medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz, Humphrey Djemat, mengimbau pemerintah segera mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktammar Jakarta. Jika itu dilakukan, kata Humphrey, pemerintah sudah taat hukum.
"Jangan sampai dianggap melanggar lagi dalam proses hukum saat ini. Kalau terus-terusan melanggar, apa era (Presiden Joko Widodo) Jokowi hukum dikerdilkan?" ungkap Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2016).
Ia menambahkan, saat ini Jokowi tengah mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai presiden. Apalagi, Jokowi berstatus sebagai tergugat. Presiden juga atasan tergugat I Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan tergugat II Menteri Hukum dan HAM.
Pada proses persidangan nanti, kubu Djan Faridz akan mengajukan mediasi. Dalam mediasi ini, Humprey yakin menang. Keyakinan itu karena kubunya akan mengemukakan suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pemerintah.
Pemerintah dianggap melawan putusan Mahkamah Agung dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. "Kalau semua enggak patuh MA, ada penafsiran lain. Ini kan bisa kacau," tukasnya.
Menurut dia, pengesahan kepengurusan hasil Muktammar Jakarta sudah sesuai dengan putusan MA Nmor 601 Tahun 2015. Putusan MA, lanjutnya, berkekuatan hukum tetap dan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pada Oktober 2015, MA membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengesahkan Surat Keputusan Menkumham tentang kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy. Berdasar Keputusan MA tersebut, Menkumham mencabut SK pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari kemarin.
Menkumham kemudian mengesahkan kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung pada 2011 dengan ketua terpilih Suryadharma Ali dan Romahurmuziy sebagai Sekretaris Jenderal selama enam bulan.
Humphrey menjelaskan, ini merupakan gugatan pertama yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Kubu Djan menuntut ganti rugi sebesar Rp1 triliun atas keputusan pemerintah.
medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz, Humphrey Djemat, mengimbau pemerintah segera mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktammar Jakarta. Jika itu dilakukan, kata Humphrey, pemerintah sudah taat hukum.
"Jangan sampai dianggap melanggar lagi dalam proses hukum saat ini. Kalau terus-terusan melanggar, apa era (Presiden Joko Widodo) Jokowi hukum dikerdilkan?" ungkap Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2016).
Ia menambahkan, saat ini Jokowi tengah mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai presiden. Apalagi, Jokowi berstatus sebagai tergugat. Presiden juga atasan tergugat I Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan tergugat II Menteri Hukum dan HAM.
Pada proses persidangan nanti, kubu Djan Faridz akan mengajukan mediasi. Dalam mediasi ini, Humprey yakin menang. Keyakinan itu karena kubunya akan mengemukakan suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pemerintah.
Pemerintah dianggap melawan putusan Mahkamah Agung dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. "Kalau semua enggak patuh MA, ada penafsiran lain. Ini kan bisa kacau," tukasnya.
Menurut dia, pengesahan kepengurusan hasil Muktammar Jakarta sudah sesuai dengan putusan MA Nmor 601 Tahun 2015. Putusan MA, lanjutnya, berkekuatan hukum tetap dan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pada Oktober 2015, MA membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengesahkan Surat Keputusan Menkumham tentang kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy. Berdasar Keputusan MA tersebut, Menkumham mencabut SK pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari kemarin.
Menkumham kemudian mengesahkan kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung pada 2011 dengan ketua terpilih Suryadharma Ali dan Romahurmuziy sebagai Sekretaris Jenderal selama enam bulan.
Humphrey menjelaskan, ini merupakan gugatan pertama yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Kubu Djan menuntut ganti rugi sebesar Rp1 triliun atas keputusan pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)