medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan hingga saat ini pimpinan DPR melalui Badan Musyawarah belum membahas surat permintaan konsultasi Pansus Hak Angket KPK dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini disebabkan masih ada sejumlah perbedaan.
Menurut politikus Partai Gerindra itu, masih perlu dibahas apakah rapat konsultasi tetap dibutuhkan atau tidak jika Presiden Jokowi sudah menyampaikan sikap penolakan.
"Rapat konsultasi tergantung kepada pemerintah. Kalau pemerintah (menilai) tidak perlu rapat, ya tidak perlu. Kalau dia (Presiden) merasa perlu ada rapat konsultasi, tentu diagendakan. Kalau kita ajukan pun nanti yang jawab pemerintah, Presiden dalam hal ini (sudah menolak)," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Meskipun demikian, pihaknya tetap akan memproses surat permintaan Pansus Hak Angket KPK. Rapat pimpinan, sambung dia, yang sedianya diselenggarakan Senin 18 September baru bisa dilaksanakan pada Senin 25 September.
Rapat itu sempat batal karena tidak memenuhi kuorum kehadiran tiga dari lima pimpinan. "Ya, mekanisme tentu prosedurnya (rapat membahas permintaan rapat konsultasi dari Pansus Hak Angket KPK) perlu ditempuh karena itu sudah menjadi permintaan," kata Fadli.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto meminta Pansus Hak Angket KPK untuk segera menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Agus Hermanto. Foto: Metrotvnews.com/Gervin
Menurutnya, tidak ada keharusan laporan pansus dikonsultasikan dengan Presiden Jokowi terlebih dahulu. Ia bahkan menilai Presiden sudah tepat menolak permintaan rapat konsultasi tersebut.
"Secara aturan ya seperti itu. Tidak harus ada audiensi dengan Presiden terlebih dahulu. Pansus kan bekerjanya belum selesai. Buat laporan secara komprehensif yang disampaikan kepada pimpinan untuk kemudian dimintakan pengesahan ke anggota dewan. Ini untuk mengetahui persetujuan seluruh fraksi di DPR," kata pimpinan dari Fraksi Partai Demokrat tersebut.
Presiden tegas
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, juga menilai seluruh aktivitas Pansus Hak Angket KPK bukanlah wewenang eksekutif, melainkan wewenang DPR. Ia pun memuji ketegasan Presiden yang telah menolak permohonan konsultasi dari Pansus Hak Angket KPK.
"Saya sangat berterima kasih atas ketegasan Presiden, khususnya sikap beliau tidak mau berkonsultasi. Karena ini dalam proses, prosesnya sedang berjalan. Menurut saya, Presiden membiarkan yang sedang terjadi di DPR," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Fahri Hamzah. Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Fahri menilai sikap Presiden Jokowi tersebut bukan bentuk penolakan. Sebaliknya, ia menilai pernyataan Presiden Jokowi sebagai bentuk dukungan kepada Pansus Angket KPK.
Justru dengan sikapnya tersebut, sambung Fahri, Presiden Jokowi seakan ingin memberikan ruang seluas-luasnya bagi pansus untuk menyelesaikan pekerjan dengan baik.
"Sikap beliau yang belum mau bertemu anggota pansus dan belum mau bertemu dengan pimpinan dewan dalam hal ini, saya menyambut positif. Artinya, Presiden membiarkan apa yang sedang terjadi biarlah ini menjadi domain DPR," terangnya.
Presiden pada akhirnya akan mengambil langkah politik setelah pansus memberi rekomendasi.
"Kerja saja sampai tuntas jangan setengah-setengah, nanti baru kita ambil keputusan di ujung. Pada akhirnya nanti putusan politik harus diambil Presiden," tandas Fahri. (PT/P-4)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNn6An7N" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan hingga saat ini pimpinan DPR melalui Badan Musyawarah belum membahas surat permintaan konsultasi Pansus Hak Angket KPK dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini disebabkan masih ada sejumlah perbedaan.
Menurut politikus Partai Gerindra itu, masih perlu dibahas apakah rapat konsultasi tetap dibutuhkan atau tidak jika Presiden Jokowi sudah menyampaikan sikap penolakan.
"Rapat konsultasi tergantung kepada pemerintah. Kalau pemerintah (menilai) tidak perlu rapat, ya tidak perlu. Kalau dia (Presiden) merasa perlu ada rapat konsultasi, tentu diagendakan. Kalau kita ajukan pun nanti yang jawab pemerintah, Presiden dalam hal ini (sudah menolak)," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Meskipun demikian, pihaknya tetap akan memproses surat permintaan Pansus Hak Angket KPK. Rapat pimpinan, sambung dia, yang sedianya diselenggarakan Senin 18 September baru bisa dilaksanakan pada Senin 25 September.
Rapat itu sempat batal karena tidak memenuhi kuorum kehadiran tiga dari lima pimpinan. "Ya, mekanisme tentu prosedurnya (rapat membahas permintaan rapat konsultasi dari Pansus Hak Angket KPK) perlu ditempuh karena itu sudah menjadi permintaan," kata Fadli.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto meminta Pansus Hak Angket KPK untuk segera menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Agus Hermanto. Foto: Metrotvnews.com/Gervin
Menurutnya, tidak ada keharusan laporan pansus dikonsultasikan dengan Presiden Jokowi terlebih dahulu. Ia bahkan menilai Presiden sudah tepat menolak permintaan rapat konsultasi tersebut.
"Secara aturan ya seperti itu. Tidak harus ada audiensi dengan Presiden terlebih dahulu. Pansus kan bekerjanya belum selesai. Buat laporan secara komprehensif yang disampaikan kepada pimpinan untuk kemudian dimintakan pengesahan ke anggota dewan. Ini untuk mengetahui persetujuan seluruh fraksi di DPR," kata pimpinan dari Fraksi Partai Demokrat tersebut.
Presiden tegas
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, juga menilai seluruh aktivitas Pansus Hak Angket KPK bukanlah wewenang eksekutif, melainkan wewenang DPR. Ia pun memuji ketegasan Presiden yang telah menolak permohonan konsultasi dari Pansus Hak Angket KPK.
"Saya sangat berterima kasih atas ketegasan Presiden, khususnya sikap beliau tidak mau berkonsultasi. Karena ini dalam proses, prosesnya sedang berjalan. Menurut saya, Presiden membiarkan yang sedang terjadi di DPR," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Fahri Hamzah. Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Fahri menilai sikap Presiden Jokowi tersebut bukan bentuk penolakan. Sebaliknya, ia menilai pernyataan Presiden Jokowi sebagai bentuk dukungan kepada Pansus Angket KPK.
Justru dengan sikapnya tersebut, sambung Fahri, Presiden Jokowi seakan ingin memberikan ruang seluas-luasnya bagi pansus untuk menyelesaikan pekerjan dengan baik.
"Sikap beliau yang belum mau bertemu anggota pansus dan belum mau bertemu dengan pimpinan dewan dalam hal ini, saya menyambut positif. Artinya, Presiden membiarkan apa yang sedang terjadi biarlah ini menjadi domain DPR," terangnya.
Presiden pada akhirnya akan mengambil langkah politik setelah pansus memberi rekomendasi.
"Kerja saja sampai tuntas jangan setengah-setengah, nanti baru kita ambil keputusan di ujung. Pada akhirnya nanti putusan politik harus diambil Presiden," tandas Fahri. (PT/P-4)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)