Jakarta: Keputusan Airlangga Hartarto mundur sebagai ketua umum (ketum) Partai Golkar mengundang sejumlah tanya. Banyak yang berspekulasi mengenai pengunduran dirinya itu.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menghormati keputusan Airlangga. Menurut dia, keputusan mundur Airlangga merupakan hak dan pilihan pribadi.
"Dewan Pembina merasa prihatin, tetapi memahami keputusan yang diambil Airlangga untuk mundur dari posisi ketua umum," kata Aburizal melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu, 11 Agustus 2024.
Aburizal mengapresiasi keputusan Airlangga yang ingin mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun kelompok. "Airlangga ingin fokus di pemerintahan sebagai Menko Perekonomian mengingat tantangan ekonomi dunia ke depan semakin kompleks," ujar dia.
Aburizal mengakui kinerja Airlangga kinclong. Terutama saat membawa Golkar meraih hasil positif pada Pemilu Presiden dan Legislatif 2024.
"Airlangga berhasil meningkatkan kursi DPR dari 85 menjadi 102 atau 18 persen suara," kata Aburizal.
Di bawah Airlangga, lanjut dia, Golkar juga mampu membawa pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Timbul tanda tanya
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan pengunduran diri Airlangga sebagai ketua umum Golkar menimbulkan tanda tanya. Banyak orang juga kaget.
"Pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub (musyawarah nasional luar biasa) itu tak pernah sukses ya," kata Adi dikutip dari Antara.
Menurut dia, pengunduran diri tersebut berbanding terbalik dengan kepemimpinan Airlangga di Partai Golkar yang membuat perolehan kursi pada Pemilu 2024 meningkat. Walaupun demikian, Adi mengatakan mundurnya Airlangga membuat pergantian kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.
Sebelumnya, kata dia, sempat terjadi konflik internal saat Setya Novanto (Setnov) terpilih untuk menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.
"Ketua Umum Partai Golkar sebelum Airlangga, Setnov, itu jadi Ketum Partai Golkar di tengah konflik internal Golkar pada saat itu. Kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono," kata Adi.
Dia juga mengingatkan Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada saat Setnov berurusan dengan permasalahan hukum. Bahkan, pada 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak, harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla.
Jakarta: Keputusan
Airlangga Hartarto mundur sebagai ketua umum (ketum)
Partai Golkar mengundang sejumlah tanya. Banyak yang berspekulasi mengenai pengunduran dirinya itu.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menghormati keputusan Airlangga. Menurut dia, keputusan mundur Airlangga merupakan hak dan pilihan pribadi.
"Dewan Pembina merasa prihatin, tetapi memahami keputusan yang diambil Airlangga untuk mundur dari posisi ketua umum," kata Aburizal melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu, 11 Agustus 2024.
Aburizal mengapresiasi keputusan Airlangga yang ingin mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun kelompok. "Airlangga ingin fokus di pemerintahan sebagai Menko Perekonomian mengingat tantangan ekonomi dunia ke depan semakin kompleks," ujar dia.
Aburizal mengakui kinerja Airlangga kinclong. Terutama saat membawa Golkar meraih hasil positif pada Pemilu Presiden dan Legislatif 2024.
"Airlangga berhasil meningkatkan kursi DPR dari 85 menjadi 102 atau 18 persen suara," kata Aburizal.
Di bawah Airlangga, lanjut dia, Golkar juga mampu membawa pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Timbul tanda tanya
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan pengunduran diri Airlangga sebagai ketua umum Golkar menimbulkan tanda tanya. Banyak orang juga kaget.
"Pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub (musyawarah nasional luar biasa) itu tak pernah sukses ya," kata Adi dikutip dari
Antara.
Menurut dia, pengunduran diri tersebut berbanding terbalik dengan kepemimpinan Airlangga di Partai Golkar yang membuat perolehan kursi pada Pemilu 2024 meningkat. Walaupun demikian, Adi mengatakan mundurnya Airlangga membuat pergantian kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.
Sebelumnya, kata dia, sempat terjadi konflik internal saat Setya Novanto (Setnov) terpilih untuk menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.
"Ketua Umum Partai Golkar sebelum Airlangga, Setnov, itu jadi Ketum Partai Golkar di tengah konflik internal Golkar pada saat itu. Kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono," kata Adi.
Dia juga mengingatkan Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada saat Setnov berurusan dengan permasalahan hukum. Bahkan, pada 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak, harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)