Makassar: Presiden Joko Widodo menekankan deregulasi dan debirokratisas di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sangat penting. Hal itu dibutuhkan agar jajaran perguruan tinggi tidak lagi mengalami kesulitan dalam mengurus banyak hal.
Menurut dia, dengan kebijakan itu, para rektor dan menteri terkait dapat duduk bersama dalam mengembangkan sistem informasi yang handal, membangun aplikasi yang simpel dan menyederhanakan administrasi.
"Ini menjadi contoh bagi kementerian lain. Karena biasanya yang cepat mengubah dan berubah itu perguruan tinggi dan dimulai dari kemenristekdikti. Berubah terlebih dahulu. Ini sebenarnya mudah asal niat, asal mau," ujar Jokowi pada peresmian pembukaan Konvensi Kampus XIV dan temu tahunan XX Forum Rektor Indonesia tahun 2018 di Gedung Baruga Andi Pangeran Pettarani, Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Kamis, 15 Februari 2018.
Jokowi pun mengingatkan agar dunia pendidikan tidak terjebak pada rutinitas yang monoton, terutama perguruan tinggi. Menurut dia, perguruan tinggi harus berani berubah dan berinovasi.
"Saya tegur Menristekdikti agar fakultas yang sudah berpuluh tahun tidak mengubah diri segera kita ubah karena dunia sudah berubah sangat cepatnya," kata dia.
Jokowi mengatakan, pemerintah juga harus bergerak cepat karena yang memenangkan kompetisi hanya yang memiliki kecepatan. Sebab, kini bukan lagi negara besar yang menang terhadap negara kecil.
"Sekarang ini yang cepat adalah yang menang. Yang tanggap, yang responsif yang menang meski itu negara kecil," ujar dia.
Ia pun mengaku telah berulang kali deregulasi untuk memangkas aturan yang menjebak dan menjerat diri sendiri. Selama tiga tahun ini, Jokowi mengaku terus berusaha memangkas regulasi dan memangkas prosedur yang berbelit-belit.
"Saya masih mendengar guru, kepala sekolah tak sempat mendampingi murid belajar karena mengurus SPJ. Saya tidak tahu di perguruan tinggi sama atau tidak, sama saya kira. Negara ini habis energinya hanya klarena urusan SPJ," ucap dia.
Untuk masalah SPJ ini, Jokowi mengaku pernah menanyakan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, terdapat 43 laporan yang harus disampaikan. Selain 43 laporan, terdapat 119 laporan turunannya.
"Coba apa negara ini hanya ngurusin 43 laporan plus anak laporan 119 tadi. Saya tidak mau lagi ini. Saya minta maksimal tiga laporan saja cukup. Laporan bertumpuk-tumpuk. Inilah rezim SPJ, rezim laporan yang ingin kita sederhanakan, sehingga semuanya dapat berjalan dengan cepat," ujar dia.
Selain kepala sekolah, guru dan dosen tidak sempat mendampingi siswa, penyuluh pertanian juga tak sempat pergi ke sawah karena sibuk membuat proposal dan laporan bantuan.
"Ini sama dengan SPJ, persis sama. Tadi sudah saya sampaikan, saya khawatir jangan-jangan dosen dan rektor sibuk urus administrasi, SPJ penelitian daripada mengajar dan meneliti," kata Presiden.
Makassar: Presiden Joko Widodo menekankan deregulasi dan debirokratisas di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sangat penting. Hal itu dibutuhkan agar jajaran perguruan tinggi tidak lagi mengalami kesulitan dalam mengurus banyak hal.
Menurut dia, dengan kebijakan itu, para rektor dan menteri terkait dapat duduk bersama dalam mengembangkan sistem informasi yang handal, membangun aplikasi yang simpel dan menyederhanakan administrasi.
"Ini menjadi contoh bagi kementerian lain. Karena biasanya yang cepat mengubah dan berubah itu perguruan tinggi dan dimulai dari kemenristekdikti. Berubah terlebih dahulu. Ini sebenarnya mudah asal niat, asal mau," ujar Jokowi pada peresmian pembukaan Konvensi Kampus XIV dan temu tahunan XX Forum Rektor Indonesia tahun 2018 di Gedung Baruga Andi Pangeran Pettarani, Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Kamis, 15 Februari 2018.
Jokowi pun mengingatkan agar dunia pendidikan tidak terjebak pada rutinitas yang monoton, terutama perguruan tinggi. Menurut dia, perguruan tinggi harus berani berubah dan berinovasi.
"Saya tegur Menristekdikti agar fakultas yang sudah berpuluh tahun tidak mengubah diri segera kita ubah karena dunia sudah berubah sangat cepatnya," kata dia.
Jokowi mengatakan, pemerintah juga harus bergerak cepat karena yang memenangkan kompetisi hanya yang memiliki kecepatan. Sebab, kini bukan lagi negara besar yang menang terhadap negara kecil.
"Sekarang ini yang cepat adalah yang menang. Yang tanggap, yang responsif yang menang meski itu negara kecil," ujar dia.
Ia pun mengaku telah berulang kali deregulasi untuk memangkas aturan yang menjebak dan menjerat diri sendiri. Selama tiga tahun ini, Jokowi mengaku terus berusaha memangkas regulasi dan memangkas prosedur yang berbelit-belit.
"Saya masih mendengar guru, kepala sekolah tak sempat mendampingi murid belajar karena mengurus SPJ. Saya tidak tahu di perguruan tinggi sama atau tidak, sama saya kira. Negara ini habis energinya hanya klarena urusan SPJ," ucap dia.
Untuk masalah SPJ ini, Jokowi mengaku pernah menanyakan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, terdapat 43 laporan yang harus disampaikan. Selain 43 laporan, terdapat 119 laporan turunannya.
"Coba apa negara ini hanya ngurusin 43 laporan plus anak laporan 119 tadi. Saya tidak mau lagi ini. Saya minta maksimal tiga laporan saja cukup. Laporan bertumpuk-tumpuk. Inilah rezim SPJ, rezim laporan yang ingin kita sederhanakan, sehingga semuanya dapat berjalan dengan cepat," ujar dia.
Selain kepala sekolah, guru dan dosen tidak sempat mendampingi siswa, penyuluh pertanian juga tak sempat pergi ke sawah karena sibuk membuat proposal dan laporan bantuan.
"Ini sama dengan SPJ, persis sama. Tadi sudah saya sampaikan, saya khawatir jangan-jangan dosen dan rektor sibuk urus administrasi, SPJ penelitian daripada mengajar dan meneliti," kata Presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)