medcom.id, Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan memutuskan nasib Ketua DPR RI Setya Novanto. Banyak pihak menuntut Novanto dipecat sebagai orang nomor satu di lembaga legislatif tersebut.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai, akan terjadi krisis politik jika Novanto dinyatakan tidak bersalah dalam pengadilan etik di MKD. Menurutnya, kasus 'Papa Minta Saham' merusak hubungan antara eksekutif dan legislatif.
"Ini kita akan mengalami krisis politik yang cukup besar. Kenapa demikian? Hubungan antara ketua DPR dengan Presiden itu sudah didasari ketidakpercayaan," kata Ikrar dalam acara Bincang Pagi Metro TV, Rabu (16/12/2015).
Ikrar menuturkan, ketidakpercayaan antara lembaga eksekutif dan legislatif sudah mulai terlihat, seperti keluarnya pernyataan keras Joko Widodo yang tidak menerima namanya dicatut. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap, Ketua DPR RI sudah tidak ada.
Ikrar tidak bisa membayangkan hubungan komunikasi politik lembaga legislatif dengan lembaga tinggi lainya, jika partai Golkar dan koalisi KMP masih tetap berusaha mempertahankan Novanto sebagai ketua DPR. Sebab, kepercayaan kepada Novanto dinilai sudah tidak ada.
"Anda bisa bayangkan bagaimana nanti komunikasi di lembaga tinggi negara, kalau seorang ketua DPR tidak dianggap baik oleh Presiden dan Wapres," ujar dia.
Sidang MKD (MI.Susanto)
Hari ini, MKD akan mengambil keputusan dalam kasus pelanggaran etik Setya Novanto. MKD sebelumnya sudah menggelar sidang lebih dari dua pekan terkait kasus ini. Dugaan pelanggaran ini bermula dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Novanto ke MKD pada 16 November 2015.
Sudirman melaporkan Novanto menggelar pertemuan dengan pengusaha M. Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam pertemuan itu, jabatan presiden dan wakil presiden dibawa-bawa dan disebut akan diberi jatah saham 20 persen dengan pembangian 11 persen untuk presiden via Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan sembilan persen untuk wakil presiden.
MKD kemudian memroses dengan memerika Sudirman Said, Maroef Sjamsoeddin, Novanto dan terakhir Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, proses menuju pemeriksaan diwarnai drama politik mulai dari mempermasalahkan kedudukan Sudirman sebagai pelapor, pergantian anggota MKD, hingga kedatangan pimpinan dan anggota MKD dalam konferensi pers Luhut menjelang pemeriksaan.
Luhut dan 3 Anggota MKD dari Golkar (Ant.Wahyu Putro)
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan memutuskan nasib Ketua DPR RI Setya Novanto. Banyak pihak menuntut Novanto dipecat sebagai orang nomor satu di lembaga legislatif tersebut.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai, akan terjadi krisis politik jika Novanto dinyatakan tidak bersalah dalam pengadilan etik di MKD. Menurutnya, kasus 'Papa Minta Saham' merusak hubungan antara eksekutif dan legislatif.
"Ini kita akan mengalami krisis politik yang cukup besar. Kenapa demikian? Hubungan antara ketua DPR dengan Presiden itu sudah didasari ketidakpercayaan," kata Ikrar dalam acara B
incang Pagi Metro TV, Rabu (16/12/2015).
Ikrar menuturkan, ketidakpercayaan antara lembaga eksekutif dan legislatif sudah mulai terlihat, seperti keluarnya pernyataan keras Joko Widodo yang tidak menerima namanya dicatut. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap, Ketua DPR RI sudah tidak ada.
Ikrar tidak bisa membayangkan hubungan komunikasi politik lembaga legislatif dengan lembaga tinggi lainya, jika partai Golkar dan koalisi KMP masih tetap berusaha mempertahankan Novanto sebagai ketua DPR. Sebab, kepercayaan kepada Novanto dinilai sudah tidak ada.
"Anda bisa bayangkan bagaimana nanti komunikasi di lembaga tinggi negara, kalau seorang ketua DPR tidak dianggap baik oleh Presiden dan Wapres," ujar dia.
Sidang MKD (MI.Susanto)
Hari ini, MKD akan mengambil keputusan dalam kasus pelanggaran etik Setya Novanto. MKD sebelumnya sudah menggelar sidang lebih dari dua pekan terkait kasus ini. Dugaan pelanggaran ini bermula dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Novanto ke MKD pada 16 November 2015.
Sudirman melaporkan Novanto menggelar pertemuan dengan pengusaha M. Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam pertemuan itu, jabatan presiden dan wakil presiden dibawa-bawa dan disebut akan diberi jatah saham 20 persen dengan pembangian 11 persen untuk presiden via Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan sembilan persen untuk wakil presiden.
MKD kemudian memroses dengan memerika Sudirman Said, Maroef Sjamsoeddin, Novanto dan terakhir Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, proses menuju pemeriksaan diwarnai drama politik mulai dari mempermasalahkan kedudukan Sudirman sebagai pelapor, pergantian anggota MKD, hingga kedatangan pimpinan dan anggota MKD dalam konferensi pers Luhut menjelang pemeriksaan.
Luhut dan 3 Anggota MKD dari Golkar (Ant.Wahyu Putro) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(TII)