Jakarta: Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta advokat menjaga integritas dan profesionalisme saat menjalankan profesinya. Sebab, advokat mempunyai tanggung jawab kolektif meningkatkan citra penegakan hukum di Indonesia.
Hal itu disampaikan Bambang saat memberikan kuliah umum kepada anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN) Indonesia yang dilakukan secara daring.
Bamsoet mengungkapkan, berdasarkan indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara. Salah satu aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan, baik perdata maupun pidana.
"Merujuk hasil survei Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Menunjukkan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan persoalan," kata Bamsoet, Senin, 1 Maret 2021.
Bamsoet mengapresiasi kesuksesan ujian profesi advokat yang diselenggarakan DPN Indonesia. Dari 1.100 pendaftar, sebanyak 650 orang lolos mengikuti ujian secara daring.
"Jumlah advokat di Indonesia masih terbatas. Hingga pertengahan 2019, diperkirakan baru sekitar 50 ribu. Jumlah yang sangat kecil, jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa," ujarnya.
Bamsoet mengungkapkan, profesionalisme dan integritas advokat akan terus diuji dan ditempa. Hal lain yang perlu diingat, menyandang profesi advokat tidak menjadikan seseorang kebal hukum.
"Sudah ada puluhan advokat yang tersandung kasus pidana. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga tahun 2020 tercatat 12 pengacara terjerat tindak pidana korupsi. Sebagai konsekuensinya, advokat dianggap bertanggungjawab dan mempunyai andil membentuk persepsi negatif terhadap citra lembaga peradilan di Indonesia," kata Bamsoet.
Bamsoet mengatakan, advokat memiliki tantangan meluruskan stigma atau persepsi yang keliru dari masyarakat. Salah satunya pandangan yang mengidentikkan advokat dengan klien yang dibelanya. Misalnya, ketika advokat menjadi pembela seorang koruptor, seakan-akan menjadikan advokat tersebut sama buruknya dengan koruptor.
"Stigma dari masyarakat tersebut tak lepas karena adanya beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat dalam menjalankan profesinya. Yang tidak kalah penting, adalah teguh pendirian dalam memperjuangkan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan hukum," ujar Bamsoet.
Jakarta: Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta advokat menjaga integritas dan profesionalisme saat menjalankan profesinya. Sebab, advokat mempunyai tanggung jawab kolektif meningkatkan citra penegakan hukum di Indonesia.
Hal itu disampaikan Bambang saat memberikan kuliah umum kepada anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN) Indonesia yang dilakukan secara daring.
Bamsoet mengungkapkan, berdasarkan indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara. Salah satu aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan, baik perdata maupun pidana.
"Merujuk hasil survei Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Menunjukkan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan persoalan," kata Bamsoet, Senin, 1 Maret 2021.
Bamsoet mengapresiasi kesuksesan ujian
profesi advokat yang diselenggarakan DPN Indonesia. Dari 1.100 pendaftar, sebanyak 650 orang lolos mengikuti ujian secara daring.
"Jumlah advokat di Indonesia masih terbatas. Hingga pertengahan 2019, diperkirakan baru sekitar 50 ribu. Jumlah yang sangat kecil, jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa," ujarnya.
Bamsoet mengungkapkan, profesionalisme dan integritas advokat akan terus diuji dan ditempa. Hal lain yang perlu diingat, menyandang profesi advokat tidak menjadikan seseorang kebal hukum.
"Sudah ada puluhan advokat yang tersandung kasus pidana. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga tahun 2020 tercatat 12 pengacara terjerat tindak pidana korupsi. Sebagai konsekuensinya, advokat dianggap bertanggungjawab dan mempunyai andil membentuk persepsi negatif terhadap citra lembaga peradilan di Indonesia," kata Bamsoet.
Bamsoet mengatakan, advokat memiliki tantangan meluruskan stigma atau persepsi yang keliru dari masyarakat. Salah satunya pandangan yang mengidentikkan advokat dengan klien yang dibelanya. Misalnya, ketika advokat menjadi pembela seorang koruptor, seakan-akan menjadikan advokat tersebut sama buruknya dengan koruptor.
"Stigma dari masyarakat tersebut tak lepas karena adanya beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat dalam menjalankan profesinya. Yang tidak kalah penting, adalah teguh pendirian dalam memperjuangkan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan hukum," ujar Bamsoet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)