Jakarta: Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) akan menjadi pembicara dalam pertemuan tingkat tinggi antar agama di Vatikan, Italia. Gus Yahya ingin menyoroti peran agama-agama dalam penyelesaian konflik di berbagai negara.
Gus Yahya menjelaskan, pada hakikatnya agama diturunkan sebagai anugerah Tuhan untuk menolong umat manusia dalam mencari jalan keluar dari sumber masalah. Namun, dalam perjalanannya, agama direduksi oleh para pemeluknya menjadi sekadar identitas kelompok dan dijadikan alasan untuk bersaing atau bertarung dengan kelompok lain.
“Pada titik itulah, agama menjadi sumber konflik. Sebab itu, kita harus memerdekakan agama dari jerat posisi sebagai sumber masalah dan mengembalikannya kepada tujuan hakiki sebagai landasan untuk memecahkan masalah,” kata Gus Yahya di Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini mengatakan, dialog antaragama tidak hanya berhenti dengan bertukar kata-kata manis dari kutipan-kutipan kitab dan pernyataan tokoh-tokoh suci. Ia menegaskan, umat manusia sudah menunggu para tokoh agama bicara jujur tentang masalah-masalah yang tengah terjadi saat ini.
"Termasuk permusuhan dan konflik yang bengis di antara kelompok-kelompok berbeda agama,” ujar Gus Yahya.
Bagi Yahya, forum yang akan digelar pada 14-17 Januari 2020 ini amat penting. Tokoh-tokoh lintas agama akan bertatap muka dan menyampaikan pandangannya dari perspektif masing-masing.
"Tokoh-tokoh dari tiga agama Ibrahim (Islam, Kristen, dan Yahudi) akan bertemu dan bermusyawarah untuk membangun gerakan bersama bagi perdamaian," ucap Gus Yahya.
Masing-masing agama akan diwakili enam orang tokoh. Dari kalangan Islam, selain KH Yahya Cholil Staquf, akan hadir Syaikh Abdul Karim Khasawneh, Grand Mufti Yordania; Syaikh Abdullah Bin Bayah dari Dewan Fatwa Uni Emirat Arab; Sayyed Yousif Al Khoei, Direktur Pusat Studi Akademik Syiah di Inggris; Imam Hassan Qazwini dari Institut Islam Amerika di Michigan; dan Dr Ingrid Mattson, profesor dari University of Western Ontario, Kanada.
Sedangkan kalangan Kristen diwakili Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot, Presiden Pontifical Council for Interreligious Dialogue (Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama) dan Duta Besar World Evangelical Alliance untuk Vatikan dan untuk Humanitarian Islam, Thomas K. Johnson,.
Kalangan Yahudi akan diwakili Chief Rabbi David Rosen, Direktur Internasional untuk Masalah-masalah Agama dari American Jewish Committee beserta sejumlah Rabbi senior dari Amerika, Italia, dan lain-lain.
Gus Yahya akan membawa wawasan tentang cita-cita peradaban mulia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, beserta rencana-rencana strategis yang telah dibangun di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Pertemuan kali ini diinisiasi oleh Multi-Faith Neighbours Network atau Jaringan Tetangga Antaragama. Sebuah organisasi Amerika yang diawaki oleh Imam Mohamed Magid, yang merupakan Imam Eksekutif All Dulles Area Muslim Society (ADAMS) Center (Pusat Komunitas Muslim Wilayah Dulles) di Sterling, Virginia, AS.
Selain itu, ada Pastor Bob Roberts, pendiri Gereja Northwood di Keller, Texas, AS; dan Rabbi David Saperstein, Presiden World Union for Progressive Judaism (Perserikatan Yahudi Progresif Seluruh Dunia)
Penyelenggara menyatakan bahwa partisipasi Gus Yahya dalam pertemuan tingkat tinggi ini mutlak diperlukan. Dalam surat undangannya, Pastor Bob Roberts atas nama Multi-Faith Neighbours Network mengatakan, kepemimpinan Gus Yahya yang mendunia dalam humanitarian Islam dan kegigihannya untuk mewujudkan tindakan-tindakan nyata akan sangat memperkaya Abrahamic Faiths Initiative serta implementasi dan dampak global.
Selain itu, pemerintah Amerika Serikat yang ikut mendukung inisiatif ini merasa perlu untuk meminta secara langsung kehadiran Gus Yahya. Samuel D. Brownback, Duta Besar Keliling Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama, mengirim surat pribadi kepada Gus Yahya dan berharap Gus Yahya dapat bergabung untuk mendiskusikan agama-agama sebagai landasan menuju perdamaian.
Jakarta: Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) akan menjadi pembicara dalam pertemuan tingkat tinggi antar agama di Vatikan, Italia. Gus Yahya ingin menyoroti peran agama-agama dalam penyelesaian konflik di berbagai negara.
Gus Yahya menjelaskan, pada hakikatnya agama diturunkan sebagai anugerah Tuhan untuk menolong umat manusia dalam mencari jalan keluar dari sumber masalah. Namun, dalam perjalanannya, agama direduksi oleh para pemeluknya menjadi sekadar identitas kelompok dan dijadikan alasan untuk bersaing atau bertarung dengan kelompok lain.
“Pada titik itulah, agama menjadi sumber konflik. Sebab itu, kita harus memerdekakan agama dari jerat posisi sebagai sumber masalah dan mengembalikannya kepada tujuan hakiki sebagai landasan untuk memecahkan masalah,” kata Gus Yahya di Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini mengatakan, dialog antaragama tidak hanya berhenti dengan bertukar kata-kata manis dari kutipan-kutipan kitab dan pernyataan tokoh-tokoh suci. Ia menegaskan, umat manusia sudah menunggu para tokoh agama bicara jujur tentang masalah-masalah yang tengah terjadi saat ini.
"Termasuk permusuhan dan konflik yang bengis di antara kelompok-kelompok berbeda agama,” ujar Gus Yahya.
Bagi Yahya, forum yang akan digelar pada 14-17 Januari 2020 ini amat penting. Tokoh-tokoh lintas agama akan bertatap muka dan menyampaikan pandangannya dari perspektif masing-masing.
"Tokoh-tokoh dari tiga agama Ibrahim (Islam, Kristen, dan Yahudi) akan bertemu dan bermusyawarah untuk membangun gerakan bersama bagi perdamaian," ucap Gus Yahya.
Masing-masing agama akan diwakili enam orang tokoh. Dari kalangan Islam, selain KH Yahya Cholil Staquf, akan hadir Syaikh Abdul Karim Khasawneh, Grand Mufti Yordania; Syaikh Abdullah Bin Bayah dari Dewan Fatwa Uni Emirat Arab; Sayyed Yousif Al Khoei, Direktur Pusat Studi Akademik Syiah di Inggris; Imam Hassan Qazwini dari Institut Islam Amerika di Michigan; dan Dr Ingrid Mattson, profesor dari University of Western Ontario, Kanada.
Sedangkan kalangan Kristen diwakili Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot, Presiden
Pontifical Council for Interreligious Dialogue (Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama) dan Duta Besar
World Evangelical Alliance untuk Vatikan dan untuk Humanitarian Islam, Thomas K. Johnson,.
Kalangan Yahudi akan diwakili Chief Rabbi David Rosen, Direktur Internasional untuk Masalah-masalah Agama dari American Jewish Committee beserta sejumlah Rabbi senior dari Amerika, Italia, dan lain-lain.
Gus Yahya akan membawa wawasan tentang cita-cita peradaban mulia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, beserta rencana-rencana strategis yang telah dibangun di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Pertemuan kali ini diinisiasi oleh
Multi-Faith Neighbours Network atau Jaringan Tetangga Antaragama. Sebuah organisasi Amerika yang diawaki oleh Imam Mohamed Magid, yang merupakan Imam Eksekutif
All Dulles Area Muslim Society (ADAMS)
Center (Pusat Komunitas Muslim Wilayah Dulles) di Sterling, Virginia, AS.
Selain itu, ada Pastor Bob Roberts, pendiri Gereja Northwood di Keller, Texas, AS; dan Rabbi David Saperstein, Presiden
World Union for Progressive Judaism (Perserikatan Yahudi Progresif Seluruh Dunia)
Penyelenggara menyatakan bahwa partisipasi Gus Yahya dalam pertemuan tingkat tinggi ini mutlak diperlukan. Dalam surat undangannya, Pastor Bob Roberts atas nama
Multi-Faith Neighbours Network mengatakan, kepemimpinan Gus Yahya yang mendunia dalam humanitarian Islam dan kegigihannya untuk mewujudkan tindakan-tindakan nyata akan sangat memperkaya
Abrahamic Faiths Initiative serta implementasi dan dampak global.
Selain itu, pemerintah Amerika Serikat yang ikut mendukung inisiatif ini merasa perlu untuk meminta secara langsung kehadiran Gus Yahya. Samuel D. Brownback, Duta Besar Keliling Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama, mengirim surat pribadi kepada Gus Yahya dan berharap Gus Yahya dapat bergabung untuk mendiskusikan agama-agama sebagai landasan menuju perdamaian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)