mantan anggota Pansus RUU Pemilu Hetifah Sjaifudian--MI/Mohamad Irfan
mantan anggota Pansus RUU Pemilu Hetifah Sjaifudian--MI/Mohamad Irfan

Tak akan Ada Calon Tunggal di Pilpres 2019

M Rodhi Aulia • 27 Juli 2017 17:29
medcom.id, Jakarta: Ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20-25 persen resmi diketuk. PT sebesar itu diyakini tidak akan menciptakan calon tunggal.
 
"Anggapan (adanya calon tunggal) ini salah. Karena UU Pemilu juga mengatur larangan capres tunggal," kata mantan anggota Pansus RUU Pemilu Hetifah Sjaifudian, Kamis 27 Juli 2017.
 
Anggota Komisi II DPR ini menjelaskan, KPU tidak akan bisa menerima calon tunggal di Pilpres. Itu diatur dalam Pasal 229 ayat (2).

Bahwa KPU menolak pendaftaran pasangan calon dalam hal:
a. pendaftaran 1 (satu) Pasangan Calon diajukan oleh gabungan dari seluruh Partai Politik Peserta Pemilu; atau
b. pendaftaran 1 (satu) Pasangan Calon diajukan oleh gabungan partai politik Peserta Pemilu yang mengakibatkan gabungan Partai Politik Peserta Pemilu lainnya tidak dapat mendaftarkan Pasangan Calon.
 
Baca: Pemerintah Memastikan PT 20% tak Munculkan Calon Tunggal
 
Kemudian, lanjut Hetifah, Pasal 235 berbunyi kalau hanya terdapat satu pasangan calon, KPU akan memperpanjang masa pendaftaran. Maksimal 14 hari.
 
"Kalau sudah diperpanjang masih (ada satu pasangan calon, (Pilpres) tetap jalan. Dan partai yang sebetulnya bisa mencalonkan tapi tidak (mencalonkan), akan diberi sanksi," ujar dia.
 
Hetifah mengatakan sanksi bagi parpol tersebut adalah tidak diperbolehkan mengikuti pemilu berikutnya. Sanksi ini diatur dalam pasal 335 ayat (5).
 
"Pasal 236 melarang partai menarik dukungan dan juga (melarang) calon mundur kalau sudah ditetapkan," ujar dia.
 
Jika partai politik menarik dukungan dan mundur, akan dikenakan sanksi pidana dan denda bagi pimpinan parpol dan capres yang diusung. Berdasarkan pasal 552 ayat (1), parpol dan pasangan calon akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp50 miliar.
 
Partai politik yang menarik dukungan atau pasangan calon yang mundur, setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, maka juga dapat dipidana dan didenda.
 
Parpol dan pasangan calon akan dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Itu berdasarkan pasal 553 ayat (1).
 
"Jadi sejatinya dengan adanya pengaturan tersebut, telah terbantahkan pendapat miring yang mengatakan UU ini melegalkan calon tunggal," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan