Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merespons pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto terkait multifungsi TNI. Mewakili koalisi, Direktur Imparsial Gufron Mabruri, menyayangkan komentar tersebut.
"Mengingat Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi, harus ada pemisahan antara domain sipil dan domain militer," kata Gufron dalam keterangan tertulis, Jumat, 7 Juni 2024.
Pernyataan Panglima TNI terkait kritik dan penolakan masyarakat sipil terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal tersebut diungkap Panglima TNI dalam rapat kerja bersama DPR pada 6 Juni 2024.
Gufron menilai Panglima TNI tak seharusnya merespons seperti itu. Mengingat, militer mesti taat pada hakikat mempertahankan negara, bukan ikut dalam urusan sipil.
"Dilihat dari prinsip demokrasi kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara sebenarnya menyalahi tata kelola dan nilai negara demokrasi," kata Gufron.
Apalagi, kata dia, Indonesia bukan lagi di era otoritarian seperti masa Orde Baru. Di mana, militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat.
Gufron menegaskan pernyataan Panglima TNI tidak sejalan dengan semangat dan agenda reformasi TNI tahun 1998. Agenda tersebut mengamanatkan penghapusan dwifungsi ABRI.
"Kami menilai ketimbang membuat pernyataan kontroversial, lebih baik Panglima TNI memfokuskan pada penyelesaian sejumlah pekerjaan rumah reformasi TNI yang masih terbengkalai," kata Gufron.
Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merespons pernyataan Panglima
TNI Jenderal Agus Subiyanto terkait multifungsi TNI. Mewakili koalisi, Direktur Imparsial Gufron Mabruri, menyayangkan komentar tersebut.
"Mengingat Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi, harus ada pemisahan antara domain sipil dan domain militer," kata Gufron dalam keterangan tertulis, Jumat, 7 Juni 2024.
Pernyataan Panglima TNI terkait kritik dan penolakan masyarakat sipil terhadap revisi Undang-Undang (
UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal tersebut diungkap Panglima TNI dalam rapat kerja bersama DPR pada 6 Juni 2024.
Gufron menilai Panglima TNI tak seharusnya merespons seperti itu. Mengingat, militer mesti taat pada hakikat mempertahankan negara, bukan ikut dalam urusan sipil.
"Dilihat dari prinsip demokrasi kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara sebenarnya menyalahi tata kelola dan nilai negara demokrasi," kata Gufron.
Apalagi, kata dia, Indonesia bukan lagi di era otoritarian seperti masa Orde Baru. Di mana, militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat.
Gufron menegaskan pernyataan Panglima TNI tidak sejalan dengan semangat dan agenda reformasi TNI tahun 1998. Agenda tersebut mengamanatkan penghapusan dwifungsi ABRI.
"Kami menilai ketimbang membuat pernyataan kontroversial, lebih baik Panglima TNI memfokuskan pada penyelesaian sejumlah pekerjaan rumah reformasi TNI yang masih terbengkalai," kata Gufron.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)