Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia R. Banjarnahor mendesak KPU untuk bisa berbuat lebih. Metro TV
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia R. Banjarnahor mendesak KPU untuk bisa berbuat lebih. Metro TV

Hot Room

Mantan Napi Bisa Jadi Koruptor, ICW: Ada Celah Hukum

MetroTV • 01 September 2022 06:00
Jakarta: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif memicu polemik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mau tak mau harus mengikuti undang-undang yang disahkan DPR.
 
Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 240 ayat 1 huruf G berbunyi: Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana. 
 
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2022-2027, Idham Kholik menyiratkan KPU harus mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang berlaku. Sebab, pemilu memiliki prinsip berkepastian hukum.

“Putusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat. Dalam penyelenggaraan Pemilu ada salah satu prinsip yaitu berkepastian hukum,” katanya dalam tayangan Hot Room, Metro TV, Rabu 31 Agustus 2022.
 
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia R. Banjarnahor mendesak KPU untuk bisa berbuat lebih. Pasalnya terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2019 yang bisa digunakan KPU untuk ‘menjegal’ mantan narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
 
“Sebenarnya ada celah bagi KPU saat ini untuk tetap menerapkan hal tersebut tapi dimodifikasi sedikit, menggunakan putusan MK tahun 2019. Konteksnya kepala daerah kalau terlibat kasus korupsi dan sudah divonis dia harus tunggu masa jeda 5 tahun,” jelas Kurnia.
 

Baca: KIP Aceh Tunggu Aturan Teknis Mantan Napi Koruptor Maju Nyaleg


Menurutnya KPU berwenang untuk memodifikasi peraturan tersebut menjadi konteks pemilihan legislatif, karena putusan MK tersebut sah untuk dijadikan pertimbangan dan diuji dengan Undang-Undang terkait pemilihan legislatif.
 
“(KPU) berwenang mengeluarkan PKPU dengan mempertimbangkan putusan MK tahun 2019,” ujar dia.
 
Kurnia mengatakan bahwa korupsi adalah extra ordinary crime, sehingga diperlukan segala cara untuk menegakkan integritas dalam ‘menjegal’ eks-napi koruptor kembali masuk ke dalam tubuh pemerintahan.
 
“Untuk masyarakat mendaftarkan pekerjaan umum saja membutuhkan SKCK, yang mana kalau dia terlibat tindak pidana umum ada catatan dan tidak lolos. Kita sedang mempertaruhkan pembuatan Undang-Undang 5 tahun ke depan kepada wakil rakyat, namun (mantan koruptor) tetap diperbolehkan?” kata Kurnia heran. (Annisa Ambarwaty)

Baca: KIP Aceh Tunggu Aturan Teknis Mantan Napi Koruptor Maju Nyaleg


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan