Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan koalisi pendukungnya. Jumlah pendukung pemerintah menjadi 7 partai dengan total 471 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau hampir 82 persen suara di parlemen.
Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi, menyebut bergabungnya PAN dengan koalisi pendukung presiden membuat salah satu fungsi utama parlemen menjadi teramputasi. Parlemen tak lagi bisa menjalankan peran untuk memberi masukan yang berlawan dari pandangan pemerintah.
“Ini bukan hanya koalisi super mayoritas tapi koalisi obesitas. Karenanya salah satu fungsi parlemen teramputasi yaitu check and balances,” kata Burhanuddin dalam tayangan Primetime News di Metro TV pada Kamis, 26 Agustus 2021.
Dalam sisi norma demokrasi, membangun koalisi majoritarian yang terlalu besar dinilai tidak membawa dampak positif. Demokrasi, menurut Burhanuddin, bertopang pada dua kaki. Kaki koalisi pemerintah dan kaki oposisi.
“Dengan ditambahnya PAN, praktis oposisi tinggal 2 partai. Jadi, satu kaki oposisi praktis itu tidak bisa maksimal menjalankan fungsi check and balances,” terang Burhanuddin.
Perombakan kabinet berpotensi terjadi. Kemungkinan terburuk dari penambahan koalisi ini, jatah menteri yang nonpartai akan semakin minim. Sebab, dia yakin Presiden Jokowi tidak akan menimbulkan turbulensi internal koalisi yang sudah sedari awal membantunya.
“Kemungkinan yang kena reshuffle adalah menteri non partai, yang tidak punya backup atau proteksi politik kalau misalnya PAN mendapatkan akomodasi di parlemen,” ujarnya. (Nadia Ayu)
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan koalisi pendukungnya. Jumlah pendukung pemerintah menjadi 7 partai dengan total 471 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau hampir 82 persen suara di parlemen.
Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi, menyebut bergabungnya PAN dengan koalisi pendukung presiden membuat salah satu fungsi utama parlemen menjadi teramputasi. Parlemen tak lagi bisa menjalankan peran untuk memberi masukan yang berlawan dari pandangan pemerintah.
“Ini bukan hanya koalisi super mayoritas tapi koalisi obesitas. Karenanya salah satu fungsi parlemen teramputasi yaitu
check and balances,” kata Burhanuddin dalam tayangan
Primetime News di
Metro TV pada Kamis, 26 Agustus 2021.
Dalam sisi norma demokrasi, membangun koalisi majoritarian yang terlalu besar dinilai tidak membawa dampak positif. Demokrasi, menurut Burhanuddin, bertopang pada dua kaki. Kaki koalisi pemerintah dan kaki oposisi.
“Dengan ditambahnya PAN, praktis oposisi tinggal 2 partai. Jadi, satu kaki oposisi praktis itu tidak bisa maksimal menjalankan fungsi
check and balances,” terang Burhanuddin.
Perombakan kabinet berpotensi terjadi. Kemungkinan terburuk dari penambahan koalisi ini, jatah menteri yang nonpartai akan semakin minim. Sebab, dia yakin Presiden Jokowi tidak akan menimbulkan turbulensi internal koalisi yang sudah sedari awal membantunya.
“Kemungkinan yang kena
reshuffle adalah menteri non partai, yang tidak punya backup atau proteksi politik kalau misalnya PAN mendapatkan akomodasi di parlemen,” ujarnya. (Nadia Ayu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)