Jakarta: Pembocor draf revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) diduga konseptor atau pembuat konsep. Kebocoran draf itu membuat heboh karena mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako dan biaya sekolah.
"(Draf) yang beredar PDF file, yang punya PDF file siapa? Kalau bukan komputernya yang menyimpan itu, kalau bukan konseptornya?," kata anggota Komisi XI DPR Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.
Misbakhun mengatakan legislator menerima draf resmi utuh dalam bentuk hard copy. Sementara itu, DPR belum menerima draf UU KUP resmi.
Baca: NasDem: Pajak Sembako dan Sekolah Tekan Daya Beli Publik
"Draf resmi pemerintah dan masing-masing hal ada parafnya, tercetak, yang beredar PDF file," ujar Misbakhun.
Politikus Partai Golkar itu mendorong Menteri Keuangan Sri Mulyani menarik atau merevisi draf yang sudah terlanjur beredar tersebut. Sehingga, polemik di masyarakat mereda.
"Lebih baik pemerintah memikirkan ulang rencana ini. Karena apa, dengan wacana yang sudah berkembang, polemik yang sudah ada ini menguras energi kita," ucap Misbakhun.
Jakarta: Pembocor draf revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) diduga konseptor atau pembuat konsep. Kebocoran draf itu membuat heboh karena mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako dan biaya sekolah.
"(Draf) yang beredar PDF file, yang punya PDF file siapa? Kalau bukan komputernya yang menyimpan itu, kalau bukan konseptornya?," kata anggota Komisi XI
DPR Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.
Misbakhun mengatakan legislator menerima draf resmi utuh dalam bentuk
hard copy. Sementara itu, DPR belum menerima draf UU KUP resmi.
Baca:
NasDem: Pajak Sembako dan Sekolah Tekan Daya Beli Publik
"Draf resmi pemerintah dan masing-masing hal ada parafnya, tercetak, yang beredar PDF file," ujar Misbakhun.
Politikus Partai Golkar itu mendorong Menteri Keuangan Sri Mulyani menarik atau merevisi draf yang sudah terlanjur beredar tersebut. Sehingga, polemik di masyarakat mereda.
"Lebih baik pemerintah memikirkan ulang rencana ini. Karena apa, dengan wacana yang sudah berkembang, polemik yang sudah ada ini menguras energi kita," ucap Misbakhun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)