medcom.id, Jakarta: Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden itu digugat oleh mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay dan Yuda Irlang selaku pemohon individu.
"Yang sesuai konstitusi seharusnya tidak bisa jika syarat parpol atau gabungan parpol harus punya 20% kursi atau 25% suara. Apalagi, sekarang pemilu dilaksanakan serentak. Seharusnya setiap parpol yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu bisa sendiri atau bersama mencalonkan," ujar Hadar usai mendaftarkan permohonan uji materi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 6 September 2017.
Hadar menuturkan, Pasal 222 bertentangan dengan pasal 6 A ayat (2), pasal 22 E ayat (1) dan ayat (2), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1), dan pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dia menyebut, sebagai open legal policy, seharusnya aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden disesuaikan dengan kondisi nasional.
"Kalau dilihat separuh, dan pemilu dilakukan terpisah maka bisa saja. Tapi, mengukur kekuatan parpol lima tahun yang lalu tidak sama dengan sekarang, kami memandang putusan MK sebagai politik hukum terbuka tidak berdiri sendiri. Memahaminya harus melihat konteks konstitusi secara keseluruhan," tutur dia.
Selain Hadar dan Yuda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Kode Inisiatif mengajukan gugatan. Mereka selaku pemohon dari badan hukum.
(Baca juga: Yusril Daftarkan Gugatan Uji Materi UU Pemilu)
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan, Pasal 222 tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang demokratis dan berkeadilan. Sebab, pasal tersebut menutup peluang partai politik baru mengusung pasangan capres dan cawapres.
"Yang boleh itu kan jadinya hanya parpol peserta pemilu yang lalu. Partai baru tidak serta merta bisa mencalonkan. Ini kan bertentangan dengan konstitusi. Tidak diwajibkan batas ambangnya 20%," ujar dia.
Adapun, Pasal 6 A ayat (1) UUD 1945 berbunyi 'presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa 'pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.'
Titi berharap, MK dapat segera memroses permohonan uji materi yang diajukan, lantaran tahapan pemilu sudah dimulai. "Kita harap permohonan ini sebagai salah satu perkara prioritas yang mesti segera diputus," tandas dia.
Sebelumnya, Pasal 222 Undang-undang Pemilu juga digugat Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. Yusril menilai pasal tersebut menutup peluangnya maju sebagai capres. Padahal, PBB telah mencalonkan dia sebagai capres pada Pilpres 2019.
medcom.id, Jakarta: Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden itu digugat oleh mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay dan Yuda Irlang selaku pemohon individu.
"Yang sesuai konstitusi seharusnya tidak bisa jika syarat parpol atau gabungan parpol harus punya 20% kursi atau 25% suara. Apalagi, sekarang pemilu dilaksanakan serentak. Seharusnya setiap parpol yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu bisa sendiri atau bersama mencalonkan," ujar Hadar usai mendaftarkan permohonan uji materi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 6 September 2017.
Hadar menuturkan, Pasal 222 bertentangan dengan pasal 6 A ayat (2), pasal 22 E ayat (1) dan ayat (2), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1), dan pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dia menyebut, sebagai open legal policy, seharusnya aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden disesuaikan dengan kondisi nasional.
"Kalau dilihat separuh, dan pemilu dilakukan terpisah maka bisa saja. Tapi, mengukur kekuatan parpol lima tahun yang lalu tidak sama dengan sekarang, kami memandang putusan MK sebagai politik hukum terbuka tidak berdiri sendiri. Memahaminya harus melihat konteks konstitusi secara keseluruhan," tutur dia.
Selain Hadar dan Yuda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Kode Inisiatif mengajukan gugatan. Mereka selaku pemohon dari badan hukum.
(Baca juga:
Yusril Daftarkan Gugatan Uji Materi UU Pemilu)
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan, Pasal 222 tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang demokratis dan berkeadilan. Sebab, pasal tersebut menutup peluang partai politik baru mengusung pasangan capres dan cawapres.
"Yang boleh itu kan jadinya hanya parpol peserta pemilu yang lalu. Partai baru tidak serta merta bisa mencalonkan. Ini kan bertentangan dengan konstitusi. Tidak diwajibkan batas ambangnya 20%," ujar dia.
Adapun, Pasal 6 A ayat (1) UUD 1945 berbunyi 'presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa 'pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.'
Titi berharap, MK dapat segera memroses permohonan uji materi yang diajukan, lantaran tahapan pemilu sudah dimulai. "Kita harap permohonan ini sebagai salah satu perkara prioritas yang mesti segera diputus," tandas dia.
Sebelumnya, Pasal 222 Undang-undang Pemilu juga digugat Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. Yusril menilai pasal tersebut menutup peluangnya maju sebagai capres. Padahal, PBB telah mencalonkan dia sebagai capres pada Pilpres 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)