medcom.id, Jakarta: Sejumlah elemen masyarakat mendesak seluruh anggota DPD kompak menerima keputusan MA yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1/2016 dan Nomor 1/2017 tentang tata tertib yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun.
"Putusan MA itu harus dijalankan, bukan diperdebatkan. Akan tetapi, karena kepentingan politik segelintir orang, DPD menjadi rebutan kepentingan partai politik, tidak lagi bekerja untuk daerah. Ini sudah sangat mengkhawatirkan," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menanggapi Rapat Paripurna DPD yang diwarnai kericuhan antaranggota baik yang pro maupun kontra keputusan MA tersebut, kemarin.
Pada Rabu 29 Maret 2017 MA mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan uji materi Peraturan DPD No 1/2016 dan No 1/2017 terkait dengan pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dan pemberlakuan surut kepada pimpinan DPD yang menjabat.
Melalui putusan No 20P/HUM/2017 itu, MA memutuskan masa jabatan pimpinan DPD lima tahun sesuai masa jabatan keanggotaan. Pemberlakuan surut terhadap ketentuan itu bertentangan dengan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Baca: Keputusan Hemas Diprotes Keras
Dengan terbitnya keputusan MA, lanjut Lucius, para senator seharusnya menunjukkan karakter DPD yang sesungguhnya. "Kalau masih ada kekuatan politik yang mencengkeram, DPD sudah gagal menjadi perwakilan daerah."
Kronologi ricuh
Rapat Paripurna DPD kemarin berlangsung ricuh ketika ada senator menyoal penundaan agenda pemilihan ulang pimpinan DPD. Rapat yang sudah molor kembali tertunda hingga 45 menit.
Senator dari Jawa Timur Ahmad Nawardi menolak legalitas pimpinan DPD yang membuka rapat.
"Tatib DPD yang mengatur kepemimpinan mereka selama 2,5 tahun berakhir Sabtu (1 April). Pimpinan sementara harus ditetapkan untuk memimpin rapat paripurna," usul Nawardi dengan suara lantang.
Pernyataan Nawardi menuai protes senator lain sehingga memantik perang kata-kata. Tidak sedikit anggota DPD berupaya menyejukkan suasana dengan melantunkan selawat Nabi Muhammad SAW.
Nawardi tidak kehabisan akal. Dia bergegas meninggalkan bangkunya untuk mengambil alih podium. Sontak sejumlah senator mengerubunginya hingga terjadi aksi saling dorong dan perseteruan gaduh pun tidak terelakkan lagi.
Aksi saling dorong mereda setelah Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas sigap membuka rapat paripurna. Pembawa acara meminta semua yang hadir menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Masa depan suram DPD
Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi prihatin dengan kondisi DPD yang sudah tercabik-cabik. "Lembaga ini semakin tidak ada muruahnya. DPD mestinya fokus memperkuat kelembagaan ketimbang berdebat soal masa jabatan pimpinan. Saya khawatir DPD tidak punya masa depan."
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menilai persoalan muncul karena putusan MA keluar menjelang akhir masa jabatan pimpinan pada Maret. "Pimpinan harus mengambil sikap, menaati putusan MA."
Senator Bali I Gede Pasek Suardika berpendirian sebaliknya. "Tatib DPD masih berlaku. DPD perlu menetapkan pimpinan sementara apa pun putusan MA. Kalau nanti menerima putusan MA, ya enggak apa-apa. Namun, semuanya perlu dipimpin pimpinan sementara. Acuannya, tatib masih berlaku."
Hingga berita ini diturunkan, Rapat Paripurna DPD mengalami penundaan untuk memberikan kesempatan kepada para senator melakukan lobi-lobi. (Jay/Gol/Ant/X-3)
medcom.id, Jakarta: Sejumlah elemen masyarakat mendesak seluruh anggota DPD kompak menerima keputusan MA yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1/2016 dan Nomor 1/2017 tentang tata tertib yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun.
"Putusan MA itu harus dijalankan, bukan diperdebatkan. Akan tetapi, karena kepentingan politik segelintir orang, DPD menjadi rebutan kepentingan partai politik, tidak lagi bekerja untuk daerah. Ini sudah sangat mengkhawatirkan," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menanggapi Rapat Paripurna DPD yang diwarnai kericuhan antaranggota baik yang pro maupun kontra keputusan MA tersebut, kemarin.
Pada Rabu 29 Maret 2017 MA mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan uji materi Peraturan DPD No 1/2016 dan No 1/2017 terkait dengan pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dan pemberlakuan surut kepada pimpinan DPD yang menjabat.
Melalui putusan No 20P/HUM/2017 itu, MA memutuskan masa jabatan pimpinan DPD lima tahun sesuai masa jabatan keanggotaan. Pemberlakuan surut terhadap ketentuan itu bertentangan dengan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Baca:
Keputusan Hemas Diprotes Keras
Dengan terbitnya keputusan MA, lanjut Lucius, para senator seharusnya menunjukkan karakter DPD yang sesungguhnya. "Kalau masih ada kekuatan politik yang mencengkeram, DPD sudah gagal menjadi perwakilan daerah."
Kronologi ricuh
Rapat Paripurna DPD kemarin berlangsung ricuh ketika ada senator menyoal penundaan agenda pemilihan ulang pimpinan DPD. Rapat yang sudah molor kembali tertunda hingga 45 menit.
Senator dari Jawa Timur Ahmad Nawardi menolak legalitas pimpinan DPD yang membuka rapat.
"Tatib DPD yang mengatur kepemimpinan mereka selama 2,5 tahun berakhir Sabtu (1 April). Pimpinan sementara harus ditetapkan untuk memimpin rapat paripurna," usul Nawardi dengan suara lantang.
Pernyataan Nawardi menuai protes senator lain sehingga memantik perang kata-kata. Tidak sedikit anggota DPD berupaya menyejukkan suasana dengan melantunkan selawat Nabi Muhammad SAW.
Nawardi tidak kehabisan akal. Dia bergegas meninggalkan bangkunya untuk mengambil alih podium. Sontak sejumlah senator mengerubunginya hingga terjadi aksi saling dorong dan perseteruan gaduh pun tidak terelakkan lagi.
Aksi saling dorong mereda setelah Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas sigap membuka rapat paripurna. Pembawa acara meminta semua yang hadir menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Masa depan suram DPD
Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi prihatin dengan kondisi DPD yang sudah tercabik-cabik. "Lembaga ini semakin tidak ada muruahnya. DPD mestinya fokus memperkuat kelembagaan ketimbang berdebat soal masa jabatan pimpinan. Saya khawatir DPD tidak punya masa depan."
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menilai persoalan muncul karena putusan MA keluar menjelang akhir masa jabatan pimpinan pada Maret. "Pimpinan harus mengambil sikap, menaati putusan MA."
Senator Bali I Gede Pasek Suardika berpendirian sebaliknya. "Tatib DPD masih berlaku. DPD perlu menetapkan pimpinan sementara apa pun putusan MA. Kalau nanti menerima putusan MA, ya enggak apa-apa. Namun, semuanya perlu dipimpin pimpinan sementara. Acuannya, tatib masih berlaku."
Hingga berita ini diturunkan, Rapat Paripurna DPD mengalami penundaan untuk memberikan kesempatan kepada para senator melakukan lobi-lobi. (Jay/Gol/Ant/X-3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)