medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengungkapkan, revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada sudah memasuki tahap pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri. Lukman mengungkapkan ada tujuh poin krusial dalam pembahasan perubahan undang-undang itu.
"Pertama, soal penerapan e-KTP sebagai DPT, kami mendorong agar tidak terjadi lagi komplain dan persoalan soal DPT ini dengan cara 100 persen harus menggunakan e-KTP," kata Lukman saat dihubungi, Selasa (19/4/2016).
Namun demikian, lanjut mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu, realisasi penggunaan e-KTP untuk DPT bergantung pada kesiapan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kedua, tambah politikus PKB ini, soal syarat minimal calon independen dan calon parpol. Poin ini adalah pilihan antara penyederhanaan pilkada sebagai instrumen konsolidasi demokrasi atau memakai instrumen membuka seluasnya partisipasi publik.
"Implikasinya secara teknis adalah menurunkan angka threshold atau menaikkannya," ujar Lukman.
Ketiga, Soal kewenangan KPU daerah dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pilkada. Kewenangan yang tidak substansial akan diupayakan untuk dihilangkan dua lembaga tersebut.
"Seperti tugas memasang alat peraga kampanye sepatutnya dikembalikan kepada pasangan calon, sehingga lebih semarak dan tidak membebani anggaran negara. Begitu juga Bawaslu, seharusnya lebih effektif menindak pelanggaran pilkada," imbuh Lukman.
Keempat, Soal peradilan pilkada. Poin ini adalah reevaluasi terhadap keberadaan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu).
"Kami mendorong penegakkan hukum terhadap pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana harus kuat melalui perbaikan mekanisme peradilannya," tambah Lukman.
Menurut Lukman, selama ini mekanisme Sentra Gakumdu menjadi titik lemah penegakkan hukum. Hampir tidak ada satupun kasus pelanggaran yang diproses.
Seharusnya pelanggaran administratif dengan sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon bisa efektif menangkal nakalnya pasangan calon.
"Kami mendorong kasus money politik harus dua dimensi, bisa dimensi administratif dan dimensi pidana. Sehingga benar-benar mempunyai efek jera," ungkapnya.
Kelima, soal membuka partisipasi pasangan calon dari semua unsur. Menurut Lukman, Komisi II sudah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi. Dan konsultasi itu, DPR akan mendorong ruang selebar-lebarnya untuk publik tanpa diskriminatif agar terlibat dalam rekruitmen pemimpin daerah.
"Artinya anggota legislatif, pejabat negara, PNS, TNI/POLRI terbuka kesempatan untuk menjadi paslon tanpa kewajiban mundur dari jabatannya, yang diatur hanya cuti kampanye diluar tanggungan negara," lanjutnya.
Keenam, Soal syarat calon petahana. Menurut Lukman, seharusnya bangsa dan negara ini tidak lagi memberi tempat kepada kepala daerah yang gagal dalam membangun daerahnya. Kepala daerah gagal jangan diberik kesempatan untuk dipilih lagi. Dan negara harus intervensi menciptakan rambu.
"Kami mengusulkan mekanisme izin bagi petahana yang mau maju kembali. Izin diberikan oleh presiden sebagai kepala negara, dengan ukuran yang jelas seperti keberhasilan membangun SDM (IPM), membangun infrastruktur, mengatasi kemiskinan, penyerapan anggaran APBD dan indeks pelayanan publik," ujarnya.
Ketujuh, Soal waktu tahapan pilkada. Lukman memaparkan, tahapan yang ada sebelumnya harus dipangkas, terutama soal masa kampanye yang relatif panjang dan waktu dalam proses peradilan pilkada.
"Supaya begitu ditetapkan sebagai calon terpilih tidak ada lagi persoalan dibelakang yang mengikutinya," tukas Wakil Sekretaris Jenderal PKB ini.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengungkapkan, revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada sudah memasuki tahap pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri. Lukman mengungkapkan ada tujuh poin krusial dalam pembahasan perubahan undang-undang itu.
"Pertama, soal penerapan e-KTP sebagai DPT, kami mendorong agar tidak terjadi lagi komplain dan persoalan soal DPT ini dengan cara 100 persen harus menggunakan e-KTP," kata Lukman saat dihubungi, Selasa (19/4/2016).
Namun demikian, lanjut mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu, realisasi penggunaan e-KTP untuk DPT bergantung pada kesiapan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kedua, tambah politikus PKB ini, soal syarat minimal calon independen dan calon parpol. Poin ini adalah pilihan antara penyederhanaan pilkada sebagai instrumen konsolidasi demokrasi atau memakai instrumen membuka seluasnya partisipasi publik.
"Implikasinya secara teknis adalah menurunkan angka
threshold atau menaikkannya," ujar Lukman.
Ketiga, Soal kewenangan KPU daerah dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pilkada. Kewenangan yang tidak substansial akan diupayakan untuk dihilangkan dua lembaga tersebut.
"Seperti tugas memasang alat peraga kampanye sepatutnya dikembalikan kepada pasangan calon, sehingga lebih semarak dan tidak membebani anggaran negara. Begitu juga Bawaslu, seharusnya lebih effektif menindak pelanggaran pilkada," imbuh Lukman.
Keempat, Soal peradilan pilkada. Poin ini adalah reevaluasi terhadap keberadaan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu).
"Kami mendorong penegakkan hukum terhadap pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana harus kuat melalui perbaikan mekanisme peradilannya," tambah Lukman.
Menurut Lukman, selama ini mekanisme Sentra Gakumdu menjadi titik lemah penegakkan hukum. Hampir tidak ada satupun kasus pelanggaran yang diproses.
Seharusnya pelanggaran administratif dengan sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon bisa efektif menangkal nakalnya pasangan calon.
"Kami mendorong kasus
money politik harus dua dimensi, bisa dimensi administratif dan dimensi pidana. Sehingga benar-benar mempunyai efek jera," ungkapnya.
Kelima, soal membuka partisipasi pasangan calon dari semua unsur. Menurut Lukman, Komisi II sudah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi. Dan konsultasi itu, DPR akan mendorong ruang selebar-lebarnya untuk publik tanpa diskriminatif agar terlibat dalam rekruitmen pemimpin daerah.
"Artinya anggota legislatif, pejabat negara, PNS, TNI/POLRI terbuka kesempatan untuk menjadi paslon tanpa kewajiban mundur dari jabatannya, yang diatur hanya cuti kampanye diluar tanggungan negara," lanjutnya.
Keenam, Soal syarat calon petahana. Menurut Lukman, seharusnya bangsa dan negara ini tidak lagi memberi tempat kepada kepala daerah yang gagal dalam membangun daerahnya. Kepala daerah gagal jangan diberik kesempatan untuk dipilih lagi. Dan negara harus intervensi menciptakan rambu.
"Kami mengusulkan mekanisme izin bagi petahana yang mau maju kembali. Izin diberikan oleh presiden sebagai kepala negara, dengan ukuran yang jelas seperti keberhasilan membangun SDM (IPM), membangun infrastruktur, mengatasi kemiskinan, penyerapan anggaran APBD dan indeks pelayanan publik," ujarnya.
Ketujuh, Soal waktu tahapan pilkada. Lukman memaparkan, tahapan yang ada sebelumnya harus dipangkas, terutama soal masa kampanye yang relatif panjang dan waktu dalam proses peradilan pilkada.
"Supaya begitu ditetapkan sebagai calon terpilih tidak ada lagi persoalan dibelakang yang mengikutinya," tukas Wakil Sekretaris Jenderal PKB ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)