medcom.id, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar disebut sering tidak transparan dalam menjalankan tugasnya. Hal itu terlihat sejak dia menjadi anggota DPR hingga menjadi hakim konstitusi.
Anggota DPR Komisi III, Nasir Djamil, mengatakan, Patrialis sering dikritisi saat menjadi Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan menjabat hakim MK.
Sebab, kinerja Patrialis dianggap tidak transparan. Tindak-tanduk Patrialis kerap bertentangan adab dan aturan pejabat publik. Karena ia kerap berkomunikasi dengan orang-orang dari parpol.
"Pak Patrialis ini dari dulu sering menuai kritik dari berbagai kalangan. Saat masih menjadi menteri di era pak SBY, ia dinilai sebagai sosok yang kurang transparan," kata Nasir di gedung DPR, Kamis (26/1/2016).
Nasir mengaku prihatin dengan penegak hukum yang terjerat kasus korupsi. "Siapapun yang terkena OTT adalah musibah. Karena MK diisi para hakim yang punya sikap negarawan. Kalau ada yang tertangkap ini sebuah keperihan bangsa. Karena MK diharap bisa menjaga integritas," katanya.
Nasir berharap pemerintah mengambil inisiatif untuk mendorong perbaikan MK, terutama pada proses rekrutmen hakim. "Supaya lebih transparan dan melibatkan publik. Bisa juga dengan uji publik," katanya.
Patrialis Akbar diduga termasuk satu dari 11 orang yang ditangkap KPK. Indikasinya, saat rapat permusyawaratan hakim MK digelar hari ini, hanya Patrialis Akbar yang tidak hadir.
Selain Ketua Arief Hidayat, rapat dihadiri Wakil Ketua MK Anwar Usman, dan enam hakim konstitusi: Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo dan Manahan M.P Sitompul.
Jika Patrialis terbukti bersalah, ini kali kedua hakim MK terjerat kasus pidana korupsi. Sebelumnya, KPK juga mengirim Akil Mochtar ke balik jeruji dalam kasus suap terkait putusan sengketa Pilkada. Akil dihukum penjara seumur hidup.
medcom.id, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar disebut sering tidak transparan dalam menjalankan tugasnya. Hal itu terlihat sejak dia menjadi anggota DPR hingga menjadi hakim konstitusi.
Anggota DPR Komisi III, Nasir Djamil, mengatakan, Patrialis sering dikritisi saat menjadi Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan menjabat hakim MK.
Sebab, kinerja Patrialis dianggap tidak transparan. Tindak-tanduk Patrialis kerap bertentangan adab dan aturan pejabat publik. Karena ia kerap berkomunikasi dengan orang-orang dari parpol.
"Pak Patrialis ini dari dulu sering menuai kritik dari berbagai kalangan. Saat masih menjadi menteri di era pak SBY, ia dinilai sebagai sosok yang kurang transparan," kata Nasir di gedung DPR, Kamis (26/1/2016).
Nasir mengaku prihatin dengan penegak hukum yang terjerat kasus korupsi. "Siapapun yang terkena OTT adalah musibah. Karena MK diisi para hakim yang punya sikap negarawan. Kalau ada yang tertangkap ini sebuah keperihan bangsa. Karena MK diharap bisa menjaga integritas," katanya.
Nasir berharap pemerintah mengambil inisiatif untuk mendorong perbaikan MK, terutama pada proses rekrutmen hakim. "Supaya lebih transparan dan melibatkan publik. Bisa juga dengan uji publik," katanya.
Patrialis Akbar diduga termasuk satu dari 11 orang yang ditangkap KPK. Indikasinya, saat rapat permusyawaratan hakim MK digelar hari ini, hanya Patrialis Akbar yang tidak hadir.
Selain Ketua Arief Hidayat, rapat dihadiri Wakil Ketua MK Anwar Usman, dan enam hakim konstitusi: Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo dan Manahan M.P Sitompul.
Jika Patrialis terbukti bersalah, ini kali kedua hakim MK terjerat kasus pidana korupsi. Sebelumnya, KPK juga mengirim Akil Mochtar ke balik jeruji dalam kasus suap terkait putusan sengketa Pilkada. Akil dihukum penjara seumur hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)