medcom.id, Jakarta: Kebutuhan Intelijen Pertahanan dianggap sangat penting. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membutuhkan data secara khusus dari lembaga internal lancarkan kebijakan pertahanan.
Kepala Badan Instalasi Strategis Kemhan Mayjen TNI Paryanto menuturkan, dalam praktiknya nanti data intelijen dari lembaga yang sudah ada akan digunakan. Meski demikian instrumen seperti intelijen pertahanan dibutuhkan untuk mengumpulkan dan menganalisa agar bahan data intelijen tersebut sesuai dengan kebijakan pertahanan.
"Pertahanan menyangkut hidup matinya negara. Gagal pertahanan berarti tidak ada kesejahteraan. Pertahan menjadi hal yang sangat penting, kepentingan seluruh warga negara," kata Paryanto dalam acara Primetimenews Metro TV, Kamis (9/6/2016).
Menurutnya, tugas Kementerian Pertahanan sebagai pembantu Presiden merumuskan kebijakan pertahanan negara. Sebuah kebijakan pertahanan turunannya merupakan strategi pertahanan. Paryanto mengatakan, dalam strategi pertahanan inilah diperlukan adanya badan intelijen pertahanan.
"Satu strategi pertahahan tidak boleh dalam satu ruang yang kosong. Harus ada oponen, makanya harus ada intelijen," papar Paryanto.
Usulan ini pun mendapatkan kritik dari anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanudin. Ia terang-terangan tak setuju dengan usulan tersebut. Menurutnya, banyak yang perlu dilakukan jika mewujudkan keberadaan Badan Intelitan Pertahanan.
"Menurut saya kalau mau mengubah, kita revisi dulu Undang-undang. Kemudian dalam konteks apa (keberadaan Banadan Intelijen Pertahanan). Harus ada kajian, tidak serta merta kemudian membuat organisasi hanya berdasarkan Perpres atau Keppres. Kemudian menyangkut anggaran karena ada organisasi yang bertambah," kata TB Hasanudin.
Kementerian Pertahanan bukanlah organisasi yang statis. Menurut Hasanudin, bisa saja terjadi dinamika dan akhirnya menambah suatu lembaga internal untuk mengawasi pertahanan. Meski demikian, kata dia, terlebih dahulu perlu acuan yang harus dipedomani sebelum membentuk lembaga baru ini.
Hasanudin menuturkan, dalam perumusan terdahulu, telah disepakati atase pertahanan di tubuh TNI dipimpim Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais). Intelijen pertahanan dikelola dan diserahkan kepada TNI sebagai pelaksana bukan Kementerian Pertahanan yang membuat kebijakan.
"Itu berupa kesepakatan nasional dan juga merupakan hasil dari kesepakatan rakyat, diwujudkan dalam format seperti itu," kata Hasanudin.
medcom.id, Jakarta: Kebutuhan Intelijen Pertahanan dianggap sangat penting. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membutuhkan data secara khusus dari lembaga internal lancarkan kebijakan pertahanan.
Kepala Badan Instalasi Strategis Kemhan Mayjen TNI Paryanto menuturkan, dalam praktiknya nanti data intelijen dari lembaga yang sudah ada akan digunakan. Meski demikian instrumen seperti intelijen pertahanan dibutuhkan untuk mengumpulkan dan menganalisa agar bahan data intelijen tersebut sesuai dengan kebijakan pertahanan.
"Pertahanan menyangkut hidup matinya negara. Gagal pertahanan berarti tidak ada kesejahteraan. Pertahan menjadi hal yang sangat penting, kepentingan seluruh warga negara," kata Paryanto dalam acara Primetimenews Metro TV, Kamis (9/6/2016).
Menurutnya, tugas Kementerian Pertahanan sebagai pembantu Presiden merumuskan kebijakan pertahanan negara. Sebuah kebijakan pertahanan turunannya merupakan strategi pertahanan. Paryanto mengatakan, dalam strategi pertahanan inilah diperlukan adanya badan intelijen pertahanan.
"Satu strategi pertahahan tidak boleh dalam satu ruang yang kosong. Harus ada oponen, makanya harus ada intelijen," papar Paryanto.
Usulan ini pun mendapatkan kritik dari anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanudin. Ia terang-terangan tak setuju dengan usulan tersebut. Menurutnya, banyak yang perlu dilakukan jika mewujudkan keberadaan Badan Intelitan Pertahanan.
"Menurut saya kalau mau mengubah, kita revisi dulu Undang-undang. Kemudian dalam konteks apa (keberadaan Banadan Intelijen Pertahanan). Harus ada kajian, tidak serta merta kemudian membuat organisasi hanya berdasarkan Perpres atau Keppres. Kemudian menyangkut anggaran karena ada organisasi yang bertambah," kata TB Hasanudin.
Kementerian Pertahanan bukanlah organisasi yang statis. Menurut Hasanudin, bisa saja terjadi dinamika dan akhirnya menambah suatu lembaga internal untuk mengawasi pertahanan. Meski demikian, kata dia, terlebih dahulu perlu acuan yang harus dipedomani sebelum membentuk lembaga baru ini.
Hasanudin menuturkan, dalam perumusan terdahulu, telah disepakati atase pertahanan di tubuh TNI dipimpim Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais). Intelijen pertahanan dikelola dan diserahkan kepada TNI sebagai pelaksana bukan Kementerian Pertahanan yang membuat kebijakan.
"Itu berupa kesepakatan nasional dan juga merupakan hasil dari kesepakatan rakyat, diwujudkan dalam format seperti itu," kata Hasanudin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)