Jakarta: Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pelanggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegasikan arah politik yang lebih modern. Dalam putusan gugatan, Bawaslu menganggap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bukan instrumen pendaftaran yang diperintahkan oleh Undang-undang Pemilu.
Titi menjelaskan, putusan Bawaslu terkesan janggal jika melihat aturan yang ada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Apalagi, Sipol sudah tertera dalam PKPU dan sampai hari ini tidak ada satupun Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Sipol.
"Kan norma dalam PKPU hanya bisa diuji materi melalui MA. Selama Sipol masih diatur dalam PKPU, maka selama itu pula semua pihak harus taat pada PKPU," kata Titi saat dikonfirmasi, Rabu, 15 November 2017.
Titi menjabarkan, sampai saat ini belum ada satupun putusan MA yang membatalkan PKPU Nomor 11 Tahun 2017. Bahkan aturan tersebut sebetulnya juga mengikat Bawaslu dan jajarannya.
Menurut Titi, dalam putusan tersebut selain menerima dokumen partai secara fisik, Bawaslu seharusnya juga menginstruksikan parpol untuk memasukan data ke dalam Sipol. Hal ini agar ada kesetaraan perlakuan dengan 14 parpol lainnya yang juga mendaftar ke Sipol dan sudah lolos verifikasi KPU.
"Disuruh jadi parpol modern via Sipol malah dinegasikan," ucap dia.
Baca: Bawaslu Kabulkan Gugatan Partai Idaman, PKPI, dan PBB
Sebab, kata dia, data tersebut diperlukan KPU sebagai instrumen untuk melakukan verifikasi atas berkas yang diserahkan. Apalagi, 14 parpol yang lengkap berkas juga telah melakukan hal yang sama.
"Dan KPU bisa memberikan asistensi (jika Parpol kesulitan mengisi Sipol)," tegasnya.
Bawaslu mengabulkan gugatan tiga partai: Partai Idaman, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam pertimbangannya, Bawaslu menilai KPU salah menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) saat masa pendaftaran calon peserta pemilu. KPU juga dianggap tidak berwenang menilai syarat-syarat pendaftaran calon peserta pemilu.
Jakarta: Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pelanggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegasikan arah politik yang lebih modern. Dalam putusan gugatan, Bawaslu menganggap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bukan instrumen pendaftaran yang diperintahkan oleh Undang-undang Pemilu.
Titi menjelaskan, putusan Bawaslu terkesan janggal jika melihat aturan yang ada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Apalagi, Sipol sudah tertera dalam PKPU dan sampai hari ini tidak ada satupun Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Sipol.
"Kan norma dalam PKPU hanya bisa diuji materi melalui MA. Selama Sipol masih diatur dalam PKPU, maka selama itu pula semua pihak harus taat pada PKPU," kata Titi saat dikonfirmasi, Rabu, 15 November 2017.
Titi menjabarkan, sampai saat ini belum ada satupun putusan MA yang membatalkan PKPU Nomor 11 Tahun 2017. Bahkan aturan tersebut sebetulnya juga mengikat Bawaslu dan jajarannya.
Menurut Titi, dalam putusan tersebut selain menerima dokumen partai secara fisik, Bawaslu seharusnya juga menginstruksikan parpol untuk memasukan data ke dalam Sipol. Hal ini agar ada kesetaraan perlakuan dengan 14 parpol lainnya yang juga mendaftar ke Sipol dan sudah lolos verifikasi KPU.
"Disuruh jadi parpol modern via Sipol malah dinegasikan," ucap dia.
Baca: Bawaslu Kabulkan Gugatan Partai Idaman, PKPI, dan PBB
Sebab, kata dia, data tersebut diperlukan KPU sebagai instrumen untuk melakukan verifikasi atas berkas yang diserahkan. Apalagi, 14 parpol yang lengkap berkas juga telah melakukan hal yang sama.
"Dan KPU bisa memberikan asistensi (jika Parpol kesulitan mengisi Sipol)," tegasnya.
Bawaslu mengabulkan gugatan tiga partai: Partai Idaman, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam pertimbangannya, Bawaslu menilai KPU salah menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) saat masa pendaftaran calon peserta pemilu. KPU juga dianggap tidak berwenang menilai syarat-syarat pendaftaran calon peserta pemilu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)