medcom.id, Jakarta: Poros ketiga di pemilihan presiden 2019 dinilai sulit dibentuk. Alasannya, partai politik atau gabungan parpol dalam mengusung capres dan cawapres harus memenuhi 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional pemilu legislatif.
"Rasanya sulit membentuk poros ketiga," kata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heriyanto, kepada Media Indonesia, Selasa 25 Juli 2017.
Baca: Terlalu 'Pagi' Bicara soal Koalisi Pilpres 2019
Ketua DPP PAN Yandri Susanto pernah melontarkan adanya wacana mencalonkan kandidat lain sebagai pesaing Joko Widodo. Yandri menyebut PAN mempertimbangkan kehadiran Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Gun Gun melihat ada tiga skema polarisasi jelang pilpres 2019. Pertama, polarisasi yang mulai ajeg, yaitu parpol yang mengusung Jokowi. Mereka adalah parpol pendukung pemerintah seperti Golkar, PDIP, NasDem, PPP dan Hanura. "Sementara PAN dan PKB ini yang masih bisa swing," katanya.
Kedua, poros yang dibentuk oleh Partai Gerindra dan PKS. "Tinggal menambah apakah Demokrat akan melengkapi," katanya.
Kalaupun poros ketiga akan dibentuk, sambungnya, maka peluangnya ada di PAN dan Demokrat. "Kalau ditanya PAN akan bikin poros baru, dengan rekan politiknya Demokrat? Apakah PAN mampu jadi leader dari poros? Itu agak susah," katanya.
Baca: Kekuatan Keluarga Cendana di Pilpres 2019 Diragukan
Gabungan PAN dengan Demokrat, kata Gun Gun, belum bisa membentuk poros baru. Kecuali, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0%. Kendati demikian, ia menilai PAN berpeluang bergabung dengan poros kedua (Gerindra dan PKS).
"Kalaupun PAN akan mengusulkan panglima dan ditawarkan ke Gerindra dan PKS? Tidak mungkin, karena Prabowo yang akan dicalonkan. Enggak mungkin ada dua jenderal dalam satu perahu," tandasnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNGLBxLb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Poros ketiga di pemilihan presiden 2019 dinilai sulit dibentuk. Alasannya, partai politik atau gabungan parpol dalam mengusung capres dan cawapres harus memenuhi 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional pemilu legislatif.
"Rasanya sulit membentuk poros ketiga," kata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heriyanto, kepada Media Indonesia, Selasa 25 Juli 2017.
Baca:
Terlalu 'Pagi' Bicara soal Koalisi Pilpres 2019
Ketua DPP PAN Yandri Susanto pernah melontarkan adanya wacana mencalonkan kandidat lain sebagai pesaing Joko Widodo. Yandri menyebut PAN mempertimbangkan kehadiran Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Gun Gun melihat ada tiga skema polarisasi jelang pilpres 2019. Pertama, polarisasi yang mulai ajeg, yaitu parpol yang mengusung Jokowi. Mereka adalah parpol pendukung pemerintah seperti Golkar, PDIP, NasDem, PPP dan Hanura. "Sementara PAN dan PKB ini yang masih bisa swing," katanya.
Kedua, poros yang dibentuk oleh Partai Gerindra dan PKS. "Tinggal menambah apakah Demokrat akan melengkapi," katanya.
Kalaupun poros ketiga akan dibentuk, sambungnya, maka peluangnya ada di PAN dan Demokrat. "Kalau ditanya PAN akan bikin poros baru, dengan rekan politiknya Demokrat? Apakah PAN mampu jadi leader dari poros? Itu agak susah," katanya.
Baca:
Kekuatan Keluarga Cendana di Pilpres 2019 Diragukan
Gabungan PAN dengan Demokrat, kata Gun Gun, belum bisa membentuk poros baru. Kecuali, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0%. Kendati demikian, ia menilai PAN berpeluang bergabung dengan poros kedua (Gerindra dan PKS).
"Kalaupun PAN akan mengusulkan panglima dan ditawarkan ke Gerindra dan PKS? Tidak mungkin, karena Prabowo yang akan dicalonkan. Enggak mungkin ada dua jenderal dalam satu perahu," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)