medcom.id, Jakarta: Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menyatakan, lembaga yang dibawahinya siap melakukan pengawasan pelaksanaan pilkada serentak 2017. Namun ada satu wilayah yang sulit untuk diawasi oleh pihaknya.
"Terus terang, yang paling berat tantangan kami adalah kampanye di sosial media," kata Muhammad usai pelantikan Plt Gubernur di Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Muhammad menilai, sosial media punya area cakupan luas. Selain itu, pemerintah tak punya aturan yang jelas untuk menjerat mereka yang dianggap melakukan kesalahan, belum ada aturan baku yang mengatur kampanye di sosial media.
Bawaslu, kata dia, sebenarnya punya dua model pengawasan, aktif dan pasif. Model aktif adalah melakukan pengamatan dan pemantauan. Sedangkan model pasif adalah menunggu laporan dari peserta pemilu, pemantau, dan masyarakat yang punya hak pilih.
Meski begitu, Muhammad mengaku punya keterbatasan untuk mengawasi sosial media. Oleh karena itu, Bawaslu pun bekerja sama dengan sejumlah instansi untuk melakukan pengawasan.
Bawaslu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi Informasi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Kepolisian.
"Misalnya ada akun yang sifatnya provokatif dan isu sara, itu polisi yang menindaklanjuti sesuai dengan UU keterbukaan informasi dan UU ITE," jelas Muhammad.
Sosial media menjadi lahan perang baru bagi peserta pilkada serentak. Bagaimana tidak, lahan ini dianggap cukup menjanjikan untuk meraup dukungan dari masyarakat.
Peserta pilkada pun berlomba menyampaikan ide dan gagasan mereka di sosial media. Namun tak jarang, lahan ini juga menjadi arena perang negatif antarpendukung pasangan calon dengan mengeluarkan isu SARA dan kampanye hitam.
medcom.id, Jakarta: Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menyatakan, lembaga yang dibawahinya siap melakukan pengawasan pelaksanaan pilkada serentak 2017. Namun ada satu wilayah yang sulit untuk diawasi oleh pihaknya.
"Terus terang, yang paling berat tantangan kami adalah kampanye di sosial media," kata Muhammad usai pelantikan Plt Gubernur di Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Muhammad menilai, sosial media punya area cakupan luas. Selain itu, pemerintah tak punya aturan yang jelas untuk menjerat mereka yang dianggap melakukan kesalahan, belum ada aturan baku yang mengatur kampanye di sosial media.
Bawaslu, kata dia, sebenarnya punya dua model pengawasan, aktif dan pasif. Model aktif adalah melakukan pengamatan dan pemantauan. Sedangkan model pasif adalah menunggu laporan dari peserta pemilu, pemantau, dan masyarakat yang punya hak pilih.
Meski begitu, Muhammad mengaku punya keterbatasan untuk mengawasi sosial media. Oleh karena itu, Bawaslu pun bekerja sama dengan sejumlah instansi untuk melakukan pengawasan.
Bawaslu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi Informasi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Kepolisian.
"Misalnya ada akun yang sifatnya provokatif dan isu sara, itu polisi yang menindaklanjuti sesuai dengan UU keterbukaan informasi dan UU ITE," jelas Muhammad.
Sosial media menjadi lahan perang baru bagi peserta pilkada serentak. Bagaimana tidak, lahan ini dianggap cukup menjanjikan untuk meraup dukungan dari masyarakat.
Peserta pilkada pun berlomba menyampaikan ide dan gagasan mereka di sosial media. Namun tak jarang, lahan ini juga menjadi arena perang negatif antarpendukung pasangan calon dengan mengeluarkan isu SARA dan kampanye hitam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)