Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang menteri dan para pejabat untuk melakukan buka puasa bersama. Larangan itu, menurut pakar semiotika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Acep Iwan Saidi, sulit untuk diserap nalar.
"Sulit menalari perintah ini," kata Acep dikutip dari unggahan Acep di akun Instagram miliknya @acep_iwansaidi, Jumat, 24 Maret 2023.
Setidaknya ada dua hal yang dia kemukakan:
Pertama, Tidak ada dalil agama yang dijadikan rujukan. Sebab ini terkait dengan tradisi tradisi yang berhubungan dengan ibadah.
"Dalil agama sejatinya menjadi penting," kata dia.
Kedua, tidak ada dalil sejarah. Misalnya, buka puasa bersama di kalangan pejabat itu ternyata telah merugikan negara, baik materiel atau nonmateriel.
Bahwa Jokowi beralasan jika aturan itu dikeluarkan dalam situasi covid-19, Acep pun masih belum bisa menerimanya. Menurutnya, alasan tersebut jelas rapuh karena bertentangan dengan realitas yang disaksikan dan dialami bersama.
"Kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan khalayak ramai, berdesakan, kini telah lumrah dan tidak pernah dilarang," kata dia.
Berdasarkan fakta tekstual dan kontekstual di atas, Acep lantas menyatakan jika larangan tersebut dapat dikatakan nirnalar.
"Secara semiotik, larangan tanpa rujukan dan menyelisihi konteks sedemikian dapat disebut sebagai unsemiotik. Ia bukan hanya nirtanda, melainkan, melampaui itu, telah merusak tanda," kata Acep.
Acep meminta Presiden mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
Baca: Presiden Jokowi Minta Pejabat Negara Tak Gelar Buka Puasa Bersama
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan agar seluruh pejabat negara tidak menggelar buka puasa bersama selama Ramadan 1444 Hijriah/2023. Arahan tersebut tertuang dalam surat dengan kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R38/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.
"Sudah dicek surat itu benar," kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono di Jakarta, Kamis, 23 Maret 2023.
Surat tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan kepala badan/lembaga.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang menteri dan para pejabat untuk melakukan buka puasa bersama. Larangan itu, menurut pakar semiotika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Acep Iwan Saidi, sulit untuk diserap nalar.
"Sulit menalari perintah ini," kata Acep dikutip dari unggahan Acep di akun Instagram miliknya @acep_iwansaidi, Jumat, 24 Maret 2023.
Setidaknya ada dua hal yang dia kemukakan:
Pertama, Tidak ada dalil agama yang dijadikan rujukan. Sebab ini terkait dengan tradisi tradisi yang berhubungan dengan ibadah.
"Dalil agama sejatinya menjadi penting," kata dia.
Kedua, tidak ada dalil sejarah. Misalnya, buka puasa bersama di kalangan pejabat itu ternyata telah merugikan negara, baik materiel atau nonmateriel.
Bahwa Jokowi beralasan jika aturan itu dikeluarkan dalam situasi covid-19, Acep pun masih belum bisa menerimanya. Menurutnya, alasan tersebut jelas rapuh karena bertentangan dengan realitas yang disaksikan dan dialami bersama.
"Kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan khalayak ramai, berdesakan, kini telah lumrah dan tidak pernah dilarang," kata dia.
Berdasarkan fakta tekstual dan kontekstual di atas, Acep lantas menyatakan jika larangan tersebut dapat dikatakan nirnalar.
"Secara semiotik, larangan tanpa rujukan dan menyelisihi konteks sedemikian dapat disebut sebagai unsemiotik. Ia bukan hanya nirtanda, melainkan, melampaui itu, telah merusak tanda," kata Acep.
Acep meminta Presiden mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
Baca: Presiden Jokowi Minta Pejabat Negara Tak Gelar Buka Puasa Bersama
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan agar seluruh pejabat negara tidak menggelar buka puasa bersama selama Ramadan 1444 Hijriah/2023. Arahan tersebut tertuang dalam surat dengan kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R38/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.
"Sudah dicek surat itu benar," kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono di Jakarta, Kamis, 23 Maret 2023.
Surat tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan kepala badan/lembaga.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)