Jakarta: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyoroti empat persoalan yang dianggap penting ihwal kebangsaan dan kenegaraan pada 2020. Keempat poin tersebut adalah keadilan sosial, infrastruktur sosial, pemerataan ekonomi dan bahaya oligarki, serta toleransi beragama.
"Keadilan sosial adalah output (ghâyah) dari seluruh penyelenggaraan kehidupan publik. Tanpa bertumpu pada prinsip keadilan sosial, maka pembangunan sehebat apa pun hanya akan menjauh dan lepas dari jiwa Pancasila," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Refleksi & Taushiyah Kebangsaan NU Memasuki 2020 di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2020.
Dalam hal infrastruktur sosial, Said berpendapat sudah saatnya pemerintah tidak hanya bertumpu pada hal-hal fisik. Pembangunan infrastruktur sosial menjadi agenda penting demi mengurangi ketimpangan yang kian kentara.
"Kecanggihan teknokrasi dalam pemerintahan tidak akan banyak berguna tanpa dukungan infrastruktur sosial yaitu kohesi dan harmoni sosial. Fungsi ini telah dijalankan secara optimal oleh ormas-ormas keagamaan. Tugas pemerintah adalah mengakselerasi kohesi vertikal melalui pemerataan distribusi kesejahteraan dan pemerataan kontrol atas sumber-sumber daya ekonomi yang berkeadilan," kata Said.
Saat ini, menurut Said, ketimpangan ekonomi dan sosial masih menjadi perkara yang belum bisa dianggap tuntas. Sejak merdeka, kata dia, Indonesia masih terpengaruh warisan buruk kolonial berupa adanya kecenderungan penguasaan kekayaan negara yang hanya dimiliki segelintir orang atau kerap disebut tradisi oligarki.
"Bercokolnya oligarki membuat kue ekonomi tumbuh, tetapi tidak merata. Koefisien gini turun sedikit, begitu pun rasio gini penguasaan tanah. Secara nominal, kekayaan 50 ribu orang terkaya setara dengan gabungan kepemilikan 60 persen aset penduduk Indonesia atau 150 juta orang," kata Said.
PBNU berharap momentum 2020 menjadi penguatan tekad Pemerintah RI untuk mengurangi problem ketimpangan sosial. Pemerintah diharap konsisten melaksanakan program-program yang telah dirancang dengan baik dalam upaya mengurangi ketimpangan.
"Silakan undang investasi, namun kurangi ketimpangan. Jangan yang kaya semakin kaya, yang miskin makin terpuruk," ujar dia.
Terkait toleransi beragama, PBNU meminta agar pemerintah dan penegak hukum tak lagi ragu dan diskriminatif untuk menutup ruang gerakan vandalisme yang menggunakan kekerasan dalam memaksakan pendapat.
"NU menyerukan aparat mengambil tindakan tegas terhadap kelompok intoleran yang melanggar hukum dan ketertiban sosial," kata Said.
Jakarta: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyoroti empat persoalan yang dianggap penting ihwal kebangsaan dan kenegaraan pada 2020. Keempat poin tersebut adalah keadilan sosial, infrastruktur sosial, pemerataan ekonomi dan bahaya oligarki, serta toleransi beragama.
"Keadilan sosial adalah output (ghâyah) dari seluruh penyelenggaraan kehidupan publik. Tanpa bertumpu pada prinsip keadilan sosial, maka pembangunan sehebat apa pun hanya akan menjauh dan lepas dari jiwa Pancasila," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Refleksi & Taushiyah Kebangsaan NU Memasuki 2020 di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2020.
Dalam hal infrastruktur sosial, Said berpendapat sudah saatnya pemerintah tidak hanya bertumpu pada hal-hal fisik. Pembangunan infrastruktur sosial menjadi agenda penting demi mengurangi ketimpangan yang kian kentara.
"Kecanggihan teknokrasi dalam pemerintahan tidak akan banyak berguna tanpa dukungan infrastruktur sosial yaitu kohesi dan harmoni sosial. Fungsi ini telah dijalankan secara optimal oleh ormas-ormas keagamaan. Tugas pemerintah adalah mengakselerasi kohesi vertikal melalui pemerataan distribusi kesejahteraan dan pemerataan kontrol atas sumber-sumber daya ekonomi yang berkeadilan," kata Said.
Saat ini, menurut Said, ketimpangan ekonomi dan sosial masih menjadi perkara yang belum bisa dianggap tuntas. Sejak merdeka, kata dia, Indonesia masih terpengaruh warisan buruk kolonial berupa adanya kecenderungan penguasaan kekayaan negara yang hanya dimiliki segelintir orang atau kerap disebut tradisi oligarki.
"Bercokolnya oligarki membuat kue ekonomi tumbuh, tetapi tidak merata. Koefisien gini turun sedikit, begitu pun rasio gini penguasaan tanah. Secara nominal, kekayaan 50 ribu orang terkaya setara dengan gabungan kepemilikan 60 persen aset penduduk Indonesia atau 150 juta orang," kata Said.
PBNU berharap momentum 2020 menjadi penguatan tekad Pemerintah RI untuk mengurangi problem ketimpangan sosial. Pemerintah diharap konsisten melaksanakan program-program yang telah dirancang dengan baik dalam upaya mengurangi ketimpangan.
"Silakan undang investasi, namun kurangi ketimpangan. Jangan yang kaya semakin kaya, yang miskin makin terpuruk," ujar dia.
Terkait toleransi beragama, PBNU meminta agar pemerintah dan penegak hukum tak lagi ragu dan diskriminatif untuk menutup ruang gerakan vandalisme yang menggunakan kekerasan dalam memaksakan pendapat.
"NU menyerukan aparat mengambil tindakan tegas terhadap kelompok intoleran yang melanggar hukum dan ketertiban sosial," kata Said.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)