Jakarta: Tragedi kerusuhan 13-15 Mei 1998 merupakan peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia. Banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan, tetapi masyarakat saat itu tidak dapat berkutik banyak.
Meski negara sudah mengakui ada pelanggaran, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, hingga kini belum ada upaya nyata yang dilakukan.
“Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan seksual adalah memori sejarah yang melekat tentang Tragedi Mei 1998. Sayangnya hingga hari ini, belum ada upaya konkret dari negara untuk menuntaskannya,” ungkap Usman dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Mei 2023.
Usman mengatakan, tragedi ini menimbulkan dampak serius terhadap korban dan masyarakat secara luas karena memakan korban lebih dari seribu jiwa. Ditambah dengan kekerasan seksual yang sebagian besar ditujukan terhadap perempuan Tionghoa.
“Hasil temuan tim gabungan pencari fakta kala itu menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi secara sistematis dan terencana, dan negara juga sudah mengakuinya sebagai pelanggaran HAM yang berat. Namun itu tidak cukup. Harus ada upaya nyata untuk mengusut tuntas tragedi ini,” tutur Usman.
Pemerintah kata dia, seharusnya memberikan perhatian khusus agar pelaku dari kekerasan, pemerkosaan dan pembakaran selama kerusuhan saat itu dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kata Usman, bukan hanya melanggar hak-hak kebebasan dan integritas fisik, tetapi juga merusak martabat korban secara emosional dan psikologis.
“Gagalnya negara mengusut tuntas kasus ini akan memperkuat ketidakadilan dan memberikan sinyal negatif bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan tanpa konsekuensi. Ini tidak hanya melanggar hak setiap warga untuk hidup dengan aman, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan trauma yang berkepanjangan terutama warga Tionghoa,” kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Jakarta:
Tragedi kerusuhan 13-15 Mei 1998 merupakan peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia. Banyak
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan, tetapi masyarakat saat itu tidak dapat berkutik banyak.
Meski negara sudah mengakui ada pelanggaran, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, hingga kini belum ada upaya nyata yang dilakukan.
“Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan seksual adalah memori sejarah yang melekat tentang Tragedi Mei 1998. Sayangnya hingga hari ini, belum ada upaya konkret dari negara untuk menuntaskannya,” ungkap Usman dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Mei 2023.
Usman mengatakan, tragedi ini menimbulkan dampak serius terhadap korban dan masyarakat secara luas karena memakan korban lebih dari seribu jiwa. Ditambah dengan kekerasan seksual yang sebagian besar ditujukan terhadap perempuan Tionghoa.
“Hasil temuan tim gabungan pencari fakta kala itu menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi secara sistematis dan terencana, dan negara juga sudah mengakuinya sebagai pelanggaran HAM yang berat. Namun itu tidak cukup. Harus ada upaya nyata untuk mengusut tuntas tragedi ini,” tutur Usman.
Pemerintah kata dia, seharusnya memberikan perhatian khusus agar pelaku dari kekerasan, pemerkosaan dan pembakaran selama kerusuhan saat itu dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kata Usman, bukan hanya melanggar hak-hak kebebasan dan integritas fisik, tetapi juga merusak martabat korban secara emosional dan psikologis.
“Gagalnya negara mengusut tuntas kasus ini akan memperkuat ketidakadilan dan memberikan sinyal negatif bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan tanpa konsekuensi. Ini tidak hanya melanggar hak setiap warga untuk hidup dengan aman, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan trauma yang berkepanjangan terutama warga Tionghoa,” kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)