medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengkitisi kebijakan bebas visa untuk memberikan menarik wisatawan asing agar bertandang ke Indonesia. Pasalnya, kebijakan itu saat ini justru banyak menimbulkan dampak negatif, termasuk bagi keamanan negara.
Hasanuddin mengakui tujuan awal dari kebijakan bebas visa yang pernah disampaikan Menteri Pariwisata Arif Yahya cukup bagus. Namun, faktanya kini banyak wisatawan asing yang menyalahgunakan kebijakan tersebut.
"Dengan kebijakan ini Indonesia bisa menjaring 20 juta turis asing masuk. Tapi kenyataannya, berdasarkan hasil kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke daerah-daerah, kehadiran turis ini hanya menjadi alasan untuk menjadi tenaga kerja ilegal, terutama dari Tiongkok. Ini membuat gelisah Pemda, Polri, dan TNI," ujar Hasanuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (21/12/2016).
Hasanuddin menjelaskan, fakta penyalahgunaan kebijakan bebas visa di daerah Tanjung Pinang dan Riau banyak ditemukan KTP-KTP palsu. Kemudian Dinas Imigrasi pernah mendeportasi tenaga kerja asing (TKA) yang menggunakan visa turis.
"Situasi ini di daerah juga menimbulkan konflik antara pekerja ilegal dan masyarakat akibat tenaga kerja ilegal tersebut tidak mengerti bahasa Indonesia," kata dia.
Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini menyarankan pemerintah segera menseleksi ulang visa bebas untuk negara-negara tertentu. Visa adalah garda terdepan dalam rangka menjaga wilayah teritorial sebuah bangsa .
"Jangan sampai visa bebas itu justru digunakan untuk bekerja secara ilegal, penyelundupan narkoba, kejahatan kartu kredit, dan lain-lain," paparnya.
Apalagi, kata dia, di KBRI Beijing tercatat hampir 1.000 orang per bulan memproses visa kerja atau working visa ke Indonesia. Bahkan, semua aplikasi memenuhi persyaratan.
"Ini artinya ada perusahaan di Indonesia yang siap menerima," imbuhnya.
Hasanuddin merujuk pada Thailand yang jumlah turisnya berkali lipat lebih banyak dari Indonesia hanya memberikan bebas visa ke 49 negara terpilih.
"Kehadiran turis asing ke sebuah negara tergantung kepada akses, objek yang dikunjungi, keamanan, dan promosi, bukan karena tergantung bebas visa. Bebas visa lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya," kata Hasanuddin.
Komisi I DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Luar Negeri RI pada awal tahun 2016 pernah mempertanyakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah mengenai bebas visa untuk 169 negara. Pasalnya, kebijakan itu dapat memberi peluang warga negara asing masuk ke Indonesia dengan mudah, termasuk gembong narkoba serta hal-hal lain yang mengancam keutuhan NKRI.
Peringatan yang pernah disampaikan DPR menjadi kenyataan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, negara yang paling banyak melanggar kebijakan bebas visa sejak Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan diberlakukan hingga pertengahan tahun ini paling banyak dari Tiongkok. Jumlahnya cukup signifikan, yaitu 1.180 pelanggaran pada Januari–Juli 2016. Urutan berikutnya ditempati warga negara Bangladesh (172), Filipina (151), dan Irak (127).
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengkitisi kebijakan bebas visa untuk memberikan menarik wisatawan asing agar bertandang ke Indonesia. Pasalnya, kebijakan itu saat ini justru banyak menimbulkan dampak negatif, termasuk bagi keamanan negara.
Hasanuddin mengakui tujuan awal dari kebijakan bebas visa yang pernah disampaikan Menteri Pariwisata Arif Yahya cukup bagus. Namun, faktanya kini banyak wisatawan asing yang menyalahgunakan kebijakan tersebut.
"Dengan kebijakan ini Indonesia bisa menjaring 20 juta turis asing masuk. Tapi kenyataannya, berdasarkan hasil kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke daerah-daerah, kehadiran turis ini hanya menjadi alasan untuk menjadi tenaga kerja ilegal, terutama dari Tiongkok. Ini membuat gelisah Pemda, Polri, dan TNI," ujar Hasanuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (21/12/2016).
Hasanuddin menjelaskan, fakta penyalahgunaan kebijakan bebas visa di daerah Tanjung Pinang dan Riau banyak ditemukan KTP-KTP palsu. Kemudian Dinas Imigrasi pernah mendeportasi tenaga kerja asing (TKA) yang menggunakan visa turis.
"Situasi ini di daerah juga menimbulkan konflik antara pekerja ilegal dan masyarakat akibat tenaga kerja ilegal tersebut tidak mengerti bahasa Indonesia," kata dia.
Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini menyarankan pemerintah segera menseleksi ulang visa bebas untuk negara-negara tertentu. Visa adalah garda terdepan dalam rangka menjaga wilayah teritorial sebuah bangsa .
"Jangan sampai visa bebas itu justru digunakan untuk bekerja secara ilegal, penyelundupan narkoba, kejahatan kartu kredit, dan lain-lain," paparnya.
Apalagi, kata dia, di KBRI Beijing tercatat hampir 1.000 orang per bulan memproses visa kerja atau working visa ke Indonesia. Bahkan, semua aplikasi memenuhi persyaratan.
"Ini artinya ada perusahaan di Indonesia yang siap menerima," imbuhnya.
Hasanuddin merujuk pada Thailand yang jumlah turisnya berkali lipat lebih banyak dari Indonesia hanya memberikan bebas visa ke 49 negara terpilih.
"Kehadiran turis asing ke sebuah negara tergantung kepada akses, objek yang dikunjungi, keamanan, dan promosi, bukan karena tergantung bebas visa. Bebas visa lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya," kata Hasanuddin.
Komisi I DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Luar Negeri RI pada awal tahun 2016 pernah mempertanyakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah mengenai bebas visa untuk 169 negara. Pasalnya, kebijakan itu dapat memberi peluang warga negara asing masuk ke Indonesia dengan mudah, termasuk gembong narkoba serta hal-hal lain yang mengancam keutuhan NKRI.
Peringatan yang pernah disampaikan DPR menjadi kenyataan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, negara yang paling banyak melanggar kebijakan bebas visa sejak Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan diberlakukan hingga pertengahan tahun ini paling banyak dari Tiongkok. Jumlahnya cukup signifikan, yaitu 1.180 pelanggaran pada Januari–Juli 2016. Urutan berikutnya ditempati warga negara Bangladesh (172), Filipina (151), dan Irak (127).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)