medcom.id, Jakarta: Akademisi Universitas Nasional Ismail Rumadan meragukan keputusan kasus 'papa minta saham' yang akan diambil Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Rabu 16 Desember. Hakim MKD yang akan memutus kasus Ketua DPR Setya Novanto itu dinilai tak memahami posisinya sebagai hakim etika.
"Logikanya adalah bagaimana seseorang yang mengadili pelanggaran etika, sementara orang tersebut tidak beretika," kata Ismail melalui keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com, Selasa (15/12/2015).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional menjelaskan, sikap beberapa anggota MKD justru menunjukkan pelanggaran etika. Beberapa hakim itu juga disebut menyampingkan etika persidangan. "Seperti saling serang secara terbuka antara sesama anggota mahkamah," tambah Ismail.
Tak hanya itu, Anggota MKD juga mengomentari substansi sidang di muka publik. Bahkan, sesama anggota saling mengomentari pendapat masing-masing dalam sidang. Anggota juga melontarkan pertanyaan tendesius dan menarik kesimpulan sebelum sidang usai.
Pertanyaan benar atau tidaknya ada pelanggaran terhadap saksi juga dinilai tak tepat. Hal itu harusnya menjadi kesimpulan majelis hakim setelah mengungkap fakta dan keterangan saksi yang diungkap dan disampaikan dalam persidangan.
Ismail berharap sidang etik di MKD menghasilkan putusan sesuai harapan masyarakat. MKD sebaiknya tak menimbulkan kesan proses ini hanya sebagai opera sengaja dipertontonkan demi mengalihkan isu perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang secara substansi merugikan negeri ini.
"Jangan sampai anggota majelis hakim MKD yang diberikan kewenangan menyelesaikan dugaan pelanggaran etik dianggap tidak memahami etika persidangan," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Akademisi Universitas Nasional Ismail Rumadan meragukan keputusan kasus 'papa minta saham' yang akan diambil Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Rabu 16 Desember. Hakim MKD yang akan memutus kasus Ketua DPR Setya Novanto itu dinilai tak memahami posisinya sebagai hakim etika.
"Logikanya adalah bagaimana seseorang yang mengadili pelanggaran etika, sementara orang tersebut tidak beretika," kata Ismail melalui keterangan tertulis yang diterima
Metrotvnews.com, Selasa (15/12/2015).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional menjelaskan, sikap beberapa anggota MKD justru menunjukkan pelanggaran etika. Beberapa hakim itu juga disebut menyampingkan etika persidangan. "Seperti saling serang secara terbuka antara sesama anggota mahkamah," tambah Ismail.
Tak hanya itu, Anggota MKD juga mengomentari substansi sidang di muka publik. Bahkan, sesama anggota saling mengomentari pendapat masing-masing dalam sidang. Anggota juga melontarkan pertanyaan tendesius dan menarik kesimpulan sebelum sidang usai.
Pertanyaan benar atau tidaknya ada pelanggaran terhadap saksi juga dinilai tak tepat. Hal itu harusnya menjadi kesimpulan majelis hakim setelah mengungkap fakta dan keterangan saksi yang diungkap dan disampaikan dalam persidangan.
Ismail berharap sidang etik di MKD menghasilkan putusan sesuai harapan masyarakat. MKD sebaiknya tak menimbulkan kesan proses ini hanya sebagai opera sengaja dipertontonkan demi mengalihkan isu perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang secara substansi merugikan negeri ini.
"Jangan sampai anggota majelis hakim MKD yang diberikan kewenangan menyelesaikan dugaan pelanggaran etik dianggap tidak memahami etika persidangan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)