Presiden Joko Widodo (MI/Ramdani)
Presiden Joko Widodo (MI/Ramdani)

Polemik Penetapan Kabasarnas Jadi Tersangka, Jokowi: Hanya Masalah Koordinasi

Indriyani Astuti • 31 Juli 2023 11:09
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan polemik soal penetapan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat diselesaikan lewat koordinasi antarinstansi. Presiden mengingatkan koordinasi perlu dilakukan instansi pemerintah sesuai kewenangan masing-masing.
 
"Ya itu masalah, menurut saya masalah koordinasi ya. Masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan. Sudah," kata Presiden sesuai meresmikan Sodetan Ciliwung di Jalan Otista Raya, Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
 
Menurut dia, berdasarkan aturan yang berlaku ada kewenangan-kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi. Sehingga, menurut dia, masalah itu selesai jika koordinasi soal kewenangan itu sudah berjalan.

"Kalau itu (koordinasi) dilakukan, rampung," ucap dia.
 
Di samping itu, Jokowi meminta setelah kasus ini mencuat, perlu ada evaluasi terkait perwira TNI yang menduduki jabatan sipil. Presiden tidak mau lagi ada praktik penyelewengan.
 
"Semuanya akan dievaluasi. Tidak hanya masalah itu. Semuanya karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi," tegas presiden.
 
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
 
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
 
Baca Juga: Penyuap Kepala Basarnas Menyerahkan Diri ke KPK
 

Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama, yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
 
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
 
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
 
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
 
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
 
Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan