medcom.id, Jakarta: Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly nomor M.HH-06.AH.11.01 terkait kepengurusan Agung Laksono sebagai kepengurusan yang sah dinilai terburu-buru. Seharusnya, Yasonna mempelajari lebih dulu hasil Mahkamah Partai.
Hal ini disampaikan langsung Pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia Irman Putra Sidin. Irman dihadirkan sebagai saksi ahli oleh kubu Munas Bali, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait sengketa Partai Golkar.
"Dalam amar putusan karena ada pendapat yang berbeda dan tidak tercapai kesatuan. Jadi putusan ini harus menjadi bahan pertimbangan untuk bersikap," kata Irman dalam sidang, di PTUN Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin (20/4/2015).
Irman menambahkan efek yang ditimbulkan dari sikap Menkumham yang tergesa-gesa itu membuat surat keputusan tersebut dapat merugikan lembaga yang dia pimpin.
"Jika putusan itu tetap dipaksakan maka itu pasti akan membuat lembaga itu goyah, syarat formilnya harus dilakukan dalam memutuskan perkara," tambahnya.
Apalagi kata Irman, empat majelis hakim Mahkamah Partai Golkar tidak menetapkan salah satu kubu yang menang.
"Salah satu yang menjadi penting adalah dengan tidak adanya putusan dari Mahkamah Partai," tukasnya.
medcom.id, Jakarta: Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly nomor M.HH-06.AH.11.01 terkait kepengurusan Agung Laksono sebagai kepengurusan yang sah dinilai terburu-buru. Seharusnya, Yasonna mempelajari lebih dulu hasil Mahkamah Partai.
Hal ini disampaikan langsung Pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia Irman Putra Sidin. Irman dihadirkan sebagai saksi ahli oleh kubu Munas Bali, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait sengketa Partai Golkar.
"Dalam amar putusan karena ada pendapat yang berbeda dan tidak tercapai kesatuan. Jadi putusan ini harus menjadi bahan pertimbangan untuk bersikap," kata Irman dalam sidang, di PTUN Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin (20/4/2015).
Irman menambahkan efek yang ditimbulkan dari sikap Menkumham yang tergesa-gesa itu membuat surat keputusan tersebut dapat merugikan lembaga yang dia pimpin.
"Jika putusan itu tetap dipaksakan maka itu pasti akan membuat lembaga itu goyah, syarat formilnya harus dilakukan dalam memutuskan perkara," tambahnya.
Apalagi kata Irman, empat majelis hakim Mahkamah Partai Golkar tidak menetapkan salah satu kubu yang menang.
"Salah satu yang menjadi penting adalah dengan tidak adanya putusan dari Mahkamah Partai," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)