medcom.id, Jakarta: Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp54,3 miliar untuk pembayaran korban terdampak lumpur Lapindo. Alokasi dana ini telah dimasukkan ke dalam Rancangan Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016.
Anggota Komisi VII Fraksi NasDem Kurtubi menilai hal itu selayaknya tidak perlu dilakukan pemerintah. Pembayaran terhadap korban lapindo merupakan tanggung jawab perusahaan, yakni PT Minarak Lapindo.
"Seyogianya pemerintah tidak mengakomodir, tetapi tidak tahu pemerintah pertimbangannya bagaimana, jadi sebagian menjadi beban APBN. Kalau saya pribadi tidak sepakat," kata Kurtubi kepada Metrotvnews.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).
Namun, diakui Kurtubi, pengalokasian dana untuk korban sudah diberikan sejak tahun lalu. Saat itu, tambah dia, pemerintah sepakat ada yang dibayarkan perusahaan dan ada yang dibayar pemerintah melalui APBN.
Meski demikian, Kurtubi mengaku tak sepakat dengan kebijakan tersebut. "Kalau saya pribadi berharap mestinya Lapindo bayar dari uang mereka sendiri, tidak mengandalkan APBN," ucap dia.
Anggota Komisi VII Fraksi NasDem Kurtubi--Antara/Hafidz Mubarak.
Anggota Komisi XI Fraksi NasDem Johnny G Plate mengatakan alokasi dana untuk korban Lapindo sudah dianggarkan dalam APBNP 2015 sebesar Rp781 miliar. Tapi sifatnya sebagai dana talangan atau pinjaman.
Namun, kemudian dana tersebut mengalami kekurangan. Pasalnya, dari hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dana yang dibutuhkan sekitar Rp800 miliar atau kurang Rp54,3 miliar.
"Nah kekurangan ini diusulkan lagi di APBNP 2016. Kemarin itu ditanyakan karena kita tidak ingin dana ini menjadi tanggungan pemerintah. Ini harus area yang menjadi tanggungannya Minarak Lapindo," ujar Plate.
Kemudian, kata Plate, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan alokasi dana yang diberikan pemerintah merupakan dana talangan. Sehingga, PT Minarak Lapindo Jaya harus membayar kepada pemerintah.
"Menteri keuangan sudah memastikan, tambahan itu adalah dana talangan atau utang Minarak Lapindo kepada negara yang harus dibayarkan kembali oleh Minarak Lapindo," kata dia.
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 mengalami perubahan kebijakan anggaran. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, salah satu perubahan itu ialah adanya alokasi dana antisipasi pembayaran untuk korban terdampak lumpur Lapindo.
Manager Advokasi FITRA Apung Widadi setuju kerugian korban Lumpur Lapindo harus dibayar. Namun, ia tidak sepakat bila negara harus ikut campur dalam menyelesaikan utang tersebut.
"Jangan pakai APBN. Itu harus dibayar pakai uang perusahaan, bukan uang negara," tegas Apung di kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu 5 Juni.
Apung mengungkapkan, di nota APBN 2015, PT Lapindo Brantas mendapatkan alokasi dana Rp770 miliar. Tahun ini, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp54 miliar. "Apa mungkin ini bentuk transaksional Partai Golkar setelah merapat ke pemerintah?" tuturnya.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp54,3 miliar untuk pembayaran korban terdampak lumpur Lapindo. Alokasi dana ini telah dimasukkan ke dalam Rancangan Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016.
Anggota Komisi VII Fraksi NasDem Kurtubi menilai hal itu selayaknya tidak perlu dilakukan pemerintah. Pembayaran terhadap korban lapindo merupakan tanggung jawab perusahaan, yakni PT Minarak Lapindo.
"Seyogianya pemerintah tidak mengakomodir, tetapi tidak tahu pemerintah pertimbangannya bagaimana, jadi sebagian menjadi beban APBN. Kalau saya pribadi tidak sepakat," kata Kurtubi kepada
Metrotvnews.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).
Namun, diakui Kurtubi, pengalokasian dana untuk korban sudah diberikan sejak tahun lalu. Saat itu, tambah dia, pemerintah sepakat ada yang dibayarkan perusahaan dan ada yang dibayar pemerintah melalui APBN.
Meski demikian, Kurtubi mengaku tak sepakat dengan kebijakan tersebut. "Kalau saya pribadi berharap mestinya Lapindo bayar dari uang mereka sendiri, tidak mengandalkan APBN," ucap dia.
Anggota Komisi VII Fraksi NasDem Kurtubi--Antara/Hafidz Mubarak.
Anggota Komisi XI Fraksi NasDem Johnny G Plate mengatakan alokasi dana untuk korban Lapindo sudah dianggarkan dalam APBNP 2015 sebesar Rp781 miliar. Tapi sifatnya sebagai dana talangan atau pinjaman.
Namun, kemudian dana tersebut mengalami kekurangan. Pasalnya, dari hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dana yang dibutuhkan sekitar Rp800 miliar atau kurang Rp54,3 miliar.
"Nah kekurangan ini diusulkan lagi di APBNP 2016. Kemarin itu ditanyakan karena kita tidak ingin dana ini menjadi tanggungan pemerintah. Ini harus area yang menjadi tanggungannya Minarak Lapindo," ujar Plate.
Kemudian, kata Plate, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan alokasi dana yang diberikan pemerintah merupakan dana talangan. Sehingga, PT Minarak Lapindo Jaya harus membayar kepada pemerintah.
"Menteri keuangan sudah memastikan, tambahan itu adalah dana talangan atau utang Minarak Lapindo kepada negara yang harus dibayarkan kembali oleh Minarak Lapindo," kata dia.
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 mengalami perubahan kebijakan anggaran. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, salah satu perubahan itu ialah adanya alokasi dana antisipasi pembayaran untuk korban terdampak lumpur Lapindo.
Manager Advokasi FITRA Apung Widadi setuju kerugian korban Lumpur Lapindo harus dibayar. Namun, ia tidak sepakat bila negara harus ikut campur dalam menyelesaikan utang tersebut.
"Jangan pakai APBN. Itu harus dibayar pakai uang perusahaan, bukan uang negara," tegas Apung di kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu 5 Juni.
Apung mengungkapkan, di nota APBN 2015, PT Lapindo Brantas mendapatkan alokasi dana Rp770 miliar. Tahun ini, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp54 miliar. "Apa mungkin ini bentuk transaksional Partai Golkar setelah merapat ke pemerintah?" tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)