Jakarta: Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sebab, pengesahan bakal beleid tersebut sesuai anjuran agama.
"Kita berangkat berdasarkan agama Islam yang mengatur larangan kekerasan seksual yang kita ambil dari (surat) An-Nur ayat 33," kata Ketua Umum (Ketum) Fatayat NU Anggia Emarini dalam Diskusi Denpasar 12 bertemakan Mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dalam Prolegnas 2021, Rabu, 21 Juli 2021.
Berikut terjemahan surat An-Nur ayat 33: "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu".
Baca: RUU PKS Sepenuhnya Didasari Pancasila
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bansa (PKB) itu menyebut kekerasan seksual tak hanya rentan bagi wanita remaja dan dewasa. Anak-anak juga masuk kelompok rentan mengalami kekerasan seksual.
"Saat bicara anak ini tidak hanya terbatas kepada perempuan. Laki-laki pun rentan menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Anggia.
Dia menyebut ancaman kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja. Bahkan di tempat yang dinilai aman sekalipun.
"Anak-anak di mana pun berada rentan mengalami kekerasan seksual, di rumah, di sekolah pun menutup kemungkinan bisa mengalami kekerasan seksual," sebut dia.
Selain itu, kekerasan seksual juga bisa terjadi tanpa bertemu langsung. Sebab, anak zaman sekarang mudah mengakses teknologi internet.
"Hari ini kita tahu akses internet kepada anak cukup mudah sehingga kemudian kekerasan seksual bisa terjadi melalui online," ujar dia.
Jakarta: Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sebab, pengesahan bakal beleid tersebut sesuai anjuran agama.
"Kita berangkat berdasarkan agama Islam yang mengatur larangan kekerasan seksual yang kita ambil dari (surat) An-Nur ayat 33," kata Ketua Umum (Ketum) Fatayat NU Anggia Emarini dalam Diskusi Denpasar 12 bertemakan Mengawal
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dalam Prolegnas 2021, Rabu, 21 Juli 2021.
Berikut terjemahan surat An-Nur ayat 33:
"Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu".
Baca:
RUU PKS Sepenuhnya Didasari Pancasila
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bansa (PKB) itu menyebut kekerasan seksual tak hanya rentan bagi wanita remaja dan dewasa. Anak-anak juga masuk kelompok rentan mengalami kekerasan seksual.
"Saat bicara anak ini tidak hanya terbatas kepada perempuan. Laki-laki pun rentan menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Anggia.
Dia menyebut ancaman kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja. Bahkan di tempat yang dinilai aman sekalipun.
"Anak-anak di mana pun berada rentan mengalami kekerasan seksual, di rumah, di sekolah pun menutup kemungkinan bisa mengalami kekerasan seksual," sebut dia.
Selain itu, kekerasan seksual juga bisa terjadi tanpa bertemu langsung. Sebab, anak zaman sekarang mudah mengakses teknologi internet.
"Hari ini kita tahu akses internet kepada anak cukup mudah sehingga kemudian kekerasan seksual bisa terjadi melalui online," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)