Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar. Foto: MI.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar. Foto: MI.

Operasi Tinombala Diperpanjang hingga Agustus

Lukman Diah Sari • 20 Juni 2016 14:46
medcom.id, Jakarta: Mabes Polri kembali memperpanjang Operasi Tinombala. Operasi untuk melumpuhkan gembong teroris Santoso alias Abu Wardah itu diperpanjang hingga Agustus. Tujuannya agar kelompok Santoso segera bisa diberangus. 
 
Ini merupakan perpanjangan yang kesekian kali. Terakhir, ketika Operasi Tinombala berakhir 8 Mei 2016, Polri memperpanjang pengejaran hingga 60 hari. Polri dibantu TNI bertekad mencari Santoso yang kini bersembunyi di hutan pegunungan di Poso.
 
Saat operasi akan berakhir dan tanda-tanda Santoso dicokok belum tampak, operasi kembali diperpanjang. "Perpanjangan operasi sampai Agustus. Diharapkan bisa lebih cepat kita tangkap, itu lebih baik," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2016). 

Boy menegaskan perintah Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar kelompok teroris jaringan Santoso segera ditangkap sebelum Operasi Tinombala berakhir. "Penekanan beliau, bagaimana sebelum operasi ini berakhir kelompok jaringan itu bisa kita tangkap." 
 
Dia meminta seluruh tim dan satgas terus melakukan evaluasi, merevisi, dan menetukan langkah serta strategi berikutnya. Yang paling penting adalah memaksimalkan kekuatan agar kelompok Santoso bisa segera dibekuk.
 
"Seluruh tim dan para atasan yang memiliki tugas dan tanggungjawab di mana personelnya ikut dalam satgas, terus mengevaluasi, merevisi, bahkan menentukan langkah strategis agar penangkapan jaringan kelompok Santoso lebih cepat," jelasnya. 
 
Operasi Tinombala Diperpanjang hingga Agustus

Prajurit TNI menyusuri jalan setapak memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Ant/Basri Marzuki. 

Operasi Tinombala adalah lanjutan Operasi Camar Maleo yang dimulai Januari 2015. Target operasi menangkap Santoso hidup atau mati. Tinombala mulai diberlakukan pada 10 Januari hingga 9 Maret. Operasi yang melibatkan 3.000 lebih pasukan.
 
Santoso diburu sejak 2007. Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur itu diduga terlibat aksi terorisme di beberapa tempat di Indonesia. Bahkan, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memasukkan nama Santoso dalam daftar teroris global. 
 
Catatan kepolisian, Santoso sempat mengikuti pelatihan militer di pegunungan Jalin Jantho, Aceh, pada 2010. Januari 2011, ia membentuk pelatihan militer di pegunungan di Poso, Sulawesi Tengah.
 
Selama Operasi Camar Maleo I hingga IV prajurit menangkap 24 terduga teroris. Namun, yang ditangkap bukan Santoso. Berulangkali aparat keamanan mengklaim mendeteksi, bahkan mengepung kelompok Santoso, namun sang teroris tak kunjung ditangkap. 
 
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pernah mengatakan Santoso dalam kondisi terdesak. Ia yakin Satuan Tugas Tinombala segera menangkap Santoso.
 
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyebut kelompok teroris Santoso tak lagi solid. Mereka terpecah menjadi tiga kelompok.
 
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Tito Karnavian mengatakan, jumlah anggota kelompok Santoso yang bertahan 29 orang dari semula 41 orang. Sedangkan etnis Uyghur yang semula enam orang tersisa dua orang. Sisanya tewas dalam baku tembak.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan