Jakarta: Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf membeberkan sejumlah tata kelola sektor pertahanan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang kacau dan ruwet. Salah satunya, permintaan anggaran pembelian alutsista mencapai Rp1.700 triliun namun berujung masalah.
"Yang kita tahu realisasi pengadaaan alustista justru menimbulkan banyak persoalan, misalkan skandal pembelian Mirage gitu ya yang diduga kemudian katanya dibatalkan tapi menurut saya ditunda proses itu," kata Al Araf dalam program Newsmaker Medcom, Sabtu, 16 Maret 2024.
Dia menyebut harga beli Jet Tempur Mirage 2000-5 dari Qatar itu melejit berkali lipat. Padahal, pengadaan itu dahulu pernah ditolak bahkan hibah. Terlebih, ada dugaan skandal dalam pembelian Mirage itu.
"Nah, ini menjadi masalah kalau kemudian ada ralat bahwa ini dibatalkan atau ditunda. Menurut saya ini sesuatu yang remang-remang dan tidak cukup jelas karena tidak mudah untuk membatalkan atau menunda suatu proses pengadaaan persenjataan yang sudah ditanda tangani kontrak," ungkapnya.
Berikutnya, Al Araf menyoroti program food estate singkong di Kalimantan Tengah yang gagal. Programnya yang tujuannya untuk ketahanan pangan malah merusak lingkungan.
"Food estate gagal dan kemudian menjadi persoalan lingkungan dan menjadi dampak yang serius dan anggaran yang digunakan juga sangat banyak dan terjadi penebangan hutan yang tidak tahu kemana pohon yang ditebang itu," tutur peneliti Imparsial itu.
Keempat, Al Araf mencatat banyak program Prabowo yang menjadi beban bagi sektor pertahanan. Seperti pembangunan komponen cadangan pertahanan negara. Menurut dia, program ini bermasalah karena menghabiskan anggaran cukup besar dalam satu tahun.
"Jadi selama masa Pak Prabowo ada kerumitan dan keruwetan tata kelola sektor pertahanan yang kompleks," ungkapnya.
Al Araf mengatakan yang tak kalah ruwet adalah dugaan keterlibatan pihak ketiga dalam pengadaan alutsista. Contohnya, dugaan keterliban PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).
Sama halnya dengan perencanaan pembelian Pesawat Mirage yang diduga ada pihak-pihak broker swasta yang sangat terlihat dalam proses pengadaan jet tempur tersebut.
"Ini menjadi soal, kita tahu bahwa dalam ruang-ruang pengadaan alutsista ada ruang sisi gelap dalam sektor itu," cetusnya.
Jakarta: Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf membeberkan sejumlah tata kelola sektor pertahanan Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto yang kacau dan ruwet. Salah satunya, permintaan anggaran pembelian alutsista mencapai Rp1.700 triliun namun berujung masalah.
"Yang kita tahu realisasi pengadaaan alustista justru menimbulkan banyak persoalan, misalkan skandal pembelian Mirage gitu ya yang diduga kemudian katanya dibatalkan tapi menurut saya ditunda proses itu," kata Al Araf dalam program
Newsmaker Medcom, Sabtu, 16 Maret 2024.
Dia menyebut harga beli Jet Tempur Mirage 2000-5 dari Qatar itu melejit berkali lipat. Padahal, pengadaan itu dahulu pernah ditolak bahkan hibah. Terlebih, ada dugaan skandal dalam pembelian Mirage itu.
"Nah, ini menjadi masalah kalau kemudian ada ralat bahwa ini dibatalkan atau ditunda. Menurut saya ini sesuatu yang remang-remang dan tidak cukup jelas karena tidak mudah untuk membatalkan atau menunda suatu proses pengadaaan persenjataan yang sudah ditanda tangani kontrak," ungkapnya.
Berikutnya, Al Araf menyoroti program
food estate singkong di Kalimantan Tengah yang gagal. Programnya yang tujuannya untuk ketahanan pangan malah merusak lingkungan.
"
Food estate gagal dan kemudian menjadi persoalan lingkungan dan menjadi dampak yang serius dan anggaran yang digunakan juga sangat banyak dan terjadi penebangan hutan yang tidak tahu kemana pohon yang ditebang itu," tutur peneliti Imparsial itu.
Keempat, Al Araf mencatat banyak program
Prabowo yang menjadi beban bagi sektor pertahanan. Seperti pembangunan komponen cadangan pertahanan negara. Menurut dia, program ini bermasalah karena menghabiskan anggaran cukup besar dalam satu tahun.
"Jadi selama masa Pak Prabowo ada kerumitan dan keruwetan tata kelola sektor pertahanan yang kompleks," ungkapnya.
Al Araf mengatakan yang tak kalah ruwet adalah dugaan keterlibatan pihak ketiga dalam pengadaan alutsista. Contohnya, dugaan keterliban PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).
Sama halnya dengan perencanaan pembelian Pesawat Mirage yang diduga ada pihak-pihak broker swasta yang sangat terlihat dalam proses pengadaan jet tempur tersebut.
"Ini menjadi soal, kita tahu bahwa dalam ruang-ruang pengadaan alutsista ada ruang sisi gelap dalam sektor itu," cetusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)