimple seperti penjelasan KASAU Agus Supriyanta. Karena Agusta Italia harus menggandeng industri dalam negeri sesuai Pasal 43 Ayat 5, yaitu harus mengikut sertakan industri pertahanan dalam negeri, kewajiban alih technologi, imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal, aturan ofset dan lain-lainnya.
 
"Untuk ini semua, harus mendapat izin dari Presiden karena Presiden adalah Ketua KKIP (Komite Kebujakan Industri Pertahanan) sesuai Pasal 22 dalam UU tersebut," tegas mantan Sekretaris Kepresidenan 2001-2005 itu.
 
Dia menegaskan, siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri, kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya. Padahal kata dia, dengan membeli dari PT DI, 30 persen dari uang rakyat itu akan kembali ke negara. Setidaknya dalam bentuk pembelian bahan baku lokal, dan 700 teknisi anak bangsa bisa melanjutkan hidupnya dari perusahaan ini.
 
"Kami berharap seandainya ada hal yang kurang beres baik dalam hal kemampuan tekhnis atau tata kelolanya, mari kita perbaiki bersama. Jangan kemudian kita alihkan pembeliannya ke produk luar negeri. Majunya industri pertahanan ini membutuhkan komitmen bersama semua anak bangsa," kata Hasanuddin.
 
Namun jika rencana pembelian helikopter itu tetap dipakasan, Hasanuddin meminta agar industri pertahanan yakni PT DI dibubarkan saja.
 
"Bubarkan saja industri pertahanan, kalau kita tak mau memakai produknya," tegas Ketua DPD PDIP Jawa Barat itu.
 
Sebab itu, Komisi I DPR akan memanggil pihak-pihak terkait untuk mempertanyakan pengalihan pembelian helikopter dari industri pertahanan dalam negeri ke asing.
 
"Pada kesempatan pertama, insya Allah DPR akan menanyakan alasan mengapa program pembelian dari PT DI ini dibatalkan dan diganti dengan pesawat lain," tegas dia.
 
Pihaknya juga akan melakukan investigasi berapa harga sesungguhnya mengingat harga satu unit AW101 seharga USD55 juta itu diperkirakan sangat mahal.
 
"DPR juga akan menanyakan, apakah pemilihan AW101 itu sudah seizin Ketua KKIP yang dalam hal ini dijabat oleh Presiden? Perlu penjelasan terbuka agar rakyat tidak bingung," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan