Wakil Ketua DPD Nono Sampono (kedua dari kanan), bersama (dari kanan) Staf Ahli Bidang Pemerintahan di Kemdageri Suhajar Diantoro, Dirut Metro TV, Suryopratomo, dan Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Gaudensius Suhardi dalam FGD di kantor Media G
Wakil Ketua DPD Nono Sampono (kedua dari kanan), bersama (dari kanan) Staf Ahli Bidang Pemerintahan di Kemdageri Suhajar Diantoro, Dirut Metro TV, Suryopratomo, dan Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Gaudensius Suhardi dalam FGD di kantor Media G

Peran DPD pada Pertumbuhan Ekonomi Dipertanyakan

Lis Pratiwi • 09 Oktober 2017 16:16
medcom.id, Jakarta: Data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua 2017 mencatat: penyumbang perekonomian nasional berpusat di kawasan barat Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari Pulau Jawa dengan pertumbuhan 21,95 persen, posisi kedua ditempati Pulau Sumatera dengan 22 persen. Kondisi ini pun telah berlangsung puluhan tahun.
 
“Kalau dijumlahkan, Pulau Jawa dan Sumatera memonopoli ekonomi nasional. Selama empat puluh tahun terakhir gravitasi ekonomi nasional memang terkonsentrasi di kawasan barat,” kata Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro dalam Focus Group Discussion “Pemantapan Kewajiban Konstitusional DPD RI dalam Pembangunan Daerah” di Media Group, Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin 9 Oktober 2017.
 
Menurut Kuncoro, daerah penyumbang ekonomi terbesar juga berada di Pulau Jawa. Konsentrasinya ada di Provinsi DKI Jakarta dengan 16 persen. Sementara jika digabung dengan kawasan sekitar, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur), angkanya melompat jadi 25 persen atau seperempat perekonomian nasional.

Kondisi ini kontras dengan wilayah timur Indonesia, seperti Maluku Utara yang hanya menyumbang 0,2 persen perekonomian nasional. Hal ini menjadikan daerah tersebut provinsi dengan pertumbuhan paling rendah di Indonesia. Kuncoro menambahkan, Indonesia juga masih memiliki banyak kabupaten, kota, dan desa tertinggal.
 
“Saya coba ulas dari 424 kabupaten dan kota di Indonesia, ada 122 Kabupaten/Kota atau 29 persen masih tertinggal. Sementara untuk desa, dari 74.093 desa di Indonesia, ada 27 persen yang masih tertinggal,” beber Kuncoro.
 
Kuncoro menuturkan, provinsi di timur Indonesia hanya dapat berkembang jika memiliki dua karakteristik, yakni sumber daya alam (SDA) yang baik dan sumber daya manusia (SDM) atau penduduk yang berkembang. Pasalnya, penduduk merupakan bagian dari market potential yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan yang dilihat investor.
 
“Kalau dilihat dari pertumbuhan ekonomi, maka provinsi-provinsi di timur yang tumbuh dan pendapatan perkapitanya di atas nasional pasti punya SDA melimpah, seperti pertambangan dan perkebunan, serta penduduk untuk potensi pasar,” jelas dia.
 
Peran DPD
 
Peta ketimpangan pembangunan antara wilayah barat dan timur ini membuat Kuncoro mempertanyakan perang angggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Menurut dia, DPD belum berhasil melaksanakan tugas mereka menangani kawasan timur sebagaimana perlakuan negara terhadap kawasan Barat.
 
Kuncoro menjabarkan, DPD harus memegang teguh visi mereka untuk menjadi lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
“Artinya ini gimana peranan DPD? Masalahnya (anggota DPD) sudah turun ke lapangan belum? Karena DPD itu harus menjadi penyalur aspirasi seluruh kabupaten atau kota yang diwakilinya,” ucap Kuncoro.
 
Untuk mencapai visi itu, Kuncoro menyoroti tiga langkah berkaitan dengan fungsi DPD. Pertama, fungsi legislasi yakni, bagaimana DPD aktif mengajukan Rancangan Undang-undang, serta turut serta membahasnya bersama DPR. Fungsi ini diharapkan berperan tak hanya sebagai masukan, namun hingga penerapan Undang-undang secara resmi.
 
“Jadi bisa dinilai produk UU yang inisiatif DPD berapa, ikut membahas berapa, dan ada nggak masukannya yang diterapkan atau jadi reference dalam konteks UU. Ini pertanyaan mendasar karena DPD yang seharusnya paling tahu permasalahan daerah dan masyarakat,” sebut dia.
 
Fungsi kedua adalah anggaran. DPD juga dapat memberi pertimbangan anggaran kepada DPR sesuai dengan konstitusi. Ketiga, fungsi pengawasan pelaksanaan UU yang selanjutkan disampaikan DPD kepada DPR. Kuncoro menegaskan, peran DPD yang kerap bersinggungan dan seolah dibayangi peran DPR menjadikan imbas fungsi-fungsi ini kurang terlihat.
 
“Jadi jangan marah kalau DPD dikatakan adiknya DPR, karena memang begitu. Fungsi pengawasan dilaporkan ke DPR, punya masukan juga disampaikan ke DPR. Jadi rakyat berpikir DPD ini memang bagian dari DPR,” kata Kuncoro.
 
Penguatan DPD
 
Untuk menguatkan peran DPD, Kuncoro menyarankan dua hal. Pertama, melakukan revisi Pasal 22D ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 tentang peran konstitusional fungsi pertimbangan DPD. Kuncoro mengatakan, kewajiban konstitusional bahwa DPD dapat mengajukan Rancangan UU kepada DPR dalam pasal tersebut terdengar ambigu.
 
“Kata ‘dapat’ dalam kalimat tersebut itu kan berarti hukumnya sunnah, jadi tidak wajib memberi rancangan. Menurut saya baik dalam bahasa hukum maupun indikasi konstitusional, kata ini ambigu,” jelas dia.
 
Saran kedua, Kuncoro berpendapat pelaksanaan tiga fungsi DPD yang tertuang dalam misi dan Undang-undang tadi tidak hanya formalitas. DPD harus aktif menyusun kebijakan nasional dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan daerah. “Karena yang diperlukan dari wakil daerah adalah menyuarakan apsirasi daerahnya masing-masing agar ada pemerataan dan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan