Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Hendropriyono memasuki gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (29/4/2014). Kedatangan Hendro untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersangka Anas U
Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Hendropriyono memasuki gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (29/4/2014). Kedatangan Hendro untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersangka Anas U

Hendropriyono: Peristiwa Talangsari Bukan Pembunuhan Massal

30 Oktober 2014 14:54
medcom.id, Jakarta: Mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono mengungkap fakta terbaru Peristiwa Talangsari, suatu insiden yang terjadi di Dusun Talangsari III, Kabupaten Lampung Timur, pada 1989. Pengakuan diungkapkan dalam wawancara dengan Allan Nairn, jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, yang diungkap dalam blog Allannairn.org, belum lama ini.
 
Hendropriyono bersama TNI dan Brimob mendatangi Talangsari untuk merespon ancaman gerakan makar terhadap pemerintah pada era Orde Baru. Ketika itu, ratusan warga setempat tewas terbakar di dalam rumah masing-masing.
 
"Kami mengelilingi rumah dan gubuk di desa mereka. Tidak ada satu pun yang keluar karena dilarang kepala adat. Saya bilang pada mereka 'kami akan menyerang. Segera keluar dari rumah dan menyerahlah.'"

Sesaat setelah itu, kata Hendro, gubuk dan rumah yang telah terkepung dilalap api. Sejumlah korban selamat dan saksi mata mengaku melihat anak buah Hendro menyulut api, dan juga menembak serta menyiksa masyarakat tak bersenjata. Kesaksian mereka disampaikan secara mendetail ke Komnas HAM dan grup Kontras.
 
Namun menurut versi Hendro, warga Talangsari pada kenyataannya melakukan bunuh diri.
 
"Tiba-tiba mereka membakar gubuk mereka sendiri. Tindakan itu membuat banyak orang meninggal dunia," tutur Hendro, yang memperkirakan jumlah korban tewas ketika itu mencapai 100 hingga 200 orang.
 
Allan bertanya: "Jadi, Anda mengklaim mereka bunuh diri?"
 
"Iya, mereka membakar gubuk mereka sendiri," jawab Hendro.
 
"Anda menyebut mereka bunuh diri?" tanya Allan lagi.
 
"Ya...," balas Hendro.
 
"Bunuh diri?" tanya Allan dalam Bahasa Indonesia.
 
"Bunuh diri," tutup Hendro.
 
Masih penasaran, Allan kembali memaparkan fakta bahwa ada banyak pengakuan yang menyebut ratusan warga Talangsari ketika itu dibunuh pasukan pimpinan Hendropriyono.
 
"Iya memang banyak, tapi itu semua tidak benar," sebut Hendro.
 
"Anda bisa mengungkapkan hal ini ke pengadilan. Anda dapat mengatakan itu pada hakim," tanya Allan, yang dibalas Hendro dengan diam.
 
Peristiwa Talangsari adalah insiden yang terjadi antara kelompok Warsidi dengan aparat di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur. Peristiwa itu meledak pada 7 Februari 1989.
 
Kejadian itu tak lepas dari peran Warsidi. Di Talangsari, Warsidi dijadikan Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari.
 
Nurhidayat diketahui pernah bergabung ke dalam gerakan DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, namun kemudian ia menyempal dan membentuk kelompok sendiri di Jakarta. Di Jakarta inilah, Nurhidayat, Sudarsono dan kawan-kawan merencanakan sebuah gerakan yang kemudian terkenal dengan peristiwa Talangsari, Lampung.
 
Gerakan di Talangsari itu, tercium aparat. Pada 6 Februari 1989, pemerintah melalui Danramil Way Jepara Kapten Soetiman datang ke Talangsari. Tapi kedatangan Soetiman disambut hujan panah dan perlawanan. Kapten Soetiman tewas.
 
Kematian Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok Warsidi. Pada 7 Februari 1989, aparat menyerbu Talangsari. Sebanyak 27 pengikut Warsidi, termasuk Warsidi, tewas. Sebanyak 173 lainnya ditangkap.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan