medcom.id, Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pemeriksaan hukum anggota dewan harus kantongi izin Presiden dianggap tak menghasilkan norma hukum baru. Apa yang diputuskan oleh MK ini sama dengan prosedur yang berlaku ke pejabat tinggi negara lain.
"MK hanya menciptakan keseragaman prosedur pemanggilan mereka, yakni dengan persetujuan tertulis dari presiden, sehingga tidak ada perbedaan prosedur pemanggilan," kata Anggota Komisi II DPR Arsul Sani ketika dihubungi, Rabu, (23/9/2015).
Prosedur pemanggilan yang dilakukan ke anggota DPR, sama seperti pemanggilan ke BPK, Hakim MA dan Hakim MK. Setiap UU yang mengatur lembaga-lembaga ini tidak berbeda dalam soal pemanggilan atau pemeriksaan.
Dalam UU MD3 juga sebelumnya telah mengatur limitasi kasus yang harus menggunakan izin. Walaupun sebelumnya izin pemeriksaan dikeluarkan Mahkamah Kehormatan Dewan, kasus pidana khusus, pidana berat dan operasi tangkap tangan langsung bisa dilakukan.
"Dengan limitasi-limitasi seperti itu sebenarnya juga sudah tidak ada yang istimewa lagi pada soal prosedur pemanggilan seperti itu,"dia.
Pada Selasa 22 September kemarin, MK memutuskan penegak hukum harus mendapatkan izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD.
Hakim Konstitusi menyatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.
medcom.id, Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pemeriksaan hukum anggota dewan harus kantongi izin Presiden dianggap tak menghasilkan norma hukum baru. Apa yang diputuskan oleh MK ini sama dengan prosedur yang berlaku ke pejabat tinggi negara lain.
"MK hanya menciptakan keseragaman prosedur pemanggilan mereka, yakni dengan persetujuan tertulis dari presiden, sehingga tidak ada perbedaan prosedur pemanggilan," kata Anggota Komisi II DPR Arsul Sani ketika dihubungi, Rabu, (23/9/2015).
Prosedur pemanggilan yang dilakukan ke anggota DPR, sama seperti pemanggilan ke BPK, Hakim MA dan Hakim MK. Setiap UU yang mengatur lembaga-lembaga ini tidak berbeda dalam soal pemanggilan atau pemeriksaan.
Dalam UU MD3 juga sebelumnya telah mengatur limitasi kasus yang harus menggunakan izin. Walaupun sebelumnya izin pemeriksaan dikeluarkan Mahkamah Kehormatan Dewan, kasus pidana khusus, pidana berat dan operasi tangkap tangan langsung bisa dilakukan.
"Dengan limitasi-limitasi seperti itu sebenarnya juga sudah tidak ada yang istimewa lagi pada soal prosedur pemanggilan seperti itu,"dia.
Pada Selasa 22 September kemarin, MK memutuskan penegak hukum harus mendapatkan izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD.
Hakim Konstitusi menyatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)