Jakarta: Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menilai perlunya dibuat regulasi hak cipta jurnalistik (publisher rights) sebagai upaya mendukung sistem media yang seimbang dan setara. Pasalnya, media di Indonesia tidak baik-baik saja akibat perkembangan pesat platform global.
"Saya merasa ini (publisher rights) sesuatu yang harus diperjuangkan. Tidak saja hanya selamat dari sakaratul maut, tapi supaya bisa, istilah saya, mencapai hayatan thoyyiban, kehidupan yang baik. Yaitu membangun ekosistemnya," ujar Ma'ruf dalam acara silaturahmi dengan perwakilan Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Dewan Pers, Rabu malam, 28 Desember 2022.
Ma'ruf juga menyoroti keberadaan platform global dan kemunculan media online yang mendominasi arus informasi publik. Namun, keberadaan keduanya hingga saat ini belum diatur oleh pemerintah.
Ia memastikan akan menindaklanjuti rumusan peraturan presiden (perpres) terkait publisher rights. Ia pun meminta informasi lebih lanjut mengenai negara lain yang telah menerapkan kebijakan tentang publisher rights ini.
"Saya minta benchmark dari suatu negara yang pernah mewujudkan ini (publisher rights). Sehingga kita bisa lihat modelnya. Kalau bisa kita lebih baik daripada itu," pinta Wapres.
Sementara itu, Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Agus Sudibyo, mengatakan platform digital seperti Google, Facebook, dan Instagram menguasi 70 persen surplus ekonomi digital. Hal ini menyebabkan banyak media yang tidak mengikuti kode etik jurnalisme demi mendapatkan rating pembaca.
Selain itu, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menyebut terdapat ketidakadilan dalam proses pendapatan di platform media online. Mengingat pembagian iklan didasarkan pada capaian trafik, seperti jumlah pengunjung dan berapa lama pengunjung berada pada suatu platform.
"Akhirnya media berlomba-lomba untuk membuat berita yang bisa diklik, mendapatkan view. Dan itu pasti berita akhirnya yang bombastis, berita yang remeh temeh, belum tentu ada manfaat besar buat negara," imbuhnya.
Jakarta: Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menilai perlunya dibuat regulasi hak cipta jurnalistik (
publisher rights) sebagai upaya mendukung sistem media yang seimbang dan setara. Pasalnya, media di Indonesia tidak baik-baik saja akibat perkembangan pesat
platform global.
"Saya merasa ini (
publisher rights) sesuatu yang harus diperjuangkan. Tidak saja hanya selamat dari sakaratul maut, tapi supaya bisa, istilah saya, mencapai
hayatan thoyyiban, kehidupan yang baik. Yaitu membangun ekosistemnya," ujar Ma'ruf dalam acara silaturahmi dengan perwakilan Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Dewan Pers, Rabu malam, 28 Desember 2022.
Ma'ruf juga menyoroti keberadaan
platform global dan kemunculan media
online yang mendominasi arus informasi publik. Namun, keberadaan keduanya hingga saat ini belum diatur oleh pemerintah.
Ia memastikan akan menindaklanjuti rumusan peraturan presiden (perpres) terkait
publisher rights. Ia pun meminta informasi lebih lanjut mengenai negara lain yang telah menerapkan kebijakan tentang
publisher rights ini.
"Saya minta
benchmark dari suatu negara yang pernah mewujudkan ini (
publisher rights). Sehingga kita bisa lihat modelnya. Kalau bisa kita lebih baik daripada itu," pinta Wapres.
Sementara itu, Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Agus Sudibyo, mengatakan platform digital seperti Google, Facebook, dan Instagram menguasi 70 persen surplus ekonomi digital. Hal ini menyebabkan banyak media yang tidak mengikuti kode etik jurnalisme demi mendapatkan
rating pembaca.
Selain itu, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menyebut terdapat ketidakadilan dalam proses pendapatan di
platform media
online. Mengingat pembagian iklan didasarkan pada capaian trafik, seperti jumlah pengunjung dan berapa lama pengunjung berada pada suatu
platform.
"Akhirnya media berlomba-lomba untuk membuat berita yang bisa diklik, mendapatkan
view. Dan itu pasti berita akhirnya yang bombastis, berita yang remeh temeh, belum tentu ada manfaat besar buat negara," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)