medcom.id, Jakarta: Shodiq Ramadhan, perwakilan Suara Islam Online, mempertanyakan alasan pemerintah memblokir Suara Islam Online. Menurut dia, situs Suara Islam Online jelas dan berbadan hukum.
"Kita berbadan hukum, jelas berbentuk yayasan, di aturannya juga boleh. Susunan redaksi juga jelas, alamat jelas," kata Shodiq dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/7/2017).
Shodiq menjelaskan, media miliknya diblokir pemerintah pada 4 November 2016. Saat itu, ada juga tiga media berkonten khusus Islam yang turut ditutup.
"Satu pemberitaan yang dianggap SARA. Berjudul soal seruan jihad, padahal jihad maksud kami ini konstitusional," jelas Shodiq.
Shodiq sadar, satu kesalahan media miliknya, yakni belum mendaftar ke Dewan Pers. Tapi menurutnya, pemerintah seharusnya mengarahkan. "Jangan diblokir," tegas dia.
Yang juga janggal bagi Shodiq adalah standardisasi yang digunakan pemerintah dalam menilai sebuah situs yang patut diblokir. Shodiq menilai, mesti ada tim khusus yang kompeten menilai konten pemberitaan di media berkonten khusus.
"Tim panel harus jalan. Sehingga ketika ada media yang dilaporkan, itu tidak langsung dieksekusi," ucap dia.
Pria yang mengaku Sekretaris Forum Jurnalis Muslim itu juga membeberkan rangkaian keanehan pemblokiran situs oleh pemerintah. Utamanya, media berkonten khusus seperti media Islam.
Pada 30 Maret 2016, 19 media online Islam diblokir, antara lain Hidayatullah, Dakwah Tunnah, dan gemaislam.co.
"Uniknya gemaislam.co ikut diblokir dengan tuduhan menyebarkan radikalisme. Sementara, media ini sering kerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," jelas Shodiq.
Pemblokiran terhadap situs online yang memuat konten khusus Islam juga terjadi pada 31 Oktober 2016. Pada 4 November 2016, kembali terjadi pemblokiran situs, salah satunya media milik Shodiq.
Terakhir, pemblokiran situs media Islam juga pada 30 Desember 2016. "Antara lain Islam Pos, Kiblat," lanjut Shodiq.
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pemerintah tidak sembarangan memblokir situs. Menurut dia, keputusan itu diambil setelah melewati serangkaian proses analisis.
"Waktu diblokir, ada syarat-syaratnya. Dibahas juga bagaimana dilakukan normalisasi," kata Semuel.
medcom.id, Jakarta: Shodiq Ramadhan, perwakilan Suara Islam Online, mempertanyakan alasan pemerintah memblokir Suara Islam Online. Menurut dia, situs Suara Islam Online jelas dan berbadan hukum.
"Kita berbadan hukum, jelas berbentuk yayasan, di aturannya juga boleh. Susunan redaksi juga jelas, alamat jelas," kata Shodiq dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/7/2017).
Shodiq menjelaskan, media miliknya diblokir pemerintah pada 4 November 2016. Saat itu, ada juga tiga media berkonten khusus Islam yang turut ditutup.
"Satu pemberitaan yang dianggap SARA. Berjudul soal seruan jihad, padahal jihad maksud kami ini konstitusional," jelas Shodiq.
Shodiq sadar, satu kesalahan media miliknya, yakni belum mendaftar ke Dewan Pers. Tapi menurutnya, pemerintah seharusnya mengarahkan. "Jangan diblokir," tegas dia.
Yang juga janggal bagi Shodiq adalah standardisasi yang digunakan pemerintah dalam menilai sebuah situs yang patut diblokir. Shodiq menilai, mesti ada tim khusus yang kompeten menilai konten pemberitaan di media berkonten khusus.
"Tim panel harus jalan. Sehingga ketika ada media yang dilaporkan, itu tidak langsung dieksekusi," ucap dia.
Pria yang mengaku Sekretaris Forum Jurnalis Muslim itu juga membeberkan rangkaian keanehan pemblokiran situs oleh pemerintah. Utamanya, media berkonten khusus seperti media Islam.
Pada 30 Maret 2016, 19 media online Islam diblokir, antara lain Hidayatullah, Dakwah Tunnah, dan gemaislam.co.
"Uniknya gemaislam.co ikut diblokir dengan tuduhan menyebarkan radikalisme. Sementara, media ini sering kerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," jelas Shodiq.
Pemblokiran terhadap situs online yang memuat konten khusus Islam juga terjadi pada 31 Oktober 2016. Pada 4 November 2016, kembali terjadi pemblokiran situs, salah satunya media milik Shodiq.
Terakhir, pemblokiran situs media Islam juga pada 30 Desember 2016. "Antara lain Islam Pos, Kiblat," lanjut Shodiq.
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pemerintah tidak sembarangan memblokir situs. Menurut dia, keputusan itu diambil setelah melewati serangkaian proses analisis.
"Waktu diblokir, ada syarat-syaratnya. Dibahas juga bagaimana dilakukan normalisasi," kata Semuel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)