medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai tak ada yang aneh dengan langkah Presiden Joko Widodo yang meminta jajarannya tak gaduh soal polemik pengadaan senjata api. Hal itu biasa dilakukan seorang presiden.
"Rasanya sesuatu wajar seperti itu, seorang presiden menyampaikan kepada jajaran kabinetnya. Dari presiden-presiden yang dahulu pun kalau ada sesuatu pasti akan disampaikan seperti itu," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.
Menurut dia, sudah seharusnya Presiden mengimbau kepada para pembantunya agar polemik tersebut tidak meluas. Koordinasi internal pemerintah sangat diperlukan agar masyarakat tidak resah.
"Contohnya yang kemarin itu menunjukkan koordinasi yang kurang baik. Apa yang disampaikan oleh Panglima TNI (Jenderal Gatot Nurmantyo) dan Menkopolhukam (Wiranto) kok tidak sama. Ini menimbulkan kerancuan di dalam masyarakat," tutur dia.
Agus menilai, imbauan Jokowi itu seharusnya langsung direalisasikan oleh para pembantunya di internal Kabinet Kerja. Itu penting agar komunikasi di internal pemerintah terjaga sehingga terjalin koordinasi yang lebih baik.
"Saya melihat sudah diambil langkah positif. Kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah karena ini intern pemerintah sehingga pemerintah harus juga memberikan jawaban yang memberikan keteduhan, penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat," tegas Agus.
Polemik pembelian 5.000 pucuk senjata api ini mencuat dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat silaturahmi TNI dengan purnawirawan pada Jumat 22 September 2017. Dia menyebut pembelian senjata ini sebagai ancaman keamanan lantaran dilakukan lembaga nonmiliter.
Jokowi meminta tiap kementerian atau lembaga bisa menyelesaikan masalah di tingkat menteri koordinator terkait. Bila tak selesai, bisa dibahas bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Masih belum selesai masih bisa ke saya," ucap dia.
Ia tak ingin masalah antar kementerian dan lembaga diumbar ke publik. Apalagi, 2018 sudah masuk tahun politik. Tahapan pilkada 2018, pileg dan pilpres 2019 sudah dimulai. Jokowi tak ingin permasalahan yang diumbar ke publik memunculkan kegaduhan dan kontroversial.
Dia meminta semua pihak mengangkat permasalahan yang rawan menimbulkan polemik ke rapat terbatas untuk dibahas. Pasalnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin menjaga keteduhan, ketentraman, ketenangan, kesatuan di antara institusi pemerintahan, juga masyarakat.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai tak ada yang aneh dengan langkah Presiden Joko Widodo yang meminta jajarannya tak gaduh soal polemik pengadaan senjata api. Hal itu biasa dilakukan seorang presiden.
"Rasanya sesuatu wajar seperti itu, seorang presiden menyampaikan kepada jajaran kabinetnya. Dari presiden-presiden yang dahulu pun kalau ada sesuatu pasti akan disampaikan seperti itu," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.
Menurut dia, sudah seharusnya Presiden mengimbau kepada para pembantunya agar polemik tersebut tidak meluas. Koordinasi internal pemerintah sangat diperlukan agar masyarakat tidak resah.
"Contohnya yang kemarin itu menunjukkan koordinasi yang kurang baik. Apa yang disampaikan oleh Panglima TNI (Jenderal Gatot Nurmantyo) dan Menkopolhukam (Wiranto) kok tidak sama. Ini menimbulkan kerancuan di dalam masyarakat," tutur dia.
Agus menilai, imbauan Jokowi itu seharusnya langsung direalisasikan oleh para pembantunya di internal Kabinet Kerja. Itu penting agar komunikasi di internal pemerintah terjaga sehingga terjalin koordinasi yang lebih baik.
"Saya melihat sudah diambil langkah positif. Kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah karena ini intern pemerintah sehingga pemerintah harus juga memberikan jawaban yang memberikan keteduhan, penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat," tegas Agus.
Polemik pembelian 5.000 pucuk senjata api ini mencuat dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat silaturahmi TNI dengan purnawirawan pada Jumat 22 September 2017. Dia menyebut pembelian senjata ini sebagai ancaman keamanan lantaran dilakukan lembaga nonmiliter.
Jokowi meminta tiap kementerian atau lembaga bisa menyelesaikan masalah di tingkat menteri koordinator terkait. Bila tak selesai, bisa dibahas bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Masih belum selesai masih bisa ke saya," ucap dia.
Ia tak ingin masalah antar kementerian dan lembaga diumbar ke publik. Apalagi, 2018 sudah masuk tahun politik. Tahapan pilkada 2018, pileg dan pilpres 2019 sudah dimulai. Jokowi tak ingin permasalahan yang diumbar ke publik memunculkan kegaduhan dan kontroversial.
Dia meminta semua pihak mengangkat permasalahan yang rawan menimbulkan polemik ke rapat terbatas untuk dibahas. Pasalnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin menjaga keteduhan, ketentraman, ketenangan, kesatuan di antara institusi pemerintahan, juga masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)