medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta menegakkan perlindungan HAM yang tercabik-cabik oleh tindakan intoleran. Hal itu sekaligus untuk memenuhi janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014.
"Intoleransi, konflik, dan kekerasan atas nama agama, tidak ada satu pun yang diatasi oleh Jokowi," kata Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani saat memberikan keterangan tentang evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi di kantor Setara Institute Jakarta, Minggu (23/10/2016).
Ismail mengingatkan selama dua tahun terakhir kasus tindakan intoleransi masih marak. Pada 2015 tercatat 197 peristiwa intoleransi dengan 236 tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Sementara itu, tercatat 91 peristiwa dengan 113 tindakan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan pada Januari-September 2016," ungkapnya.
Buruknya penanganan kasus HAM itu, menurut Ismail, diperparah dengan tidak adanya langkah terobosan pada paket kebijakan hukum yang pertama.
Kebijakan pemerintah membersihkan layanan publik dari pungutan liar belum cukup mengompensasi rendahnya nilai penegakkan HAM.
"Jika kado perayaan dua tahun di bidang hukum itu hanya soal pungli, itu tidak memuaskan."
Ketua Setara Institute Hendardi menambahkan Pemerintahan Jokowi-JK juga belum menunjukkan kemajuan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
Berdasarkan catatan Setara Isntitut, terdapat tujuh kasus pelanggaran tersebut, yakni peristiwa 1965, peristiwa Trisakti 1998, Semanggi I (1998), dan Semanggi II (1999), penembakan misterius (1982/1985), serta Wasior (2001), dan Wamena (2003).
"Menkopolhukam sudah usulkan pembentukan lembaga nonyudisial (penyelesaikan kasus HAM berat masa lalu), tetapi konsepnya belum jelas," cetus Hendardi. (Media Indonesia)
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta menegakkan perlindungan HAM yang tercabik-cabik oleh tindakan intoleran. Hal itu sekaligus untuk memenuhi janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014.
"Intoleransi, konflik, dan kekerasan atas nama agama, tidak ada satu pun yang diatasi oleh Jokowi," kata Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani saat memberikan keterangan tentang evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi di kantor Setara Institute Jakarta, Minggu (23/10/2016).
Ismail mengingatkan selama dua tahun terakhir kasus tindakan intoleransi masih marak. Pada 2015 tercatat 197 peristiwa intoleransi dengan 236 tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Sementara itu, tercatat 91 peristiwa dengan 113 tindakan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan pada Januari-September 2016," ungkapnya.
Buruknya penanganan kasus HAM itu, menurut Ismail, diperparah dengan tidak adanya langkah terobosan pada paket kebijakan hukum yang pertama.
Kebijakan pemerintah membersihkan layanan publik dari pungutan liar belum cukup mengompensasi rendahnya nilai penegakkan HAM.
"Jika kado perayaan dua tahun di bidang hukum itu hanya soal pungli, itu tidak memuaskan."
Ketua Setara Institute Hendardi menambahkan Pemerintahan Jokowi-JK juga belum menunjukkan kemajuan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
Berdasarkan catatan Setara Isntitut, terdapat tujuh kasus pelanggaran tersebut, yakni peristiwa 1965, peristiwa Trisakti 1998, Semanggi I (1998), dan Semanggi II (1999), penembakan misterius (1982/1985), serta Wasior (2001), dan Wamena (2003).
"Menkopolhukam sudah usulkan pembentukan lembaga nonyudisial (penyelesaikan kasus HAM berat masa lalu), tetapi konsepnya belum jelas," cetus Hendardi. (
Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)