Jakarta: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyebut jenis pelanggaran penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), paling banyak ialah tidak profesional dalam merekrut anggota ad hoc. Sepanjang September hingga Desember 2022, tercatat ada 68 pelanggaran.
"Saya wanti-wanti kepada KPU dan Bawaslu tingkat kabupaten kota untuk melakukan rekrutmen lebih profesional. Berapa banyak pengaduan karena mereka bekerja tidak profesional? Datanya ada," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun DKPP Untuk Pemilu 2024 yang Berintegritas dan Bermartabat, di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Sabtu, 31 Desember 2022.
Heddy memerinci, 38 aduan berasal dari Bawaslu yang tidak profesional dalam merekrut pengawas pemilihan kecamatan (Panwascam). Kemudian, 30 aduan akibat KPU yang tidak profesional dalam merekrut panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Heddy mencontohkan salah satu kasus pelanggaran ketidakprofesional KPU dan Bawaslu, terjadi di Lebak, Banten. Kedua penyelenggara pemilu itu, kata Heddy, merekrut anggota ad hoc yang merangkap jabatan.
"Teman-teman Bawaslu maupun KPU kabupaten tidak menyadari itu. Misalnya guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam atau PPK. Kemudian perangkat desa ada juga yang direkrut, pekerja pendamping sosial di sana itu direkrut sebagai anggota panwascam," jelasnya.
Ia menegaskan peran anggota ad hoc sangat penting sebagai ujung tombak dalam penyelenggaran pemilu. Apabila rekrutmen bermasalah, dikhawatirkan akan berdampak terhadap jalannya tahapan pemilu.
"Persoalan yang masih sangat elementer ini, masih sering dilanggar di KPU, Bawaslu, tingkat kabupaten. Itu yang menurut kami mestinya hal-hal semacam itu tak perlu terjadi lagi karena kita sudah melakukan pemilu yang demokratis itu keenam," terangnya.
Jakarta: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
DKPP) menyebut jenis pelanggaran penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), paling banyak ialah tidak profesional dalam merekrut anggota ad hoc. Sepanjang September hingga Desember 2022, tercatat ada 68 pelanggaran.
"Saya wanti-wanti kepada KPU dan Bawaslu tingkat kabupaten kota untuk melakukan rekrutmen lebih profesional. Berapa banyak pengaduan karena mereka bekerja tidak profesional? Datanya ada," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun DKPP Untuk Pemilu 2024 yang Berintegritas dan Bermartabat, di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Sabtu, 31 Desember 2022.
Heddy memerinci, 38 aduan berasal dari Bawaslu yang tidak profesional dalam merekrut pengawas pemilihan kecamatan (Panwascam). Kemudian, 30 aduan akibat
KPU yang tidak profesional dalam merekrut panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Heddy mencontohkan salah satu kasus pelanggaran ketidakprofesional KPU dan
Bawaslu, terjadi di Lebak, Banten. Kedua penyelenggara pemilu itu, kata Heddy, merekrut anggota ad hoc yang merangkap jabatan.
"Teman-teman Bawaslu maupun KPU kabupaten tidak menyadari itu. Misalnya guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam atau PPK. Kemudian perangkat desa ada juga yang direkrut, pekerja pendamping sosial di sana itu direkrut sebagai anggota panwascam," jelasnya.
Ia menegaskan peran anggota ad hoc sangat penting sebagai ujung tombak dalam penyelenggaran pemilu. Apabila rekrutmen bermasalah, dikhawatirkan akan berdampak terhadap jalannya tahapan
pemilu.
"Persoalan yang masih sangat elementer ini, masih sering dilanggar di KPU, Bawaslu, tingkat kabupaten. Itu yang menurut kami mestinya hal-hal semacam itu tak perlu terjadi lagi karena kita sudah melakukan pemilu yang demokratis itu keenam," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)