medcom.id, Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta menolak penerbitan Surat Keputusan (SK) Menkumham tentang perpanjangan masa kepengurusan hasil Muktamar Bandung periode 2011-2015.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Bandung Syaifullah Tamliha meminta agar PPP kubu Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz berbesar hati menerima putusan Menkumham tersebut.
"Kalau masih ada yang menggugat Menkumham, maka PPP akan terancam menjadi ormas. Untuk itu dibutuhkan kenegarawanan," kata Syaifullah Tamliha di Kompleks Parlemen, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2016).
Tamliha pun berharap, kubu Bandung, dapat mengakomodir kubu yang bertikai untuk menggelar muktamar. Dengan demikian, muktamar dapat terlaksana dengan baik.
"Sehingga tidak ada yang merasa tertinggal dan ditinggalkan," ujar dia.
Anggota Komisi I ini mengingatkan, tenggat waktu enam bulan yang diberikan Menkumham kepada pengurus Bandung bisa dimanfaatkan lebih baik, untuk merampungkan Muktamar dan memilih ketua umum baru partai.
"Kalau enam bulan yang diberikan pemerintah tidak selesai juga, percayalah PPP tidak akan bisa ikut Pilkada dan Pemilu 2019. PPP akan menjadi partai kenangan pemerintah," ujar dia.
Untuk itu, lanjut Tamliha, PPP Muktamar Bandung malam ini akan menggelar rapat internal pengurus harian.
"Rapat pengurus harian DPP PPP Muktamar Bandung. Jam 7 malam, di kediaman dinas Lukman Hakim Saifuddin (Ketua DPP PPP)," kata Tamliha.
Tamliha tidak mengungkapkan isi agenda yang akan dibahas dalam rapat malam ini. Meski demikian, Tamliha mengingatkan agar rapat dapat berlangsung kuorum.
Muktamar Bandung ini diketuai oleh Suryadharma Ali (SDA). Sedangkan, SDA saat ini tengah mendekam di dalam tahanan. Karena itu, kata Tamliha, SDA harus melimpahkan wewenang kepada pengurus lain untuk melaksanakan tugas harian.
"Karena rapat itu harus dipimpin SDA. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari ketua umum, diperlukan mekanisme kontrol pelimpahan wewenang dari SDA," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta menolak penerbitan Surat Keputusan (SK) Menkumham tentang perpanjangan masa kepengurusan hasil Muktamar Bandung periode 2011-2015.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Bandung Syaifullah Tamliha meminta agar PPP kubu Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz berbesar hati menerima putusan Menkumham tersebut.
"Kalau masih ada yang menggugat Menkumham, maka PPP akan terancam menjadi ormas. Untuk itu dibutuhkan kenegarawanan," kata Syaifullah Tamliha di Kompleks Parlemen, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2016).
Tamliha pun berharap, kubu Bandung, dapat mengakomodir kubu yang bertikai untuk menggelar muktamar. Dengan demikian, muktamar dapat terlaksana dengan baik.
"Sehingga tidak ada yang merasa tertinggal dan ditinggalkan," ujar dia.
Anggota Komisi I ini mengingatkan, tenggat waktu enam bulan yang diberikan Menkumham kepada pengurus Bandung bisa dimanfaatkan lebih baik, untuk merampungkan Muktamar dan memilih ketua umum baru partai.
"Kalau enam bulan yang diberikan pemerintah tidak selesai juga, percayalah PPP tidak akan bisa ikut Pilkada dan Pemilu 2019. PPP akan menjadi partai kenangan pemerintah," ujar dia.
Untuk itu, lanjut Tamliha, PPP Muktamar Bandung malam ini akan menggelar rapat internal pengurus harian.
"Rapat pengurus harian DPP PPP Muktamar Bandung. Jam 7 malam, di kediaman dinas Lukman Hakim Saifuddin (Ketua DPP PPP)," kata Tamliha.
Tamliha tidak mengungkapkan isi agenda yang akan dibahas dalam rapat malam ini. Meski demikian, Tamliha mengingatkan agar rapat dapat berlangsung kuorum.
Muktamar Bandung ini diketuai oleh Suryadharma Ali (SDA). Sedangkan, SDA saat ini tengah mendekam di dalam tahanan. Karena itu, kata Tamliha, SDA harus melimpahkan wewenang kepada pengurus lain untuk melaksanakan tugas harian.
"Karena rapat itu harus dipimpin SDA. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari ketua umum, diperlukan mekanisme kontrol pelimpahan wewenang dari SDA," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)