medcom.id, Jakarta: Melalui sebuah drama politik yang menegangkan, Kamis malam 20 Juli, Sidang Paripurna DPR akhirnya menyepakati pengambilan keputusan atas lima isu krusial. Enam fraksi partai pendukung pemerintah memenangi voting dengan pilihan paket A, sedangkan empat fraksi nonkoalisi lainnya memilih walk out.
Koalisi politik pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di parlemen (PDIP, Golkar, PPP, NasDem, PKB, dan Hanura) berkukuh mempertahankan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20%. Alhasil, Pemilihan Presiden 2019 bakal lebih simpel. Pencalonan presiden kemungkinan hanya akan diikuti 2-3 kandidat.
Hal ini tentu berbeda jika nihil ambang batas alias 0% seperti yang diperjuangkan empat fraksi (Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN). Pencalonan presiden diperkirakan lebih riuh karena banyak kandidat.
"Pilpres akan lebih ringkas karena terjadi penyederhanaan atau pembatasan jumlah calon," kata peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang, Sumatra Barat, Khairul Fahmi, saat dihubungi kemarin.
Menurut dia, pemerintahan yang mendapat dukungan di parlemen sangat penting untuk kesinambungannya. "Stabilitas presidensial sesungguhnya terletak pada keseimbangan kekuatan pendukung pemerintah dengan parpol di DPR," jelasnya.
Pengamat politik CSIS Arya Fernandes memprediksi maksimal hanya akan ada tiga capres dan cawapres pada Pilpres 2019. "Namun, itu bergantung seberapa solid koalisi parpol pendukung pemerintah. Kalau solid hingga 2019, kemungkinan hanya akan ada dua kandidat yang bertarung. Koalisi pemerintah berhadapan dengan gerbong Gerindra-Demokrat," ujar Arya.
Menurut Arya, skenario dua pasang calon paling memungkinkan jika berkaca pada peta politik saat ini. "Koalisi mungkin solid karena elektabilitas petahana biasanya tinggi pada periode kedua. Partai-partai pendukung akan bertahan karena berharap imbas elektoral bagi partai dengan mendukung Jokowi," ujarnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8ko033rK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Skenario tiga pasang calon memungkinkan jika Demokrat atau Gerindra bisa meyakinkan parpol-parpol di dalam koalisi pemerintahan membelot. Yang paling memungkinkan ialah PAN dibujuk masuk ke gerbong Gerindra atau Demokrat.
"Seandainya PKB dan PPP bisa diyakinkan oleh Demokrat. Dengan begitu, akan ada tiga blok. Blok koalisi yang dipimpin Golkar dan PDIP, oleh Demokrat, dan satu lagi dipimpin Gerindra," kata Arya.
Tidak tersandera
Sekjen PPP Arsul Sani berpendapat PT 20% dalam UU Pemilu akan menghindarkan presiden terpilih 2019 tersandera politik parlemen. Dengan kekuatan 30% itu saja, kata Arsul, Presiden Jokowi di awal pemerintahannya kesulitan mendapatkan tambahan kekuatan parlemen.
"Baru setelah PPP masuk koalisi, kemudian terjadi keseimbangan kekuatan di DPR. Bagaimana jadinya kalau sejak awal PT nol persen?" tutur Arsul Sani di Jakarta, kemarin.
PT 20% artinya partai atau gabungan partai yang ingin mencalonkan presiden 2019 wajib memperoleh minimal 20% kursi di DPR. Dengan demikian, capres 2019 otomatis sudah mengantongi minimal 20% kekuatan politik di parlemen.
Wapres Jusuf Kalla pun mengapresiasi keputusan sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto itu.(Deo/Nur/Gol/Ant/X-4)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Wb7YpenK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Melalui sebuah drama politik yang menegangkan, Kamis malam 20 Juli, Sidang Paripurna DPR akhirnya menyepakati pengambilan keputusan atas lima isu krusial. Enam fraksi partai pendukung pemerintah memenangi voting dengan pilihan paket A, sedangkan empat fraksi nonkoalisi lainnya memilih
walk out.
Koalisi politik pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di parlemen (PDIP, Golkar, PPP, NasDem, PKB, dan Hanura) berkukuh mempertahankan ambang batas pencalonan presiden (
presidential threshold) 20%. Alhasil, Pemilihan Presiden 2019 bakal lebih simpel. Pencalonan presiden kemungkinan hanya akan diikuti 2-3 kandidat.
Hal ini tentu berbeda jika nihil ambang batas alias 0% seperti yang diperjuangkan empat fraksi (Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN). Pencalonan presiden diperkirakan lebih riuh karena banyak kandidat.
"Pilpres akan lebih ringkas karena terjadi penyederhanaan atau pembatasan jumlah calon," kata peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang, Sumatra Barat, Khairul Fahmi, saat dihubungi kemarin.
Menurut dia, pemerintahan yang mendapat dukungan di parlemen sangat penting untuk kesinambungannya. "Stabilitas presidensial sesungguhnya terletak pada keseimbangan kekuatan pendukung pemerintah dengan parpol di DPR," jelasnya.
Pengamat politik CSIS Arya Fernandes memprediksi maksimal hanya akan ada tiga capres dan cawapres pada Pilpres 2019. "Namun, itu bergantung seberapa solid koalisi parpol pendukung pemerintah. Kalau solid hingga 2019, kemungkinan hanya akan ada dua kandidat yang bertarung. Koalisi pemerintah berhadapan dengan gerbong Gerindra-Demokrat," ujar Arya.
Menurut Arya, skenario dua pasang calon paling memungkinkan jika berkaca pada peta politik saat ini. "Koalisi mungkin solid karena elektabilitas petahana biasanya tinggi pada periode kedua. Partai-partai pendukung akan bertahan karena berharap imbas elektoral bagi partai dengan mendukung Jokowi," ujarnya.
Skenario tiga pasang calon memungkinkan jika Demokrat atau Gerindra bisa meyakinkan parpol-parpol di dalam koalisi pemerintahan membelot. Yang paling memungkinkan ialah PAN dibujuk masuk ke gerbong Gerindra atau Demokrat.
"Seandainya PKB dan PPP bisa diyakinkan oleh Demokrat. Dengan begitu, akan ada tiga blok. Blok koalisi yang dipimpin Golkar dan PDIP, oleh Demokrat, dan satu lagi dipimpin Gerindra," kata Arya.
Tidak tersandera
Sekjen PPP Arsul Sani berpendapat PT 20% dalam UU Pemilu akan menghindarkan presiden terpilih 2019 tersandera politik parlemen. Dengan kekuatan 30% itu saja, kata Arsul, Presiden Jokowi di awal pemerintahannya kesulitan mendapatkan tambahan kekuatan parlemen.
"Baru setelah PPP masuk koalisi, kemudian terjadi keseimbangan kekuatan di DPR. Bagaimana jadinya kalau sejak awal PT nol persen?" tutur Arsul Sani di Jakarta, kemarin.
PT 20% artinya partai atau gabungan partai yang ingin mencalonkan presiden 2019 wajib memperoleh minimal 20% kursi di DPR. Dengan demikian, capres 2019 otomatis sudah mengantongi minimal 20% kekuatan politik di parlemen.
Wapres Jusuf Kalla pun mengapresiasi keputusan sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto itu.(Deo/Nur/Gol/Ant/X-4)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)