medcom.id, Jakarta: Tepat tahun lalu, Joko Widodo atau yang kerap disapa Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) membacakan sumpah dan janji sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Seusai pelantikan di MPR, Jokowi telah mengajak semua komponen bangsa bergotong-royong bekerja membangun bangsa.
Untuk mengetahui evaluasi dan pandangan Presiden ke-7 Republik Indonesia selama setahun memimpin pemerintahan, wartawanMedia Indonesia Henri Siagian, Raja Suhud, Sabam Sinaga, Arif Hulwan, bersama fotografer Ramdani mewawancarai secara khusus Presiden Joko Widodo, Jumat 16 Oktober 2015. Berikut petikannya.
Apa pesan Anda ke masyarakat terhadap jalannya pemerintahan?
Pekerjaan-pekerjaan besar kan memerlukan waktu. Jadi, menyiapkan sebuah fondasi. Kerangka untuk menuju ke sebuah hal yang besar dan baik kan perlu tahapan. Jadi, kalau mau menilai, nanti kalau sudah selesai. Jangan baru buat fondasi, baru separuh, sudah dinilai. Kan sulit. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergerak bersama-sama masuk ke sektor produktif, ke sektor produksi, sehingga ada produktivitas dan kontribusi seluruh masyarakat kepada negara.
Bagaimana dengan pandangan kalau pemerintah lebih proinvestor dan galak kepada rakyat kecil?
Ya enggak, mana sih yang keras. Kita menarik investasi domestik atau dari luar karena kalau hanya mengharapkan dari APBN enggak akan cukup. Itu hanya 20% dari kebutuhan yang kita inginkan. Artinya, yang 80% dari mana? Ya dari swasta, dari dunia usaha, dari investasi. Kalau itu berjalan, ini akan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya.
Kita masih punya 7 juta-8 juta pengangguran. kalau tidak dibuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, siapa yang memberikan pekerjaan?
Pemerintah kan memang tugasnya itu, menyederhanakan izin-izin, memberikan insentif supaya investasi tertarik untuk masuk, arus uang, arus modal juga bisa masuk. Siapa yang bisa membuka lapangan pekerjaannya? Ya dunia usaha.
Memang kami jarang mengangkat sejumlah capaian. Tetapi coba dilihat, kartu Indonesia sehat (KIS) sudah sekitar 88 juta. Kartu Indonesia pintar (KIP) sudah 21 juta.Itu untuk siapa? Anak-anak dari keluarga yang tidak punya. Terus dana keluarga sejahtera untuk 16,5 juta. Itu yang enggak pernah kami gembar-gemborkan.
Kemudian, kredit usaha rakyat, yang dulu bunganya 22%-23%, sekarang jadi 12%, nanti tahun depan bunganya 9%. Memangnya itu untuk siapa? Sekarang (total KUR) Rp30 triliun, tahun depan Rp120 triliun, untuk siapa? Kan enggak pernah diangkat-angkat hal seperti itu.
Tapi kalau ditanyakan ke masyarakat, masyarakat tahu. Coba saja sekali-kali ditanyakan. Kalau saya kan sering ke kampung-kampung, ke desa, ke daerah, pasti ada yang menyampaikan, `Pak terima kasih, sudah ke rumah sakit pakai KARTU SEHAT'. Gratis? `iya, pak'. Siswa juga sama, `sudah, kartu pintarnya sudah kami terima'.
Saya kira, memang banyak yang belum kami sampaikan besar-besaran ke publik. Jadi, memang, pengalihan subsidi BBM kemarin memang banyak dipakai untuk, yang tadi saya sampaikan, kartu sehat, kartu pintar, dana keluarga sejahtera. Itukan yang menikmati siapa? Ya rakyat kecil.Kalau dulu subsidi BBM itu kan 80% untuk yang punya mobil. Kemudian juga dana desa.
Selain itu, ada Dana Desa tuh Rp21 triliun. Tahun depan Rp47 triliun. Dengan pola padat karya, saya kira akan menaikkan daya beli rakyat. Ini kan karena terlambat realisasi saja. Coba kalau Januari sudah bisa, mulai dikerjakan, dampaknya kan kelihatan sekali karena ini padat karya.
Presiden Joko Widodo saat diwawancarai Media Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/10). Foto: Ramdani/MI
Bagaimana evaluasi Anda terhadap Dana Desa yang banyak tersendat?
Ya kan baru pertama, hehehe. Ada yang kaget, ada yang masih menyesuaikan, ada yang harus belajar cara membuat rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes), rencana kerja pembangunan desa (RKPDes), serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Untuk 74 ribu desa, apa gampang memberikan? Itu pun kami potong banyak sekali. RPJMDes enggak usah berlembar-lembar, satu lembar saja cukup. Form-nya kami siapkan. Kalau enggak bisa satu buku.
Berarti di tahun berikut sudah bisa lebih lancar?
Iya ini sebuah barang baru yang tentu saja masih banyak yang harus menyesuaikan, banyak yang harus belajar.
Kalau nanti sudah realisasi, kan bagus sekali. Seperti di Karawang dipakai untuk membuat saluran irigasi, di Padang, Sumatra Barat, dipakai untuk membuat jalan desa.Beli pasirnya di situ, beli batunya dari situ, dipakai untuk pengerasan jalan desa. Uangnya berputar di desa itu terus. Dikerjakan secara padat karya, kan bagus sekali. Artinya masyarakat di desa diberi pekerjaan, dapat income. Saya kira kalau nanti-yang tahun ini Rp21 triliun dan bakal menjadi Rp47 triliun--akan kelihatan banget.
Apalagi, bisa dimulai awal. Itu mau kami atur. Padat karya itu dilakukan saat paceklik, bukan saat musim tanam. Jadi, pada musim tanam padi, waktu menunggu tanaman, atau paceklik, padat karyanya dijalankan. Saya kira ekonomi dan daya beli masyarakat desa akan kelihatan di situ. Namun, itu perlu waktu.
Bagaimana dengan anggapan ada tarik-menarik antara Kementerian Desa dan Kemendagri terkait dana desa?
Enggak ada masalah. Tidak ada tarik-menarik, hehehe. Kan sudah ada surat keputusan bersama (SKB).
Bukankah SKB hanya berlaku hingga akhir tahun. Bagaimana selanjutnya?
Ya, kalau sudah pintar-pintar, ngapain lagi? Aturannya ya itu saja. Ini kan untuk mempercepat pada tahun ini. Kalau tidak ada itu kan lebih-lebih.
Apakah tidak perlu penguatan aturan semisal dengan instruksi presiden (inpres)?
Enggaklah, itu mereka sudah mengerti buat RPJMDes, RKPDes, karena itu amanat undang-undang. Kalau tahun ini sudah bisa, tahun depan pasti sudah lebih bisa. Hanya jumlah uangnya lebih gede. Itu saja. Yang kita ingin uang yang beredar di daerah, di desa itu lebih banyak lagi. Namun, juga bisa memperbaiki infrastruktur di desa. Jalan dan irigasi bisa lebih baik, bisa dipelihara masyarakat desa.
Anda telah menerbitkan paket-paket kebijakan. Bagaimana upaya memastikan pelaksanaannya hingga di level birokrat terkecil?
Ya kami berikan target. Targetnya selesai kapan kan ada targetnya.Misalnya, yang pelayanan 3 jam di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saya beri target pada 26 Oktober harus sudah berjalan. Dikontrol, diawasi, sampai itu berjalan.
Kalau manajemen pengawasannya lemah ya bisa lepas dari target.Namun, kalau kita kan terus mengawasi. Ya itu kenapa kita ke lapangan terus, mengecek terus, supaya tahu kalau ada persoalan-persoalan segera diluruskan lagi.
Bagaimana pantauan Anda terhadap pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur?
Ya berjalan enggak ada masalah.Ya memang awal-awal dulu agak, tetapi yang namanya memulai mesti seperti itu. Namun, sekarang sudah, serapan anggaran target kita 93-94% secara keseluruhan.
Sudah saya sampaikan, September, Oktober itu pasti biasanya serapan anggaran memang ngebutnya memang di situ. Sudah hapal saya. Wong 11 tahun di birokrasi. Ini yang mau kami ubah. Untuk tahun depan, dimulai November ini sudah harus lelang. Jadi, Januari sudah mulai. Begitu di-gedog dewan, langsung tender. Nanti kontraknya, pada 2 Januari, sudah tanda tangan, uang muka keluar, sehingga ekonomi berkesinambungan.
Presiden Joko Widodo saat diwawancarai Media Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/10). Foto: Ramdani/MI
Bagaimana Anda memandang tangan-tangan tak terlihat yang membuat pergolakan harga pangan? Bagaimana penanganan mafia pangan ke depannya?
Ya di semua tempat memang ada tangan-tangan seperti itu, ada spekulan ada yang bermain-main.Tetapi kalau supply dan demand diawasi terus, spekulan-spekulan seperti itu apa masih berani. Contohnya, harga beras yang sudah bergerak naik, ada operasi pasar, siapa yang berani spekulasi? Kemudian sapi kita beli sendiri melalui Badan Urusan Logistik (Bulog). Kalau memang diperlukan seperti itu, pendekatannya kan pendekatan demand dan supply. Namun, tentu saja kalau sudah masuk ke pelanggaran hukum ya langsung ditindak.
Jadi Polri akan dijadikan guard kebijakan pemerintah?
Ya kalau memang melanggar dan pidana bagaimana? Ya tangkap saja to. Kalau enggak seperti itu kok enak banget, memain-mainkan harga pangan. Kalau saya enggak ada ampunlah yang begitu-begitu. Pasti kita kejar. Baik beras, entah sapi, kedelai, semuanya. Kan aturannya ada, kan jelas. Yang menimbun, yang mengganggu supply semuanya ada kok di UU itu kok. Ya kalau melanggar ya gebuk saja toh.
medcom.id, Jakarta: Tepat tahun lalu, Joko Widodo atau yang kerap disapa Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) membacakan sumpah dan janji sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Seusai pelantikan di MPR, Jokowi telah mengajak semua komponen bangsa bergotong-royong bekerja membangun bangsa.
Untuk mengetahui evaluasi dan pandangan Presiden ke-7 Republik Indonesia selama setahun memimpin pemerintahan, wartawan
Media Indonesia Henri Siagian,
Raja Suhud,
Sabam Sinaga,
Arif Hulwan, bersama fotografer
Ramdani mewawancarai secara khusus Presiden Joko Widodo, Jumat 16 Oktober 2015. Berikut petikannya.
Apa pesan Anda ke masyarakat terhadap jalannya pemerintahan?
Pekerjaan-pekerjaan besar kan memerlukan waktu. Jadi, menyiapkan sebuah fondasi. Kerangka untuk menuju ke sebuah hal yang besar dan baik kan perlu tahapan. Jadi, kalau mau menilai, nanti kalau sudah selesai. Jangan baru buat fondasi, baru separuh, sudah dinilai. Kan sulit. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergerak bersama-sama masuk ke sektor produktif, ke sektor produksi, sehingga ada produktivitas dan kontribusi seluruh masyarakat kepada negara.
Bagaimana dengan pandangan kalau pemerintah lebih proinvestor dan galak kepada rakyat kecil?
Ya enggak, mana sih yang keras. Kita menarik investasi domestik atau dari luar karena kalau hanya mengharapkan dari APBN enggak akan cukup. Itu hanya 20% dari kebutuhan yang kita inginkan. Artinya, yang 80% dari mana? Ya dari swasta, dari dunia usaha, dari investasi. Kalau itu berjalan, ini akan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya.
Kita masih punya 7 juta-8 juta pengangguran. kalau tidak dibuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, siapa yang memberikan pekerjaan?
Pemerintah kan memang tugasnya itu, menyederhanakan izin-izin, memberikan insentif supaya investasi tertarik untuk masuk, arus uang, arus modal juga bisa masuk. Siapa yang bisa membuka lapangan pekerjaannya? Ya dunia usaha.
Memang kami jarang mengangkat sejumlah capaian. Tetapi coba dilihat, kartu Indonesia sehat (KIS) sudah sekitar 88 juta. Kartu Indonesia pintar (KIP) sudah 21 juta.Itu untuk siapa? Anak-anak dari keluarga yang tidak punya. Terus dana keluarga sejahtera untuk 16,5 juta. Itu yang enggak pernah kami gembar-gemborkan.
Kemudian, kredit usaha rakyat, yang dulu bunganya 22%-23%, sekarang jadi 12%, nanti tahun depan bunganya 9%. Memangnya itu untuk siapa? Sekarang (total KUR) Rp30 triliun, tahun depan Rp120 triliun, untuk siapa? Kan enggak pernah diangkat-angkat hal seperti itu.
Tapi kalau ditanyakan ke masyarakat, masyarakat tahu. Coba saja sekali-kali ditanyakan. Kalau saya kan sering ke kampung-kampung, ke desa, ke daerah, pasti ada yang menyampaikan, `Pak terima kasih, sudah ke rumah sakit pakai KARTU SEHAT'. Gratis? `iya, pak'. Siswa juga sama, `sudah, kartu pintarnya sudah kami terima'.
Saya kira, memang banyak yang belum kami sampaikan besar-besaran ke publik. Jadi, memang, pengalihan subsidi BBM kemarin memang banyak dipakai untuk, yang tadi saya sampaikan, kartu sehat, kartu pintar, dana keluarga sejahtera. Itukan yang menikmati siapa? Ya rakyat kecil.Kalau dulu subsidi BBM itu kan 80% untuk yang punya mobil. Kemudian juga dana desa.
Selain itu, ada Dana Desa tuh Rp21 triliun. Tahun depan Rp47 triliun. Dengan pola padat karya, saya kira akan menaikkan daya beli rakyat. Ini kan karena terlambat realisasi saja. Coba kalau Januari sudah bisa, mulai dikerjakan, dampaknya kan kelihatan sekali karena ini padat karya.
Presiden Joko Widodo saat diwawancarai Media Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/10). Foto: Ramdani/MI
Bagaimana evaluasi Anda terhadap Dana Desa yang banyak tersendat?
Ya kan baru pertama, hehehe. Ada yang kaget, ada yang masih menyesuaikan, ada yang harus belajar cara membuat rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes), rencana kerja pembangunan desa (RKPDes), serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Untuk 74 ribu desa, apa gampang memberikan? Itu pun kami potong banyak sekali. RPJMDes enggak usah berlembar-lembar, satu lembar saja cukup. Form-nya kami siapkan. Kalau enggak bisa satu buku.
Berarti di tahun berikut sudah bisa lebih lancar?
Iya ini sebuah barang baru yang tentu saja masih banyak yang harus menyesuaikan, banyak yang harus belajar.
Kalau nanti sudah realisasi, kan bagus sekali. Seperti di Karawang dipakai untuk membuat saluran irigasi, di Padang, Sumatra Barat, dipakai untuk membuat jalan desa.Beli pasirnya di situ, beli batunya dari situ, dipakai untuk pengerasan jalan desa. Uangnya berputar di desa itu terus. Dikerjakan secara padat karya, kan bagus sekali. Artinya masyarakat di desa diberi pekerjaan, dapat income. Saya kira kalau nanti-yang tahun ini Rp21 triliun dan bakal menjadi Rp47 triliun--akan kelihatan banget.
Apalagi, bisa dimulai awal. Itu mau kami atur. Padat karya itu dilakukan saat paceklik, bukan saat musim tanam. Jadi, pada musim tanam padi, waktu menunggu tanaman, atau paceklik, padat karyanya dijalankan. Saya kira ekonomi dan daya beli masyarakat desa akan kelihatan di situ. Namun, itu perlu waktu.
Bagaimana dengan anggapan ada tarik-menarik antara Kementerian Desa dan Kemendagri terkait dana desa?
Enggak ada masalah. Tidak ada tarik-menarik, hehehe. Kan sudah ada surat keputusan bersama (SKB).
Bukankah SKB hanya berlaku hingga akhir tahun. Bagaimana selanjutnya?
Ya, kalau sudah pintar-pintar, ngapain lagi? Aturannya ya itu saja. Ini kan untuk mempercepat pada tahun ini. Kalau tidak ada itu kan lebih-lebih.
Apakah tidak perlu penguatan aturan semisal dengan instruksi presiden (inpres)?
Enggaklah, itu mereka sudah mengerti buat RPJMDes, RKPDes, karena itu amanat undang-undang. Kalau tahun ini sudah bisa, tahun depan pasti sudah lebih bisa. Hanya jumlah uangnya lebih gede. Itu saja. Yang kita ingin uang yang beredar di daerah, di desa itu lebih banyak lagi. Namun, juga bisa memperbaiki infrastruktur di desa. Jalan dan irigasi bisa lebih baik, bisa dipelihara masyarakat desa.
Anda telah menerbitkan paket-paket kebijakan. Bagaimana upaya memastikan pelaksanaannya hingga di level birokrat terkecil?
Ya kami berikan target. Targetnya selesai kapan kan ada targetnya.Misalnya, yang pelayanan 3 jam di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saya beri target pada 26 Oktober harus sudah berjalan. Dikontrol, diawasi, sampai itu berjalan.
Kalau manajemen pengawasannya lemah ya bisa lepas dari target.Namun, kalau kita kan terus mengawasi. Ya itu kenapa kita ke lapangan terus, mengecek terus, supaya tahu kalau ada persoalan-persoalan segera diluruskan lagi.
Bagaimana pantauan Anda terhadap pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur?
Ya berjalan enggak ada masalah.Ya memang awal-awal dulu agak, tetapi yang namanya memulai mesti seperti itu. Namun, sekarang sudah, serapan anggaran target kita 93-94% secara keseluruhan.
Sudah saya sampaikan, September, Oktober itu pasti biasanya serapan anggaran memang ngebutnya memang di situ. Sudah hapal saya. Wong 11 tahun di birokrasi. Ini yang mau kami ubah. Untuk tahun depan, dimulai November ini sudah harus lelang. Jadi, Januari sudah mulai. Begitu di-gedog dewan, langsung tender. Nanti kontraknya, pada 2 Januari, sudah tanda tangan, uang muka keluar, sehingga ekonomi berkesinambungan.
Presiden Joko Widodo saat diwawancarai Media Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (16/10). Foto: Ramdani/MI
Bagaimana Anda memandang tangan-tangan tak terlihat yang membuat pergolakan harga pangan? Bagaimana penanganan mafia pangan ke depannya?
Ya di semua tempat memang ada tangan-tangan seperti itu, ada spekulan ada yang bermain-main.Tetapi kalau supply dan demand diawasi terus, spekulan-spekulan seperti itu apa masih berani. Contohnya, harga beras yang sudah bergerak naik, ada operasi pasar, siapa yang berani spekulasi? Kemudian sapi kita beli sendiri melalui Badan Urusan Logistik (Bulog). Kalau memang diperlukan seperti itu, pendekatannya kan pendekatan demand dan supply. Namun, tentu saja kalau sudah masuk ke pelanggaran hukum ya langsung ditindak.
Jadi Polri akan dijadikan guard kebijakan pemerintah?
Ya kalau memang melanggar dan pidana bagaimana? Ya tangkap saja to. Kalau enggak seperti itu kok enak banget, memain-mainkan harga pangan. Kalau saya enggak ada ampunlah yang begitu-begitu. Pasti kita kejar. Baik beras, entah sapi, kedelai, semuanya. Kan aturannya ada, kan jelas. Yang menimbun, yang mengganggu supply semuanya ada kok di UU itu kok. Ya kalau melanggar ya gebuk saja toh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)