medcom.id, Jakarta: Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak mau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangan membatalkan peraturan daerah (Perda), menganggu semangat Presiden Joko Widodo dalam hal deregulasi. Tjahjo akan mencari celah buat menjalankan semangat deregulasi tersebut.
"Tinggal kamilah sebagai pembantu Bapak Presiden mencari celah bagaimana jalan terbaik jangan sampai mengganggu kebijakan deregulasi," kata Tjahjo di Kompleks Istana kepresidenan, Jakarta, Senin 10 April 2017.
Menurutnya, usai putusan MK, pemerintah masih bisa mengintervensi Perda. Namun, hanya sebatas tahap perencanaan. Dalam tahap tersebut, pemerintah dapat mengawasi apakah Perda menghambat investasi atau tidak. Meskipun, ia mengakui akan sulit dalam hal pengawasan Perda ini.
"(Mengawasi Perda dalam) tahap perencanaan bisa, tapi waktunya kan mepet. Kalau daerah hanya lima, sepuluh sih (bisa dilakukan). Ini 500 lebih kok, ya bagaimana," tandas dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya No.137/PUU-XIII/2015 membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri (mendagri) untuk membatalkan peraturan daerah (perda). MK menilai Pasal 251 Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mengatur kewenangan tersebut inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 24 A Ayat 1.
Dalam pasal disebutkan, Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.
Pertimbangan MK membatalkan kewenangan tersebut karena perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif atau kepala daerah dengan legislatif atau DPRD. Sebagaimana yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman, pembatalan perda sebagai produk hukum di bawah UU dilakukan oleh MA bukan oleh Mendagri.
medcom.id, Jakarta: Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak mau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangan membatalkan peraturan daerah (Perda), menganggu semangat Presiden Joko Widodo dalam hal deregulasi. Tjahjo akan mencari celah buat menjalankan semangat deregulasi tersebut.
"Tinggal kamilah sebagai pembantu Bapak Presiden mencari celah bagaimana jalan terbaik jangan sampai mengganggu kebijakan deregulasi," kata Tjahjo di Kompleks Istana kepresidenan, Jakarta, Senin 10 April 2017.
Menurutnya, usai putusan MK, pemerintah masih bisa mengintervensi Perda. Namun, hanya sebatas tahap perencanaan. Dalam tahap tersebut, pemerintah dapat mengawasi apakah Perda menghambat investasi atau tidak. Meskipun, ia mengakui akan sulit dalam hal pengawasan Perda ini.
"(Mengawasi Perda dalam) tahap perencanaan bisa, tapi waktunya kan mepet. Kalau daerah hanya lima, sepuluh sih (bisa dilakukan). Ini 500 lebih kok, ya bagaimana," tandas dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya No.137/PUU-XIII/2015 membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri (mendagri) untuk membatalkan peraturan daerah (perda). MK menilai Pasal 251 Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mengatur kewenangan tersebut inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 24 A Ayat 1.
Dalam pasal disebutkan, Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.
Pertimbangan MK membatalkan kewenangan tersebut karena perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif atau kepala daerah dengan legislatif atau DPRD. Sebagaimana yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman, pembatalan perda sebagai produk hukum di bawah UU dilakukan oleh MA bukan oleh Mendagri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)