Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sudah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan MKD bakal menggelar rapat konsultasi dengan seluruh fraksi di DPR, Selasa, 21 November 2017 besok.
"Untuk menyamakan persepsi dan pendapat mengenai masalah hal ini," ujar Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 November 2017.
Dijelaskan Dasco laporan yang masuk ke MKD adalah dugaan pelanggaran etik oleh Novanto pascaditahan KPK. Hal itu, lanjut dia, berbeda dengan kasus Novanto di KPK. "Meskipun, ada keterkaitan antara keduanya. Tapi, enggak bisa (langsung sidang). Ada tata dan caranya tapi yang penting kami satu persepsi dulu besok bagaimana menyikapi hal ini," imbuh dia.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pasal 37 dan 87 mengatur bahwa pergantian pimpinan dewan dapat dilakukan jika pimpinan tersebut tidak melaksanakan tugasnya secara berkelanjutan dan atau selama tiga bulan tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Namun demikian, menurut Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Novanto belum bisa diberhentikan jika status hukumnya belum berkekuatan hukum tetap. Pergantian kepemimpinan bisa dilakukan jika diusulkan oleh Partai Golkar.
"Yang punya kewenangan penuh adalah dari fraksi Partai Golkar, dalam hal ini Partai Golkar sendirilah yang bisa menarik, mengusulkan, dan juga mempertahankan ataupun memang akan menggantinya," jelas dia.
Terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto, Agus mengatakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan MKD. "Kita ketahui di MKD kan seluruh fraksi juga ada, termasuk Golkar. Jadi paling tepat yang punya kewenangan penuh dari Fraksi Golkar," jelasnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, Novanto seharusnya diberhentikan dari jabatan sebagai ketua DPR. Pasalnya, dari sisi etik, sejak diburu KPK di kediamannya hingga 'drama kecelakaan tunggal', Novanto menunjukkan ketidakpatuhan terhadap proses hukum.
"Dari perilaku yang ditunjukkan secara telanjang ke publik, kelihatan betul bagaimana kehormatan DPR justru ditampar sendiri oleh salah seorang yang menjadi Ketua di lembaga DPR tersebut," kata dia.
"Jika etika yang diacu, tampak bahwa tak ada alasan untuk terus membela Setnov hanya karena dia belum berstatus terdakwa," ujar Lucius.
Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sudah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto. Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan MKD bakal menggelar rapat konsultasi dengan seluruh fraksi di DPR, Selasa, 21 November 2017 besok.
"Untuk menyamakan persepsi dan pendapat mengenai masalah hal ini," ujar Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 November 2017.
Dijelaskan Dasco laporan yang masuk ke MKD adalah dugaan pelanggaran etik oleh Novanto pascaditahan KPK. Hal itu, lanjut dia, berbeda dengan kasus Novanto di KPK. "Meskipun, ada keterkaitan antara keduanya. Tapi, enggak bisa (langsung sidang). Ada tata dan caranya tapi yang penting kami satu persepsi dulu besok bagaimana menyikapi hal ini," imbuh dia.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pasal 37 dan 87 mengatur bahwa pergantian pimpinan dewan dapat dilakukan jika pimpinan tersebut tidak melaksanakan tugasnya secara berkelanjutan dan atau selama tiga bulan tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Namun demikian, menurut Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Novanto belum bisa diberhentikan jika status hukumnya belum berkekuatan hukum tetap. Pergantian kepemimpinan bisa dilakukan jika diusulkan oleh Partai Golkar.
"Yang punya kewenangan penuh adalah dari fraksi Partai Golkar, dalam hal ini Partai Golkar sendirilah yang bisa menarik, mengusulkan, dan juga mempertahankan ataupun memang akan menggantinya," jelas dia.
Terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto, Agus mengatakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan MKD. "Kita ketahui di MKD kan seluruh fraksi juga ada, termasuk Golkar. Jadi paling tepat yang punya kewenangan penuh dari Fraksi Golkar," jelasnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, Novanto seharusnya diberhentikan dari jabatan sebagai ketua DPR. Pasalnya, dari sisi etik, sejak diburu KPK di kediamannya hingga 'drama kecelakaan tunggal', Novanto menunjukkan ketidakpatuhan terhadap proses hukum.
"Dari perilaku yang ditunjukkan secara telanjang ke publik, kelihatan betul bagaimana kehormatan DPR justru ditampar sendiri oleh salah seorang yang menjadi Ketua di lembaga DPR tersebut," kata dia.
"Jika etika yang diacu, tampak bahwa tak ada alasan untuk terus membela Setnov hanya karena dia belum berstatus terdakwa," ujar Lucius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)