Jakarta: Sistem satu orang satu suara atau one man one vote dalam demokrasi disebut membawa efek samping. Sistem tersebut menciptakan kelompok-kelompok yang akhirnya berpotensi menimbulkan intoleransi.
“Dengan adanya one man one vote terjadi pengelompokan, karena kelompok ini harus menang maka terjadi intoleran,” kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milenial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Fenomena itu muncul ketika satu kelompok merasa lebih benar dibanding kelompok lainnya. Sementara itu, kelompok lainnya merasa diperlakukan tidak adil.
“Dari intoleran sudah pasti dia akan radikal, ujungnya pasti teroris,” ujar Soleman.
Soleman menyebut biasanya intoleransi muncul ketika panggung politik dikaitkan dengan agama. Elemen itu dipakai untuk menyatukan suara pendukung atau kohesif. Bahkan, membuat ketakutan atau teror untuk mempertahankan anggota kelompoknya.
“Tentunya dia akan menyalahkan kelompok lain supaya anggotanya tidak lari ke (kelompok) sana. Di sanalah terjadi ketidakadilan dan tidak ada toleransi,” papar dia.
Jakarta: Sistem satu orang satu suara atau
one man one vote dalam demokrasi disebut membawa efek samping. Sistem tersebut menciptakan kelompok-kelompok yang akhirnya berpotensi menimbulkan intoleransi.
“Dengan adanya
one man one vote terjadi pengelompokan, karena kelompok ini harus menang maka terjadi intoleran,” kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto dalam diskusi virtual
Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milenial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Fenomena itu muncul ketika satu kelompok merasa lebih benar dibanding kelompok lainnya. Sementara itu, kelompok lainnya merasa diperlakukan tidak adil.
“Dari intoleran sudah pasti dia akan radikal, ujungnya pasti
teroris,” ujar Soleman.
Soleman menyebut biasanya intoleransi muncul ketika panggung politik dikaitkan dengan agama. Elemen itu dipakai untuk menyatukan suara pendukung atau kohesif. Bahkan, membuat ketakutan atau teror untuk mempertahankan anggota kelompoknya.
“Tentunya dia akan menyalahkan kelompok lain supaya anggotanya tidak lari ke (kelompok) sana. Di sanalah terjadi ketidakadilan dan tidak ada toleransi,” papar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)