Jakarta: Panitia khusus (Pansus) dan pemerintah sepakat membuka peluang bakal merevisi pasal-pasal lain di Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua. Awalnya, amendemen difokuskan pada dua pasal, yakni Pasal 34 terkait dana otsus dan Pasal 76 terkait pemekaran wilayah di Papua.
"Dalam rapat kerja hari ini, (pansus dan pemerintah) sepakat untuk selain dua pasal itu ada pasal-pasal lain (diubah)," kata Ketua Pansus Revisi UU Otsus Papua Komarudin Watubun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 17 Juni 2021.
Politikus PDI Perjuangan itu menyebut revisi pasal lain diharapkan dapat mewujudkan penerapan otsus yang lebih baik di Bumi Cendrawasih. Sehingga, kemajuan Papua bisa terwujud melalui revisi itu.
"Diharapkan akan mempercepat pembangunan Papua," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan revisi dua pasal tersebut merupakan pokok utama perubahan UU Otsus Papua. Sebab, ada beberapa ketentuan bakal berakhir masa berlakunya.
(Baca: MRP dan DPRP Protes Revisi UU Otsus Papua Hanya Membahas 2 Pasal)
Seperti ketentuan dana otsus Papua sebesar 2 persen. Dalam regulasi yang berlaku saat ini, pemberian dana otsus hanya berlaku hingga November 2021.
"Pemerintah sepakat dana otsus ini dilanjutkan dan kemudian ditambah dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari DAU (dana alokasi umum) nasional," kata Tito.
Sementara itu, alasan pemerintah mengajukan revisi Pasal 76 UU Otsus Papua untuk mempermudah pemekaran wilayah. Salah satunya memasukkan kewenangan pusat melakukan hal tersebut.
"Memberikan ruang kepada pemerintah pusat dengan mendengarkan aspirasi dari otoritas, baik MRP, DPRP, Pemprov, Pemkab dan semua stakeholder untuk ruangan tersebut (melakukan pemekaran wilayah)," ujar dia.
Sebelumnya, Majelis Rakyar Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua protes revisi UU Otsus Papua terbatas di dua pasal. Lembaga perwakilan masyarakat Papua itu menilai permasalahan implementasi itu tak hanya pada aspek dana otsus dan pemekaran wilayah saja.
Jakarta:
Panitia khusus (Pansus) dan pemerintah sepakat membuka peluang bakal merevisi pasal-pasal lain di Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua. Awalnya, amendemen difokuskan pada dua pasal, yakni Pasal 34 terkait dana otsus dan Pasal 76 terkait pemekaran wilayah di Papua.
"Dalam rapat kerja hari ini, (pansus dan pemerintah) sepakat untuk selain dua pasal itu ada pasal-pasal lain (diubah)," kata Ketua Pansus Revisi UU Otsus Papua Komarudin Watubun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 17 Juni 2021.
Politikus
PDI Perjuangan itu menyebut revisi pasal lain diharapkan dapat mewujudkan penerapan otsus yang lebih baik di Bumi Cendrawasih. Sehingga, kemajuan Papua bisa terwujud melalui revisi itu.
"Diharapkan akan mempercepat pembangunan Papua," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan revisi dua pasal tersebut merupakan pokok utama perubahan UU Otsus Papua. Sebab, ada beberapa ketentuan bakal berakhir masa berlakunya.
(Baca:
MRP dan DPRP Protes Revisi UU Otsus Papua Hanya Membahas 2 Pasal)
Seperti ketentuan dana otsus Papua sebesar 2 persen. Dalam regulasi yang berlaku saat ini, pemberian dana otsus hanya berlaku hingga November 2021.
"Pemerintah sepakat dana otsus ini dilanjutkan dan kemudian ditambah dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari DAU (dana alokasi umum) nasional," kata Tito.
Sementara itu, alasan pemerintah mengajukan revisi Pasal 76 UU Otsus Papua untuk mempermudah pemekaran wilayah. Salah satunya memasukkan kewenangan pusat melakukan hal tersebut.
"Memberikan ruang kepada pemerintah pusat dengan mendengarkan aspirasi dari otoritas, baik MRP, DPRP, Pemprov, Pemkab dan semua stakeholder untuk ruangan tersebut (melakukan pemekaran wilayah)," ujar dia.
Sebelumnya, Majelis Rakyar Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua protes revisi UU Otsus Papua terbatas di dua pasal. Lembaga perwakilan masyarakat Papua itu menilai permasalahan implementasi itu tak hanya pada aspek dana otsus dan pemekaran wilayah saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)